Skip to main content

Posts

Uji Materi Undang-undang Nomor 1/PNPS/ 1965-tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan/ Penodaan Agama

*) Disampaikan dalam Sidang Mahkamah Konstitusi dalam rangka Permohonan Uji Materi Undang-undang Nomor 1/PNPS/ 1965, di Jakarta, 23 Maret 2010. I. Pendahuluan Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan/ Penodaan Agama − terlepas dari maksud untuk menjaga dan melindungi keluhuran nilai-nilai agama − kenyataannya jelas-jelas mengandung diskriminasi terhadap agama-agama tidak resmi, khususnya penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa. Penjelasan Pasal 1 undang-undang ini jelas hanya memprioritaskan 6 agama yang diakui pemerintah, sekaligus mendapat bantuan dan perlindungan, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Kongfusius. Sedangkan agama-agama lain, misalnya Yahudi, Sarazustrian, Shinto, Thaoism, sekalipun tidak dilarang tetapi terkesan dinomor duakan, seperti tampak pada rumusan “…dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundang-undangan lainnya”.

Ramalan Sabdo palon Noyo genggong lengkap

  Kali ini saya akan posting Ramalan Sabdo palon Noyo genggong lengkap sampai bait TERAKHIR. Sebelumnya postingan postingan mengenai Ramalan Sabdo palon Noyo genggong di internet sejauh ini hanya menampilkan sampai 16 bait saja. Sebenarnya bait bait Ramalan Sabdo palon Noyo genggong ada 20 bait, dan yang saya pantau sejauh ini hanya sebatas 16 bait saja yang di publikasikan lewat sarana Internet. Dan berikut isi bait pertama hingga terakhir, saya ambil dari sebuah Buku kecil jaman dulu jauh sebelum jaman GESTAPU. Buku kecil yang masih memakai ejahan lama ini adalah bagian dari Ajaran AGAMI BUDDADJAWI - WISNU  ( tidak sama dengan buddha sidartagautama).  TURUNAN SERAT  " TJANTRIK MATARAM''    DENING RESI BUDDODJAWI     _______________________ P u p u h   S i n o m 1.  Podo siro ngelingono,      tjarito ing nguni-uni,      kang wus kotjap serat babat,      babat nagri Modjopait,      naliko duking nganut,      Browidjojo Sang Ngaprabu,

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t

Pernyataan Pers: Menguji Konstitusionalitas Pengosongan Kolom Agama Bagi Penghayat/Penganut Kepercayaan

Jakarta, 28/09 – Empat warga Negara yang merupakan penganut kepercayaan atau penghayat hari ini mendaftarkan Pengujian Pasal 61 ayat (1) jo. ayat (2) dan Pasal 64 ayat (1) jo. ayat (5) UU Administrasi Kependudukan ke Mahkamah Konstitusi, melalui Kuasa Hukumnya dari Tim Pembela Kewarganegaraan, dengan tanda terima No. 1622/PAN.MK/IX/2016. Penganut kepercayaan dan penghayat telah mengalami diskriminasi dari Negara. Berdasarkan UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan jo UU No. 23/ 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk), kolom agama di Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik para penganut kepercayaan dan penghayat dikosongkan. Ini berbeda dengan para penganut agama-agama mayoritas di Indonesia. Pembedaan perlakuan ini telah melahirkan pelanggaran-pelanggaran lanjutan terhadap hak-hak asasi manusia para penganut kepercayaan dan penghayat. Diantaranya adalah: penganut Sapto Darmo di Brebes, tak bisa memakamkan keluarganya di pemak