Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Peraturan Pemerintah

Perihal Kolom Agama

Persoalan Kolom Agama dalam KTP kembali marak dibicarakan. Beberapa aktivis menginisiasi sebuah petisi untuk penghapusan kolom agama dalam KTP ini. Apa sebenarnya masalah di balik pencantuman kolom agama ini? Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada 9 Desember 2006, yang dihadiri 80 orang di antara 550 anggota mengesahkan RUU Administrasi Kependudukan (Adminduk) menjadi undang-undang. Mestinya, itu menjadi berita gembira, mengingat selama ini kita menggunakan aturan administrasi kependudukan produk kolonial. Namun, pengesahan itu tidak serta merta menggembirakan mereka yang benar-benar mendambakan hilangnya praktik diskriminasi dalam soal administrasi kependudukan kita. Salah satu persoalan yang tidak menggembirakan, bahkan mengecewakan, adalah masih tetap dicantumkannya kolom agama dalam kartu tanda penduduk (KTP) kita. Pada pasal 65 disebutkan: (1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah negara Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NI

Kemendagri Imbau Penganut Agama di Luar Undang-Undang Tidak Memaksa Menulis Agama di e-KTP

Jumat, 2 September 2016 12:44 Tribunnews.com/ Eri Komar Sinaga Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh menemui komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, Kamis (1/9/2016)    POS KUPANG.COM, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri mengatakan permasalahan kolom agama di KTP Elektronik atau e-KTP terkait implementasi. Hal tersebut berimbas kepada si penganut untuk mendapatkan e-KTP. Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh mengatakan permasalahan tersebut biasanya kerap dialami masyarakat yang menganut agama di luar agama Konghucu, Budha, Hindu, Protestan, Katolik, dan Islam. "Kalau memang ada bagian dari masyarakat yang kesulitan mendapatkan KTP seperti Ahmadiyah, Sunda Wiwitan, sesungguhnya itu masalah impelementasi. Bisa dikosongkan," kata Zudan saat bertemu dengan komisioner Ombudsman RI di Ombudsman, Jakarta, Kamis (1/9/2016). Masalahnya, kata Zudan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Teks tidak dalam format asli. Kembali LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.232, 2013 PEMERINTAHAN. Warga Negara. Administrasi. Kependudukan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara nasional, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dial

Aliran Kepercayaan Semakin Mendapat Legitimasi Hukum

Senin, 22 Maret 2010 Sebagian besar berupa pengakuan dalam bidang administrasi kependudukan. Mys/Ali Para penganut aliran/penghayat kepercayaan kini semakin mendapat ruang di mata hukum. Belum lama ini Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menerbitkan Peraturan Menteri (Permendagri) No. 12 Tahun 2010 yang antara lain memungkinkan penghayat aliran kepercayaan mencacatkan dan melaporkan perkawinan mereka ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sekalipun perkawinan mereka dilangsungkan di luar negeri. Bagi penghayat kepercayaan WNA juga dimungkinkan mencatatkan perkawinan dengan menyertakan surat keterangan terjadinya perkawinan dari pemuka penghayat kepercayaan.   Permendagri itu bukan satu-satunya regulasi yang memberi legitimasi hukum aliran/penghayat kepercayaan. Tahun lalu, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) telah menandatangani Peraturan Bersama Menteri No. 43/41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan

Uji Materi Undang-undang Nomor 1/PNPS/ 1965-tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan/ Penodaan Agama

*) Disampaikan dalam Sidang Mahkamah Konstitusi dalam rangka Permohonan Uji Materi Undang-undang Nomor 1/PNPS/ 1965, di Jakarta, 23 Maret 2010. I. Pendahuluan Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan/ Penodaan Agama − terlepas dari maksud untuk menjaga dan melindungi keluhuran nilai-nilai agama − kenyataannya jelas-jelas mengandung diskriminasi terhadap agama-agama tidak resmi, khususnya penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa. Penjelasan Pasal 1 undang-undang ini jelas hanya memprioritaskan 6 agama yang diakui pemerintah, sekaligus mendapat bantuan dan perlindungan, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Kongfusius. Sedangkan agama-agama lain, misalnya Yahudi, Sarazustrian, Shinto, Thaoism, sekalipun tidak dilarang tetapi terkesan dinomor duakan, seperti tampak pada rumusan “…dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundang-undangan lainnya”.

Kemendikbud Rancang Peraturan Menteri Mengenai Pendidikan Masyarakat Adat

  Jakarta, 10/09/2016 – Dengan tema “Pendidikan, Kebudayaan dan Spriritualitas Masyarakat Adat” Perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) yang diselenggarakan oleh AMAN bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menggelar Seminar Nasional HIMAS 2016 di Museum Nasional, senin (8/9/2016). Menghadirkan pembicara dari Kementerian, seperti Kemendikbud, Kemenkumham, BPHN, Kantor Staf Presiden, Litbang dan organisasi sayap PEREMPUAN AMAN seminar ini membahas hak pendidikan, budaya dan spiritualitas dalam RUU Masyarakat Adat. Staf Khusus Utama Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Noer Fauzi dalam paparannya mengatakan bahwa perladangan, tambak dan pengelolaan sumber daya alam masyarakat adat adalah wilayah sisa dimana minat untuk bertani atau bekerja dalam bidang-bidang masyarakat adat ditinggalkan oleh pemuda adat. “Krisis terbesar adalah pendidikan, dan ujung dari pekerjaan adalah menjadikan mereka komoditas atau barang dagangan. Banyak pemuda adat kel

Negara, Agama dan KTP

Oleh Agus Sopian Konstitusi dan birokrasi membuat mereka jadi “atheis”. Hak-hak sipil terhambat, ancaman fisik hanya tinggal tunggu waktu. Ada tanda strip di Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Engkus Ruswana. Atheiskah orang ini? Kesalahan komputer di catatan sipil? Atau lebih serius lagi: dia sedang dalam kontrol negara? Hampir tak bisa dibantah, KTP bisa menjadi celah kecil negara untuk mengintip gerak-gerik rakyatnya, terutama mereka yang dianggap berbahaya. Lihat apa yang terjadi pada eks tahanan politik (tapol) Partai Komunis Indonesia. Mereka dianggap bahaya laten, bisa bangkit kapan waktu dan kembali ke gelanggang politik. Negara merasa perlu untuk terus memonitor mereka. Ekornya, sebuah kebijakan sarkastis diberlakukan: KTP berlabel ET, singkatan dari “eks tapol”. Hasilnya cespleng. Mereka kini tak punya kemampuan untuk leluasa bergerak. Paralel dengan ini, langkah mereka untuk memasuki pintu politik pun mandeg sama sekali. Mereka malahan tak bisa mengetuk pintu-pintu lainnya. Se