Skip to main content

Kemendikbud Rancang Peraturan Menteri Mengenai Pendidikan Masyarakat Adat

Seminar_HIMAS_2016 
Jakarta, 10/09/2016 – Dengan tema “Pendidikan, Kebudayaan dan Spriritualitas Masyarakat Adat” Perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) yang diselenggarakan oleh AMAN bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menggelar Seminar Nasional HIMAS 2016 di Museum Nasional, senin (8/9/2016).
Menghadirkan pembicara dari Kementerian, seperti Kemendikbud, Kemenkumham, BPHN, Kantor Staf Presiden, Litbang dan organisasi sayap PEREMPUAN AMAN seminar ini membahas hak pendidikan, budaya dan spiritualitas dalam RUU Masyarakat Adat.
Staf Khusus Utama Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Noer Fauzi dalam paparannya mengatakan bahwa perladangan, tambak dan pengelolaan sumber daya alam masyarakat adat adalah wilayah sisa dimana minat untuk bertani atau bekerja dalam bidang-bidang masyarakat adat ditinggalkan oleh pemuda adat.
“Krisis terbesar adalah pendidikan, dan ujung dari pekerjaan adalah menjadikan mereka komoditas atau barang dagangan. Banyak pemuda adat keluar dari pertanian atau pengelolaan SDA, pergi ke kota tanpa kejelasan pekerjaan,” kata Noer Fauzi
“Wilayah adat adalah penting diselamatkan dan dipulihkan. Jadi ada kavling sampai pada tingkat pengakuan Negara. Jika itu ada di konsensi, lalu bagaimana bisa memulihkan mereka yang selama ini pergi dan mengurus itu,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Sekjen AMAN Abdon Nababan mengatakan “penduduk yang tinggal di wilayah adat adalah sisa dari orang terbaik kemudian disekolahkan dan oleh sekolah dibawa pergi. Negeri adat kita kosong dan dihuni oleh manusia sisa. Wilayah adat kita dimasuki agama dan spritualitas baru yang diterima negara sebagai syarat KTP. Karena tak punya KTP, para penganut kepercayaan leluhur mengalami diskriminasi di tanah adatnya sendiri, mereka tak dapat layanan pendidikan.
Pengakuan terhadap masyarakat adat pada dasarnya sudah tercantum dalam konstitusi dan selama 71 tahun ini diabaikan. Penyenggaraan negara dipimpin pada ketidakpatuhan pada konstitusi. Bukan hanya pengakuan yang dibutuhkan oleh masyarakat adat, namun restitusi dan rehabilitasi juga sangat dibutuhkan untuk mengembalikan wilayah adat yang sudah dikuasi oleh pihak lain.
Pada dasarnya, Undang-undang yang mengakomodir urusan masyarakat adat sudah banyak , seperti UU Desa yang mengatur urusan pemerintahan masyarakat adat, serta UU Sisdiknas untuk layanan khusus bagi masyarakat adat tapi belum pernah ditindaklanjuti. Seluruh kewajiban negara terhadap masyarakat adat tidak bisa dinikmati, bagi masyarakat adat bukan hanya soal tanah yang menjadikannya berurusan dengan Negara.
Salah satu upaya dalam memberikan layanan terhadap masyarakat adat ini dilakukan melalui Direktorat Kebudayaan Kemendikbud RI dengan merumuskan UU Kebudayaan. Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI mengatakan “UU Kebudayaan ingin mengatur bidang yang sudah lebih dulu diatur. Misalnya, UU Cagar Budaya sudah ada. Jika UU Kebudayaan dengan ambisi umum, itu sudah ada yang mengatur bidang khusus, termasuk perfilman, bahasa dan lainnya yang khusus atur bidang-bidang kebudayaan”.
Dalam sidang terakhir pembahasan memberikan catatan bahwa RUU ini tidak hanya bisa berpatokan pada draf yang diusulkan DPR RI. Dukungan dan kerjasama dengan beberapa jaringan seperti AMAN sangat diharapkan dalam mewujudkan UU ini. Selain itu, Kemendikbud juga sedang menyusun pengaturan bagi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan sesuai kepercayaan. “Sekarang ini sudah ditandatangani Permendikbud dan sudah di Hukham untuk ditetapkan. Tapi sudah berlaku,” ungkap Hilmar  *** Titi Pangestu

http://gaung.aman.or.id/2016/08/11/kemendikbud-rancang-peraturan-menteri-mengenai-pendidikan-masyarakat-adat/

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t