Skip to main content

Posts

Showing posts with the label News

Malam Minggu Kelam oleh Dr. Wahyono Rahardjo GSW, MBA

Dr. Wahyono Raharjo GSW, MBA Dr. Wahyono Rahardjo GSW, MBA Pinisepuh Paguyuban Penghayat Kapribaden & Pejuang Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan Yang Gigih Sampai Akhir Hayatnya ( 1933 – 2007 )     “ Malam Minggu Kelam “ Oleh : Dr. Wahyono Rahardjo GSW., MBA Malam Minggu Kelam Sekelam hati penghayat (kepercayaan) Cuaca gelap, mendung Segelap masa depan penghayat Tidak tahu lagi apa yang disebut Indonesia Malam Minggu Kelam Akhirnya hujan deras Sederas air mata penghayat Membanjiri pangkuan Ibu Pertiwi Teraniaya sampai anak cucu Malam Minggu  Kelam Gelap segelap nurani mereka Orang-orang yang senang melihat sesamanya menangis Akan mampukah matahari esok menerangi hatinya ? Malam Minggu Kelam Segelap apapun masa depanmu Sekelam apapun hatimu Para penghayat jangan berkecil hati Sinar ilahi yang akan menerangi dirimu (Dikirim melalui sms tgl. 02-12-2006 jam 17:03:26, seminggu sebelum RUU Adminduk disahkan oleh DPR-RI)  http://berita.kapribaden.org/malam-minggu-kelam-oleh-dr-wahyono-

Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (MLKI)

 SUSUNAN ORGANISASI    Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (MLKI) Dewan Pembina Instansi Pemerintah Pembina Teknis terkait Kepercayaan Thd Tuhan YME. Instansi Pemerintah Pembina Umum terkait Kepercayaan Thd Tuhan YME. Susunan P engurus D ewan M usyawarah P usat Masa T ugas 2014-2019 Dewan Penasehat Suko Sudarso Hartini Wahyono Raja Marnangkok Naipospos Dr. Sri Hastanto, S.Kar. Gendro Nurhadi, M.Pd. Dewan Pakar   K.P. Sulistyo Tirtokusumo, MM. Hertoto Basuki Dr. Wila Chandrawila, SH. Suwardi Endraswara Taufik Rahzen Nunus Supardi Abdul Latif Bustami Presidium Engkus Ruswana, MM Naen Suryono, SH. MH Ir. Andri Hernandi Wahyu Santosa Hidayat Suprih Suhartono Arnold Panahal Mulo Sitorus, SH Sekretaris Jenderal Endang Retno Lastani Wakil Sekretaris Jenderal Sri Mulyono Eddy Maryanto Bendahara Umum Deddy M. Adipradja Wakil Bendahara Umum Krisna Makmur Karel Sutrisno Departemen Organisasi Djajusman, SH. MM. K.R.A. Samino J.B. Puji Astono Departemen Politik, Hukum

Perihal Kolom Agama

Persoalan Kolom Agama dalam KTP kembali marak dibicarakan. Beberapa aktivis menginisiasi sebuah petisi untuk penghapusan kolom agama dalam KTP ini. Apa sebenarnya masalah di balik pencantuman kolom agama ini? Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada 9 Desember 2006, yang dihadiri 80 orang di antara 550 anggota mengesahkan RUU Administrasi Kependudukan (Adminduk) menjadi undang-undang. Mestinya, itu menjadi berita gembira, mengingat selama ini kita menggunakan aturan administrasi kependudukan produk kolonial. Namun, pengesahan itu tidak serta merta menggembirakan mereka yang benar-benar mendambakan hilangnya praktik diskriminasi dalam soal administrasi kependudukan kita. Salah satu persoalan yang tidak menggembirakan, bahkan mengecewakan, adalah masih tetap dicantumkannya kolom agama dalam kartu tanda penduduk (KTP) kita. Pada pasal 65 disebutkan: (1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah negara Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NI

