Skip to main content

Posts

Showing posts with the label News Freedom Religion

What Kejawen ???

Menurut Yahoo Answers: Kejawen bisa dijelaskan dari 2 sisi yaitu ajaran dan spiritualnya. Ajaran : Kejawen adalah Asimilasi kebudayaan jawa asli dgn Agama Hindu dgn konsep keTuhanan yang esa tapi masih menggunakan karakter/tokoh pewayangan dalam cerita mahabarata/baratayudha. Spiritual/Ilmu Ghaib : Asimilasi antara adat spiritual jawa dgn spiritual Hindu, sumber energi dari alam tapi melalui karakter spesifik. Sebenarnya tidak ada hubungannya dgn Islam karena Kejawen mengambil dasar ajaran Hindu, tapi dgn perkembangan jaman ada banyak hal dalam kejawen yang diasimilasikan dgn Islam agar tidak terjadi benturan yang bisa merugikan Islam. Ajaran Kejawen asli itu bisa dipelajari dari Sabdopalon Noyogenggong. Menurut SK Trimurti , Pemimpin umum Majalah Mawas Diri ada 4 macam ngelmu kejawen. Pertama , kanuragan, semacam ilmu untuk memperoleh kesaktian fisik. Kedua, yang disebut ilmu gaib, yang berkat sesultu 'ilmu', orang lantas bisa mengobati dan sebagainya. Ke

Gerakan Kebatinan Dalam Masyarakat Jawa: Sebuah Budaya atau Sebuah Agama Baru?

Para ahli Antropologi dan Sosiologi meyakini bahwa masyarakat Jawa terbagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kepercayaan dan amal agamanya. Beberapa ahli mencoba merumuskan pembagian keompok itu, yang paling terkenal adalah kategorisasi yang dibuat Geertz. Ia mengelompokkan masyarakat Jawa ke dalam kategori sebagai berikut: 1. Santri, yakni golongan masyarakat Jawa yang beragama Islam dan memegang teguh syariat Islam. Mengerjakan segala kewajiban, semacam Shalat, Zakat, Puasa, dan meninggalkan segala keharaman, tidak makan babi, tidak membuat sesajen, dan sebagainya. 2. Abangan, yakni golongan masyarakat Jawa yang beragama Islam namu kurang memegang teguh syariat Islam. Mereka yang tergolong dalam kategori ini tidak shalat, puasa, dan sebagainya. Masih mengerjakan amalan-amalan berbau Hindu semacam sesajen, grebegan, dan lainnya. 3. Priyayi, yakni golongan masyarakat Jawa yang tergolong sebagai darah biru, atau bangsawan. Mereka menempati posisi yang dimuliakan

Mistisisme dan Nasionalisme

Bandung Mawardi, penulis, tinggal di Karanganyar Indonesia dari zaman ke zaman bisa terpahami sebagai ruang geografis, imajinasi politik, atau hantu kekuasaan. Biografi itu terbentuk karena ada partisipasi, menegasi, atau mengafirmasi. Jadi Indonesia memiliki biografi ramai, tapi mengesankan ada permainan dominasi politik, dominasi yang mirip takdir kolonialistik. Rumusan-rumusan dituliskan, dilisankan, atau dipanggungkan. Dominasi politik akhirnya memikat meskipun kadang mengandung muslihat. Sejak itulah komunitas politik terbentuk, agenda perubahan-perlawanan dijalankan, identitas diusulkan, dan ideologi disebarkan. Pikat ini melahirkan nasionalisme. Konon, orang mengakui nasionalisme Indonesia itu lahir dari akar sendiri. Pengakuan ini bisa batal karena nasionalisme itu dipungut, diolah, diformulasikan, didandani dari negeri seberang. Intelektual-intelektual kita yang khusyuk dengan jagat Barat mengusung nasionalisme itu saat studi di lembaga pendidikan kolonial, kuli

Diskriminasi Di Kota Multi-Religi

Surabaya tak hanya merupakan potret kota multietnik, tetapi juga memiliki warna keragaman agama yang cukup mencolok dibanding kota-kota lain di Jawa Timur dengan geliat kehidupan sosial-religi yang dinamis namun sekaligus rentan dengan lahirnya diskriminasi. Beragam varian agama berkembang di kota ini, mulai dari enam agama “resmi” –Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu– sampai agama-agama yang diklaim “tidak resmi” oleh negara, termasuk kelompok penghayat kepercayaan dan agama Tao. Berdasarkan data tahun 2004, Kantor Wilayah Departemen Agama (Kanwil Depag) Jawa Timur, dari total penduduk Kota sebesar 2.711.624, sebesar 2.197.456 adalah pemeluk Islam (muslim). Sementara, populasi Katholik sebesar 166.523, Protestan 254.845, Hindu 47.213, dan 43.587 diantaranya merupakan penganut Budha. Sedangkan agama Konghucu, Penghayat Kepercayaan dan agama Tao sampai saat ini masih belum diketahui berapa jumlah pasti populasi mereka. Sementara itu, tumbuh subur pula beberapa populas

