Skip to main content

Posts

WSA activities-Aktifitas Subud

Over time, the Subud experience spontaneously enables one to be more oneself and more fully human. In part, this means that as one becomes more free from outside pressures and prejudices, one is more able to appreciate the needs of other people. As an expression of this aspect of the Subud experience, the WSA has aims in the fields of peace, social development, education, health, environment and entrepreneurship. In each of these areas the goal is to facilitate and nurture activities that embody human qualities guided by the latihan and which are beneficial for individuals, their communities and for humanity. These Subud activities are comprised by the free initiatives of individual members, and so the WSA and its affiliates, Susila Dharma International Association and the Subud International Cultural Association, provide a supporting framework and network for such initiatives. In this section of the website, we will describe some of these S

World Subud Association-Asosiasi Susila Budhi Dharma International

WSA Zones For organizational purposes, the World Subud Association is divided into nine zones. To be able to coordinate the work of the WSA, each zone has a coordinator who represents their countries on the World Subud Council between world congresses. Zone Representatives also chair councils for their zone, are directors of the WSA, and form the voting body of the WSC, along with the WSA Chairperson. The WSA is also divided into three geographic Areas for assisting individual members and groups in the practice of the latihan. Each Area is represented by six international helpers making a total of 18 world wide. You may find contacts for countries with Subud members and a list of countries with Subud members here. The Zones are roughly geographically split in the following manner: Zone 1 Oceania Zone 2 Part of the Middle East and Southern Asia Zone 3 Western Europe Zone 4 Eastern Europe, Northern Asia and part of the Middle East

Welcome SUBUD ( Susila Budhi Dharma)

The World Subud Association (WSA)  is the umbrella organization for the worldwide Subud community. Members of the WSA are 54 national Subud organizations. The essence of Subud is a spiritual exercise or training called the ‘latihan’ which is open to people whatever their religion or belief. Through this practice, a person may spontaneously go through inner changes that allow one to be more fully human and more sensitive to higher values. These changes express themselves in one’s everyday pursuits. Subud involves no creed; people form their own beliefs based on their personal experiences. The WSA exists to support the practice and use of the latihan, the human activities that arise from it. The organization is responsible to organize a World Congress every 4 years, it is the congregation of the 54 member countries with many more members to agree on policy and decide on activities and projects that pursue the fulfillment of the constitutional  aims of the WSA . The WSA i

Parmalim dan Penghayat Kepercayaan Resmi Masuk KTP dan KK, Ini Dalil MK

TRIBUN-MEDAN.COM - Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa "negara harus menjamin setiap penghayat kepercayaan dapat mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)". "Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua MK Arief Hidayat, dalam sidang di Gedung MK, Selasa (07/11). Melalui putusan tersebut, para penggugat yang terdiri dari Komunitas Marapu di Pulau Sumba, penganut kepercayaan Parmalim di Sumatera Utara, penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak di Sumatera Utara, serta penganut kepercayaan Sapto Darmo di Pulau Jawa, berhak untuk mengisi kolom agama pada KTP dan KK esuai dengan kepercayaan mereka masing-masing. "Di KTP itu kami mohonkan agar dituliskan kepercayaan. Jadi kami mohonkan kesetaraan atau secara umum dari Sabang dan Merauke untuk kepercayaan. Di dalam kepercayaan itu tercakup semua mau Sapto Dharmo dan segala macam. (Dari) Sabang (sampai) Merauke sama," kata Arnol Purba, penga

MK: Penghayat kepercayaan masuk kolom agama di KTP dan KK

Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa "negara harus menjamin setiap penghayat kepercayaan dapat mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)". "Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua MK Arief Hidayat, dalam sidang di Gedung MK, Selasa (07/11). Melalui putusan tersebut, para penggugat yang terdiri dari Komunitas Marapu di Pulau Sumba, penganut kepercayaan Parmalim di Sumatera Utara, penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak di Sumatera Utara, serta penganut kepercayaan Sapto Darmo di Pulau Jawa, berhak untuk mengisi kolom agama pada KTP dan KK sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing. "Di KTP itu kami mohonkan agar dituliskan kepercayaan. Jadi kami mohonkan kesetaraan atau secara umum dari Sabang dan Merauke untuk kepercayaan. Di dalam kepercayaan itu tercakup semua mau Sapto Dharmo dan segala macam. (Dari) Sabang (sampai) Merauke sama," kata Arnol Purba, penganut kepercayaan Ug

Putusan MK Membuat Eksistensi Penghayat Kepercayaan Diakui Negara

JAKARTA, KOMPAS.com — Sosiolog Universitas Indonesia  Thamrin Amal Tomagola mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk. Melalui putusan MK ini, eksistensi penghayat kepercayaan diakui negara. "Bagus itu. Saya senang sekali sama Arief Hidayat  karena kalimatnya bagus sekali. Agama impor kita akui, masa agama leluhur tidak kita akui. Benar itu," kata Thamrin ketika ditemui seusai diskusi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (7/11/2017). Menurut Thamrin, sebenarnya tidak ada kata "pengakuan" dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Tak ada ketentuan dalam UU yang menyatakan bahwa negara mengakui enam agama yang ada di Indonesia. Pengakuan enam agama hanya keterangan yang ada pada salah satu ayat. Baca juga:  MK: Kolom Agama di KTP dan KK Dapat Ditulis Penghayat Kepercayaan "Jadi, kemudian orang membodohi o

UU Adminduk Akan Direvisi Pasca-Putusan MK soal Penghayat Kepercayaan

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali menuturkan, diperlukan perubahan regulasi menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Regulasi tersebut adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. "Harus ada panduan undang-undangnya, undang-undang sekarang kan tidak memungkinkan," ujar Amali saat dihubungi, Rabu (8/11/2017). Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/7/2017). (KOMPAS.com/Nabilla Tashandra) (baca: MK: Kolom Agama di KTP dan KK Dapat Ditulis "Penghayat Kepercayaan" ) Usai masa reses pada 14 November 2017, Komisi II akan melaksanakan rapat dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk menindaklanjuti putusan MK itu. Terutama untuk membicarakan teknis pelaksanaannya. Hal yang terpenting, kata dia, putusan MK yang bersifat final dan mengikat harus dilaksanakan. "Nah tekni