Tribunnews.com/ Eri Komar Sinaga
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh menemui komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, Kamis (1/9/2016)
POS KUPANG.COM, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri mengatakan permasalahan kolom agama di KTP Elektronik atau e-KTP terkait implementasi.
Hal tersebut berimbas kepada si penganut untuk mendapatkan e-KTP.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh mengatakan permasalahan tersebut biasanya kerap dialami masyarakat yang menganut agama di luar agama Konghucu, Budha, Hindu, Protestan, Katolik, dan Islam.
"Kalau memang ada bagian dari masyarakat yang kesulitan mendapatkan KTP seperti Ahmadiyah, Sunda Wiwitan, sesungguhnya itu masalah impelementasi. Bisa dikosongkan," kata Zudan saat bertemu dengan komisioner Ombudsman RI di Ombudsman, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Masalahnya, kata Zudan, penganut di luar enam agama terbesar di Indonesia meminta agar agamanya ditulis di kolom agama e-KTP.
Sementara petugas di lapangan tidak bisa memenuhi lantaran takut melanggar undang-undang.
Undang-undang tersebut adalah Revisi UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminstrasi Kependudukan yang menyebut hanya enam agama yang boleh dimuat di e-KTP.
"Silahkan saja dipenuhi aturannya pasti KTP-nya terbit. Yang sering kali tidak mau adalah memaksa. 'Saya harus ditulis sunda wiwitan'. Nah ini petugasnya nggak berani melanggar undang-undang," kata dia.
Menurut Zudan, pengosongan kolom agama di luar enam agama itu sesungguhnya hanya terjadi di e-KTP yang dicetak.
Data agama seseorang tersimpan di dalam basis data. (Eri Komar Sinaga/Tribunnews)
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh mengatakan permasalahan tersebut biasanya kerap dialami masyarakat yang menganut agama di luar agama Konghucu, Budha, Hindu, Protestan, Katolik, dan Islam.
"Kalau memang ada bagian dari masyarakat yang kesulitan mendapatkan KTP seperti Ahmadiyah, Sunda Wiwitan, sesungguhnya itu masalah impelementasi. Bisa dikosongkan," kata Zudan saat bertemu dengan komisioner Ombudsman RI di Ombudsman, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Masalahnya, kata Zudan, penganut di luar enam agama terbesar di Indonesia meminta agar agamanya ditulis di kolom agama e-KTP.
Sementara petugas di lapangan tidak bisa memenuhi lantaran takut melanggar undang-undang.
Undang-undang tersebut adalah Revisi UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminstrasi Kependudukan yang menyebut hanya enam agama yang boleh dimuat di e-KTP.
"Silahkan saja dipenuhi aturannya pasti KTP-nya terbit. Yang sering kali tidak mau adalah memaksa. 'Saya harus ditulis sunda wiwitan'. Nah ini petugasnya nggak berani melanggar undang-undang," kata dia.
Menurut Zudan, pengosongan kolom agama di luar enam agama itu sesungguhnya hanya terjadi di e-KTP yang dicetak.
Data agama seseorang tersimpan di dalam basis data. (Eri Komar Sinaga/Tribunnews)
Comments