Diskriminasi Di Kota Multi-Religi

Surabaya tak hanya merupakan potret kota multietnik, tetapi juga memiliki warna keragaman agama yang cukup mencolok dibanding kota-kota lain di Jawa Timur dengan geliat kehidupan sosial-religi yang dinamis namun sekaligus rentan dengan lahirnya diskriminasi. Beragam varian agama berkembang di kota ini, mulai dari enam agama “resmi” –Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu– sampai agama-agama yang diklaim “tidak resmi” oleh negara, termasuk kelompok penghayat kepercayaan dan agama Tao. Berdasarkan data tahun 2004, Kantor Wilayah Departemen Agama (Kanwil Depag) Jawa Timur, dari total penduduk Kota sebesar 2.711.624, sebesar 2.197.456 adalah pemeluk Islam (muslim). Sementara, populasi Katholik sebesar 166.523, Protestan 254.845, Hindu 47.213, dan 43.587 diantaranya merupakan penganut Budha. Sedangkan agama Konghucu, Penghayat Kepercayaan dan agama Tao sampai saat ini masih belum diketahui berapa jumlah pasti populasi mereka. Sementara itu, tumbuh subur pula beberapa popu

Kolom Agama Diharapkan Hilang dari Format KTP Baru

Jumat 8 Desember 2006 Kolom Agama Diharapkan Hilang dari Format KTP Baru - Setelah Undang-Undang (UU) Administrasi Kependudukan (Adminduk) diberlakukan, sistem pencatatan diharapkan bakal semakin baik, dengan sistem akses data kependudukan yang akurat. Hingga pada pelaksanaannya format Kartuttanda Penduduk (KTP) tidak perlu lagi mencantumkan agama. Demikian dikatakan Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPR, Mohammad Yasin Kara, Rabu (6/12), saat menyampaikan pandangan resmi FPAN terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Adminduk pada wartawan, di DPR, didampingi Wakil Sekretaris FPAN DPR Tuti Indarsih Loekman Soetrisno. RUU Adminduk yang akan disahkan pada Sidang Paripurna DPR, Jumat (8/12), dinilai telah mengalami beberapa kemajuan, antara lain terkait dengan adanya jaminan bagi para penghayat kepercayaan untuk dicatatkan. "Aparat di lapangan, meski sudah ada UU tetap melakukan praktek diskriminasi. Ada suatu ras tertentu, agama tertentu, dipaksa pindah agam

SKB 2 Menteri untuk penghayat kepercayaan segera disosialisasikan

Solo (Espos)– Perlakuan tidak adil dalam hal pendidikan, hak atas permakaman dan pendirian tempat persujudan hingga kini masih dirasakan oleh sebagian penghayat kepercayaan terhadap Tuhas Yang Maha Esa (YME), yang jumlahnya mencapai sekitar 10 juta orang di seluruh Indonesia. Terkait hal itu, dalam waktu dekat, pemerintah akan mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) dua menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar). SKB dua menteri itu diharapkan bisa memberikan ruang yang lebih luas bagi para penghayat kepercayaan. Sehingga mereka mendapatkan jaminan hak yang sama dalam bidang perkawinan, tempat tinggal, pemakaman, pendidikan dan pendirian tempat peribadatan. Direktur Jenderal (Dirjen) Nilai Budaya, Seni dan Film Depbudpar, Tjetjep Suparman, dalam konferensi pers yang digelar seusai membuka sarasehan nasional penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME, di Hotel Sahid Jaya Solo, Rabu (15/7), mengungkapkan, sejak terbitnya UU No 23 T

Surat Terbuka Djohan Effendi

Jakarta, 7 Agustus 2010 Kepada Yang Terhormat Para Petinggi Negara RI! Para Pemuka Agama! Para Pemimpin Parpol dan Ormas!! Para Cerdik Cendekia dan Tokoh Masyarakat! ---“Berilah kami tempat, Bapak Wali Kota, di mana saja di wilayah kota Mataram ini, di pinggiran yang dianggap angker banyak setannya sekalipun, atau di pekuburan-pekuburan, yang penting kami dapat keluar dari penampungan, hidup normal, menghirup udara kebebasan dan kemerdekaan. Atau, jika telah dianggap menodai agama, telah melanggar UU No.1 PNPS/1/1965, sebagaimana selama ini diancamkan, jebloskanlah kami, Bapak Wali Kota, ke dalam penjara. Kami seluruh warga Ahmadi, pengungsi laki-laki, perempuan, tua, muda maupuan anak-anak, lahir batin, ikhlas dipenjara, tanpa proses hukum sekalipun. Atau jika sama sekali tidak ada tempat bagi kami, di ruang penjara tidak ada tempat bagi kami, di pekuburan-pekuburan juga tidak ada tempat bagi kami, maka galikanlah bagi kami, Bapak Wali Kota, kuburan. Kami seluruh warga Ahmadi pengungs

Nasib penganut aliran kepercayaan di Cireundeu

Konstitusi jelas menyatakan, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya masing-masing. Namun ini ternyata tak berlaku di kampung Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat. Para penganut kepercayaan Sunda Wiwitan di kampung ini tak dijamin kemerdekaannya untuk menjalankan keyakinan. Anak-anak yang terlahir dari penganut kepercayaan, bahkan tak diakui oleh negara. Di sekolah, mereka terpaksa mengakui dan mempelajari agama lain, supaya nilai pelajaran agama tak kosong di rapor. Reporter KBR68H Suryawijayanti berbincang dengan remaja Sunda Wiwitan yang tak sudi jadi pengkhianat kepercayaan mereka. Takut FPI Setahun lalu gerombolan beratribut Front Pembela Islam menyerbu Aliansi Keberagaman di Tugu Monas Jakarta. Deis, Irma, Rini dan Enci saat itu ada di sana. Di kepala mereka, masih terekam jelas peristiwa beringas di hari jadi Pancasila itu. Anak-anak: "Takut, kayak dilempar-lempar batu, takut saja ... Ya tegang terus, pok