Skip to main content

Warga Baduy Dukung Demontrasi 4 November 2016

Sejumlah media massa nasional masih menyoroti rencana ribuan massa dari ormas Islam yang akan menggelar demonstrasi di Jakarta terkait dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 4 November 2016 mendatang.
Hingga saat ini topik tersebut masih menjadi buah bibir dan menjadi bahan diskusi di warung-warung kopi, emperan dan media sosial lainnya.
Momentum tanggal 4 November  menjadi catatan sejarah tersendiri bagi warga Desa Kanekes, Baduy, mengingat baru pertama kalinya  mereka melakukan demontrasi dengan mengerahkan kurang lebih 500 orang penenun.
Mendukung kegiatan tersebut, Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, mengatakan kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka mensukseskan Festival Baduy 2016 yang dilaksanakan dari tanggal 4-6 November 2016 di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kab. Lebak, Banten.
penenun baduy“Ini bukan demo di Jakarta lho, tapi Demontrasi Tenun Baduy yang akan diikuti oleh 500 orang penenun yang akan menenun bersama-sama pada tanggal 4 November mendatang”
“Ini hajat besar kami terutama para penenun masyarakat Baduy, untuk meningkatkan ekonomi masyarakat disini melalui pemnafaatan potensi lokal” tambahnya.
Festival Baduy 2016 terlahir dari sebuah ide Perangkat Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Banten, bersama para pelaku/pengrajin tenun dan produk serta masyarakat Baduy lainnya yang didukung oleh Rimbawan Muda Indonesia dan Disporapar Kab. Lebak, yang melihat pentingnya membangun keserasian budaya, peningkatan pengetahuan lokal, destinasi wisata dan pertumbuhan ekonomi untuk memperkuat tatanan/aturan budaya lokal yang ada.
Prinsip “Gunung teu meunang  dilebur, Lebak teu meunang dirusak” (Gunung tidak boleh dihancurkan, Lembah tidak boleh dihancurkan) merupakan komitmen masyarakat Baduy dalam menjaga dan mengelola sumberdaya alam/hutan. Hal ini wajib menjadi rujukan dan pembelajaran semua pihak dalam menata, mengatur, dan mengimplementasikan tatakelola/tata kuasa sumberdaya alam agar mampu memberikan manfaat berupa keterjagaan lingkungan serta peningkatan ekonomi bagi masyarakat.
Festival Baduy 2016 akan menampilkan pameran produk unggulan berupa tenun dan kerajinan kreatif lainnya, pameran kuliner khas, pentas seni dan budaya, workshop tata kelola desa dan wisata dan pemecahan rekor menenun.
Warga Kanekes atau yang dikenal dengan sebutan Baduy ini merupakan sang penjaga alam sesungguhnya, yang menjaga keutuhan dan kelestariannya serta memanfaatkan tanpa berlebihan.
Secara umum keberadaan masyarakat Adat Baduy telah diakui dalam bentuk Perda Lebak No. 13 Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Adat Masyarakat Baduy di Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak dan Perda No. 32 tahun 2001 tentang Perlindungan atas Hak Ulayat Baduy.
Dengan aturan adat yang dipegang teguh, mereka mengelola Leuweung Kolot / Hutan Adat (2.492,06 ha), lahan pertanian berupa huma (2.585,29 ha) dan pemukiman (24,50 ha) tetap terjaga dan terkelola dengan baik hingga sekarang di lahan seluas 5.136,58 ha (Disporapar Lebak, 2016). Warga Baduy yang kini berjumlah 3.300 KK atau 11.667 jiwa percaya bahwa tanah atau lahan adalah ambu atau ibu yang memiliki arti penting dan wajib dihormati, layaknya anak yang menghormati ibu nya (RMI, 2016).
Penyelenggaraan Demo tenun Baduy ini bertujuan untuk (1). Memperkuat , menjaga dan melindungi kelembagaan adat, budaya dan produk masyarakat Baduy agar tetap lestari, (2) mempromosikan bentuk-bentuk pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat yang dikelola oleh Masyarakat Baduy kepada publik, (3) Mempromosikan potensi wisata budaya Baduy dengan keunikan seni, tradisi dan kearifan lokalnya, (4) Menjalin komunikasi multipihak dalam membangun Lebak Sejahtera melalui pertumbuhan ekonomi lokal yang mandiri, adil dan berkelanjutan, dan (5) Promosi hasil ekonomi kreatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Baduy.
“Saya berharap kegiatan ini menjadi cikal bakal untuk meningkatkan kesejahteraan, pengetahuan, kecerdasan, kecintaan  terhadap budaya dan masyarakat adat, serta mendorong Pemerintah untuk terus mengakui, melindungi dan memberdayakan masyarakat adat di Indonesia” pungkas Jaro Saija.

 http://kanekes.desa.id/2016/11/01/warga-baduy-dukung-demontrasi-4-november-2016/

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t