Skip to main content

NGASA, UPACARA TRADISI DI KAMPUNG BUDAYA JALAWASTU SEBAGAI SALAH SATU ASET BUDAYA DI KABUPATEN BREBES


Selasa Kliwon 25 Februari 2014, sejak pukul 05.00 wib, puluhan ibu-ibu menggendong cepon dengan tangan kanannya menjinjing rantang seng, menyusuri bebukitan gunung kumbang Brebes. Mereka adalah warga Dukuh Jalawastu Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes yang akan melaksanakan upacara tradisi "Ngasa". Upacara ini digelar setiap Selasa Kliwon mangsa kasanga setiap tahunnya.
Dengan wajah berseri, mereka melewati Jembatan Zubaedah bergegas menuju Pesarean Gedong. Sesampainya di sana, beberapa lelaki menggelar tikar. Dan ibu-ibu itupun menaruh makanan di atas tikar secara berjajar. Lelaki tua yang disebut juru kunci Pesarean Gedong Makmur, beserta tetua lainnya dengan berpakaian putih-putih menyusul dibelakang rombongan ibu-ibu pembawa makanan.
Menurut penuturan Pemangku adat setempat Dastam menjelaskan, masyarakat Jalawastu pantang makan nasi beras dan lauk daging atau ikan. Makanan pokoknya adalah jagung yang ditumbuk halus sebagai lauk dan lalapan adalah dedaunan, umbi-umbian, pete, terong, sambal dan dedaunan terutama daun reundeu yang diyakini hanya tumbuh di gunung kumbang ini.  

Begitupun dengan piring dan sendok yang digunakan tidak menggunakan alat yang terbuat dari bahan kaca. Piring, sendok, cepon dan rantang yang digunakan mereka terbuat dari seng atau dedaunan. Dalam hal rumahpun mereka masih menggunakan kayu dan atap seng, mereka berpantang untuk menggunakan semen.

Upacara adat Ngasa ini telah dilaksanakan oleh warga secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Upacara ini sebagai simbol tanda terimakasih kepada Tuhan yang maha kuasa atas segala nikmat yang telah dikaruniakan. “Seperti di daerah pantai ada sedekah laut, di tengah-tengah ada sedekah bumi. Kami yang disini boleh dikata sebagai sedekah gunung,” ujar Dastam.

Upacara adat ini digelar setiap Selasa Kliwon pada Mangsa Kesanga. Gelaran Ngasa ini diadakan dalam kurun satu tahun sekali. Kali pertama, Ngasta digelar sejak masa pemerintahan Bupati Brebes IX Raden Arya Candra Negara.

Ngasa berarti perwujudan rasa syukur kepada Batara Windu Buana yang dianggap sebagai pencipta alam. Batara sendiri mempunyai ajudan yang dinamakan Burian Panutus. semasa hidupnya tidak makan nasi dan lauk pauk yang bernyawa. “Semua itu, sebagai kebaktian kepada Batara,” imbuh Dastam.

Yang unik di Dukuh Jalawastu, seluruh rumah yang dibangun semua berdinding kayu dan beratap seng. Rumahnya tidak boleh menggunakan atap genting dan tidak bersemen atau keramik. Selain itu berpantang menanam bawang merah meski Brebes merupakan komoditas utama penghasil bawang merah. Juga tidak boleh menanam kedelai serta memelihara kerbau, domba dan angsa. “Bila yang melanggar maka ada bencana yang menimpa pula,” ungkapnya.

Secara geografis Desa Ciseureuh ini merupakan desa paling selatan dan salah satu dari 3 desa di kecamatan Ketanggungan yang kebanyakan warganya menggunakan bahasa sunda brebes. Dukuh Jalawastu sendiri berupa pegunungan terjal, dimana saat ini akses menuju Jalawastu masih berupa jalan bebatuan,  meski ada bekas jalan beraspal namun sudah rusak berat. Jalan yang berkelok dan sempit ini sehingga jika ada mobil yang berpapasan maka keduanya harus mengalah ban mobil disebelah kiri untuk turun jalan agar bisa saling melewati.

Upacara Tradisi Ngasa kali ini dihadiri oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah yang diwakili Kasi Nilai Budaya bidang Nilai Budaya Seni dan Film Eny Haryanti S.Pd, M.Pd, Bupati Brebes Hj. Idza Priyanti SE beserta Bapak Kompol Drs. H. Warsidin, Kepala Bagian Humas dan Protokol Drs Atmo Tan Sidik, Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Brebes, Ir Gatot Rudianto, Camat Ketanggungan, Kepala Desa Cisereuh, Para kepala desa tetangga dan perangkatnya, serta beberapa awak media baik media cetak maupun elektronik.

 






Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari ...

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa...

Manembah marang Gusti Kang Akaryo Jagad

Manembah marang Gusti Kang Akaryo Jagad (Menyembang kepada Gusti (Tuhan) yang membuat Dunia seisinya) Masyarakat Kejawen memiliki cara panembah (menyembah Gusti Akaryo Jagad) bermacam-macam. Bagi masyarakat Kejawen, tidak ada ketentuan ataupun cara tertentu dalam melakukan Panembah marang Gusti Akaryo Jagad. Dalam melakukan Panembah, ada empat macam panembah yang ada. Hal itu bisa kita simak dari penggalan Kitab Wedhatama sebagai berikut: Samengko ingsun tutur, Sembah catur supaya lumuntur, Dhihin raga cipta jiwa rasa karsa, Ingkono lamun ketemu, Tandha nugrahaning Manon. (Sekarang aku jelaskan tentang empat macam sembah. Yaitu Sembah Raga, Sembah Cipta, Sembah Jiwa dan Sembah Rasa. Disitu akan ketemu, tanda rahmatnya GUSTI Akaryo JAgad,Gusti Ingkang Moho Kuwoso-dudu Rojo nanging gusti kang maringin urip lan Mati) Panembah adalah berasal dari kata Sembah yang berarti kita mempersembahkan sesuatu. Tetapi yang terjadi sekarang ini justru kita melakukan sembahyang.Sembahyang artinya meper...