Ribuan Warga Madyopuro Semarakkan Karnaval Budaya Bersih Desa

  Warga Kelurahan Madyopuro mengenakan pakaian kerajaan dalam menyemarakkan karnaval budaya bersih desa Kelurahan Madyopuro. (Foto : Imam Syafii/MalangTIMES)    MALANGTIMES  - Ribuan warga Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Malang menunjukkan kreativitasnya melalui Karnaval Budaya dan Pembangunan Bersih Desa ke-4 di sepanjang Jalan Danau Jonge, Kelurahan Madyopuro. Minggu, (6/11/2016). Terlihat, beragam kreativitas dikeluarkan warga dari 17 RT. dan 112 RW ini. Mereka menunjukkan kreativitas kesenian dan budaya kepada penonton yang memadati jalur sepanjang Jalan Danau Jonge. Para peserta karnaval menampilkan kesenian tarian daerah seperti Tari Topeng Malangan, Bantengan, Kuda Lumping, Reog Ponorogo, ogoh-ogoh dan lain sebagainya. Tak hanya itu saja, dari kalangan pelajar juga unjuk gigi memainkan musik drum band. Lalu, peserta juga ada yang mengenakan pakaian dari daur ulang plastik. Uniknya, dalam karna

Film Karatagan Ciremai

Screening film "Karatagan Ciremai" yang digelar di salah satu warung kopi di Cirebon mendapat respon positif dari audiens yang hadir dalam acara tersebut. Pasalnya, Tidak hanya di hadiri oleh film maker Cirebon saja, film maker luar Cirebon juga turut hadir dalam acara tersebut, diantaranya Kuningan dan Indramayu. Kunjungi: CIREBONTRUST https://www.cirebontrust.com INDRAMAYUTRUST https://.indramayutrust.com MAJALENGKATRUST https://www.majalengkatrust.com KUNINGAN https://www.kuningantrust.com Follow Sosial Media Cirebon Trust: INSTAGRAM https://www.instagram.com/cirebontrus ... FACEBOOK CIREBON https://www.facebook.com/cirebontrustcom INDRAMAYU https://www.facebook.com/indramayutru ... MAJALENGKA http://www.facebook.com/majalengkatru ... KUNINGAN http://www.facebook.com/kuningantrustcom TWITTER CIREBON https://twitter.com/cirebontrustcom INDRAMAYU https://twitter.com/indramayutrustcom MAJALENGKA http://twitter.com/majalengkatrust KUNINGAN htt

Festival Baduy Sediakan Layanan Pendaftaran Website Gratis

Sukma adalah satu dari segelintir pengrajin Baduy yang masih bertahan melestarikan kain tenun Baduy dengan menggunakan benang pewarna alami. Ditemui di kediamannya pada Kamis (27/10/2016) pagi di Kampung Cipondok Desa Kanekes Kabupaten Lebak, Sukma dengan terbuka memaparkan setiap bahan dari pewarna alami berikut dengan proses dari tahapan-tahapan pewarnaan benang. Bahan-bahan pewarna alami diambil dari tanaman-tanaman yang relatif mudah ditemukan di lingkungan sekitar kita.  Semisal untuk mencari pewarnaan biru dapat diambil dari daun tarum (indigo), abu-abu dari daun jawer kotok, kuning dari daun puteri malu, hitam dari kulit pohon tunjung atau dari karat besi tua, coklat dari kulit mahoni, merah dari akar pohon mengkudu, coklat muda dari kulit pohon jeungjing dan kuning gading dari kulit pohon rengrang Sementara untuk proses pengolahannya, daun atau kulit pohon direndam oleh air dingin selama empat jam sembari diaduk-aduk untuk beberapa waktu. Kemudian setelah empat jam

Warga Baduy Dukung Demontrasi 4 November 2016

Sejumlah media massa nasional masih menyoroti rencana ribuan massa dari ormas Islam yang akan menggelar demonstrasi di Jakarta terkait dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 4 November 2016 mendatang. Hingga saat ini topik tersebut masih menjadi buah bibir dan menjadi bahan diskusi di warung-warung kopi, emperan dan media sosial lainnya. Momentum tanggal 4 November  menjadi catatan sejarah tersendiri bagi warga Desa Kanekes, Baduy, mengingat baru pertama kalinya  mereka melakukan demontrasi dengan mengerahkan kurang lebih 500 orang penenun. Mendukung kegiatan tersebut, Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, mengatakan kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka mensukseskan Festival Baduy 2016 yang dilaksanakan dari tanggal 4-6 November 2016 di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kab. Lebak, Banten. “Ini bukan demo di Jakarta lho, tapi Demontrasi Tenun Baduy yang akan diikuti oleh 500 orang penenun yang akan menenun bersama-sama pad

Kronik Riwayat Singkat Kebatinan dan Kepercayaan

INILAH  daftar organisasi penghayat kepercayaan terhadap  Ketuhanan Yang  Mahaesa di seluruh indonesia akhir Maret 1982. DKI Jakarta 01. Aliran Kebatinan Perjalanan 02. Budi Luhur 03. Fouhurm Sawyo Tunggal 04. Gayuh Urip Utami (Gautami) 05. Himpinan amanat Rakyat Indonesia (HARI) 06. Ngudi Kawruh Rasa Jati 07. Marsudi Kaluhuraning Budi Pakerti (mekar Budi) 08. Musyawarah Agung Warana […] INILAH   daftar organisasi penghayat kepercayaan terhadap  Ketuhanan Yang  Mahaesa di seluruh indonesia akhir Maret 1982. DKI Jakarta 01. Aliran Kebatinan Perjalanan 02. Budi Luhur 03. Fouhurm Sawyo Tunggal 04. Gayuh Urip Utami (Gautami) 05. Himpinan amanat Rakyat Indonesia (HARI) 06. Ngudi Kawruh Rasa Jati 07. Marsudi Kaluhuraning Budi Pakerti (mekar Budi) 08. Musyawarah Agung Warana (MAWAR) 09. Ngesti Kasampuranan 10. Organisai Kebatinan Satuan Rakyat Indonesia “Murni” (SRI MURNI) 11. Paguyuban Kebatinan Ilmu Hak 12. Pahuyuban Ki Ageng Selo 13.

8 Agama Asli Indonesia ini BELUM Diakui oleh Pemerintah Sejak Dulu

Boombastis 09/07/2016 08:04 Saat ini Indonesia memiliki enam agama yang diakui pemerintah sebagai agama resmi. Agama itu terdiri dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Selain enam agama di atas, pemerintah menetapkannya sebagai aliran kepercayaan atau animisme. Penetapan agama sebagai sebuah aliran kepercayaan dianggap sebagai degradasi atau penurunan derajat oleh beberapa kelompok masyarakat. Agama asli Indonesia seperti Sunda Wiwitan, Kejawen, hingga Marapu sudah ada sejak dahulu kala. Bahkan sebelum ada penyebaran agama besar seperti Islam dan Kristen, agama asli Indonesia telah menyatu dengan penduduk hingga susah sekali dilepaskan. Berikut beberapa agama asli Indonesia yang konon dianaktirikan oleh negerinya sendiri. Sunda Wiwitan adalah agama yang telah dianut oleh sekelompok masyarakat Sunda sejak ratusan tahun yang lalu. Bahkan sebelum Hindu dan Buddha masuk ke negeri ini, ajaran Sunda Wiwitan sudah ada dan berkembang di masyarakat. Di era modern

Aliran Kepercayaan Semakin Mendapat Legitimasi Hukum

Senin, 22 Maret 2010 Sebagian besar berupa pengakuan dalam bidang administrasi kependudukan. Mys/Ali Para penganut aliran/penghayat kepercayaan kini semakin mendapat ruang di mata hukum. Belum lama ini Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menerbitkan Peraturan Menteri (Permendagri) No. 12 Tahun 2010 yang antara lain memungkinkan penghayat aliran kepercayaan mencacatkan dan melaporkan perkawinan mereka ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sekalipun perkawinan mereka dilangsungkan di luar negeri. Bagi penghayat kepercayaan WNA juga dimungkinkan mencatatkan perkawinan dengan menyertakan surat keterangan terjadinya perkawinan dari pemuka penghayat kepercayaan.   Permendagri itu bukan satu-satunya regulasi yang memberi legitimasi hukum aliran/penghayat kepercayaan. Tahun lalu, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) telah menandatangani Peraturan Bersama Menteri No. 43/41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan

REMBANG, MASUK DAFTAR HITAM KOTA INTOLERAN

REMBANG, masuk daftar hitam kota intoleran. Begitu mungkin bisa menjadi gambaran masyarakat kabupaten Rembang yang kurang bisa memahami makna kebebebasan beragama dan berkeyakinan.   Ditengah seluruh warga negara di penjuru tanah air ini memperingati hari Pahlawan, belasan orang diduga warga Desa Plawangan Kecamatan Kragan merusak sebuah rumah di RT 5 RW III yang akan dijadikan sanggar oleh warga kepercayaan Sapto Darmo Selasa (10/11). Perusakan tersebut diduga dipicu oleh kemarahan warga yang beberapa bulan terakhir menolak daerah mereka berdiri sanggar kepercayaan. Menurut informasi yang dihimpun media,  sekelompok massa sekitar pukul 10.00 awalnya datang ke Balai Desa Plawangan untuk menanyakan proses pembangunan sanggar yang dianggap tidak berijin. Belasan warga sempat bertemu Camat Kragan Mashadi dan Kades Plawangan Hamim. Dalam pertemuan tersebut, warga sempat mendapatkan penjelasan sanggar tersebut memang belum ada izinnya. Namun, dalam pertemuan tersebut warga jug

NGASA, UPACARA TRADISI DI KAMPUNG BUDAYA JALAWASTU SEBAGAI SALAH SATU ASET BUDAYA DI KABUPATEN BREBES

Selasa Kliwon 25 Februari 2014, sejak pukul 05.00 wib, puluhan ibu-ibu menggendong cepon dengan tangan kanannya menjinjing rantang seng, menyusuri bebukitan gunung kumbang Brebes. Mereka adalah warga Dukuh Jalawastu Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes yang akan melaksanakan upacara tradisi " Ngasa". Upacara ini digelar setiap Selasa Kliwon mangsa kasanga setiap tahunnya. Dengan wajah berseri, mereka melewati Jembatan Zubaedah bergegas menuju Pesarean Gedong. Sesampainya di sana, beberapa lelaki menggelar tikar. Dan ibu-ibu itupun menaruh makanan di atas tikar secara berjajar. Lelaki tua yang disebut juru kunci Pesarean Gedong Makmur, beserta tetua lainnya dengan berpakaian putih-putih menyusul dibelakang rombongan ibu-ibu pembawa makanan. Menurut penuturan Pemangku adat setempat Dastam menjelaskan, masyarakat Jalawastu pantang makan nasi beras dan lauk daging atau ikan. Makanan pokoknya adalah jagung yang ditumbuk halus sebagai lauk dan lal

Penghayat Sunda Wiwitan: Agama Impor Diakui, Mengapa Agama Leluhur Tidak?

BANDUNG,KOMPAS.com – Penghayat Sunda Wiwitan, Ira Indrawardana menilai, ramainya kasus pengosongan kolom agama di KTP lebih disebabkan imbas dari panasnya suhu politik di tanah air. Untuk itu, ia berharap persoalan ini tidak dipolitisasi. “Dengan kondisi politik sekarang, hal-hal yang disampaikan salah satu pihak bisa menjadi ramai oleh pihak lainnya,” ujar Ira di Bandung, Sabtu (15/11/2014). Ira menjelaskan, polemik ini muncul saat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengeluarkan pernyataan warga negara Indonesia (WNI) penganut kepercayaan yang belum diakui secara resmi oleh pemerintah, untuk sementara boleh mengosongkan kolom agama di KTP elektronik. Ke depan, pihaknya akan bernegosiasi dengan Menteri Agama untuk membahas hal tersebut. Namun ide Tjahjo itu menuai protes, terutama dari lawan politiknya. Untuk mengakhiri polemik itu, Ira menyarankan sebaiknya semua pihak kembali ke Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap warga

Beginilah Diskriminasi yang Dialami Penghayat Sunda Wiwitan...

KUNINGAN, KOMPAS.com — Bukan hal mudah mempertahankan diri menjadi penghayat Sunda Wiwitan. Selain diskriminasi yang kerap diterima sejak lahir, mereka tak jarang dianggap remeh. Salah satunya dalam hal kartu tanda penduduk (KTP). Seorang penghayat Sunda Wiwitan, Dewi Kanti Setianingsih (39), menceritakan pengalamannya saat mengurus KTP. Kala itu, tahun 2010, saat masih tinggal di Jakarta, ia berniat mengganti KTP. Dalam KTP sebelumnya, kolom agama diisi tanda setrip (-). Namun, saat KTP-nya yang baru rampung, dia pun kaget sebab di kolom agama dituliskan Islam. Dewi pun kembali mengajukan pembuatan KTP untuk memperbaiki kolom agama. Lagi-lagi aparat menganggap enteng dan menuliskan agama di luar keyakinan Dewi. "Akhirnya, saya menulis surat ke Lurah Cilandak Jakarta Barat tertanggal 15 Juni 2010 atas kekeliruan yang dilakukan petugas di sana," kata Dewi, kepada Kompas.com belum lama ini. "Selain surat, saya sertakan bukti hidden camera percakapan saya deng

Dedi Mulyadi Minta Wali Kota Cimahi Urus KTP Penganut Sunda Wiwitan

BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi menginstruksikan Golkar Cimahi mengurus administrasi kependudukan Kampung Adat Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat. Pasalnya sampai hari ini masih ada warga yang belum memiliki KTP, surat nikah, maupun akta kelahiran. "Pak Itoch yang beristrikan wali kota Cimahi, jika jadi sesepuh Beringin ( Golkar ) segera urus warga sendiri," ujar Dedi di Cireundeu Cimahi, Minggu (7/8/2016). Itoch Tochija merupakan ketua DPD Golkar Cimahi. Ia pernah menjabat wali kota Cimahi yang saat ini dijabat oleh istrinya. Dedi menjelaskan, orang yang lebih mencintai lingkungan, mencintai adat adalah orang-orang seperti di Cireundeu ini. Kalaupun agama yang mereka anut di luar yang diakui negara, mereka tetap warga Indonesia. Seperti diketahui, warga Kampung Adat Cireundeu merupakan penghayat Sunda Wiwitan. Sama halnya dengan Cigugur Kuningan, mereka bertahan mempertahankan keyakinannya meskipun dipersulit

Sunda Wiwitan Cireundeu, Kepercayaan Baduy Versi Lain

Jatinangor (ANTARA News) - Kepercayaan Sunda Wiwitan yang dianut masyarakat Cireundeu di Cimahi, Jawa Barat merupakan pengembangan dari Sunda Wiwitan yang dianut masyarakat Baduy di wilayah Banten, walaupun ada perbedaan cukup besar yang ditemukan diantara kedua kepercayaan tersebut. Perbedaan yang mendasar antara Sunda Wiwitan Cireundeu dan Baduy adalah dari kebiasaan mereka dimana orang Baduy sangat menghargai dan menyembah beras sebagai Dewa Sri, sedangkan di Cireundeu malah menghindari beras, kata Undang Ahmad Darsa, seorang Filolog terkemuka Indonesia kepada ANTARA News, Jumat. Undang yang juga dosen Jurusan Sastra Sunda Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu menyebut masyarakat Baduy juga tidak mau mengekspos kepercayaan mereka karena hal itu adalah sakral. Berbeda dengan di Cireundeu dimana siapapun boleh keluar masuk desa tersebut, dan pemuka adat memperbolehkan siapapun ikut menganut kepercayaan ini jika telah yakin. Selain itu masyarakat Cireundeu men