Skip to main content

Surat Terbuka Djohan Effendi

Jakarta, 7 Agustus 2010

Kepada Yang Terhormat
Para Petinggi Negara RI!
Para Pemuka Agama!
Para Pemimpin Parpol dan Ormas!!
Para Cerdik Cendekia dan Tokoh Masyarakat!

---“Berilah kami tempat, Bapak Wali Kota, di mana saja di wilayah kota Mataram ini, di pinggiran yang dianggap angker banyak setannya sekalipun, atau di pekuburan-pekuburan, yang penting kami dapat keluar dari penampungan, hidup normal, menghirup udara kebebasan dan kemerdekaan. Atau, jika telah dianggap menodai agama, telah melanggar UU No.1 PNPS/1/1965, sebagaimana selama ini diancamkan, jebloskanlah kami, Bapak Wali Kota, ke dalam penjara. Kami seluruh warga Ahmadi, pengungsi laki-laki, perempuan, tua, muda maupuan anak-anak, lahir batin, ikhlas dipenjara, tanpa proses hukum sekalipun. Atau jika sama sekali tidak ada tempat bagi kami, di ruang penjara tidak ada tempat bagi kami, di pekuburan-pekuburan juga tidak ada tempat bagi kami, maka galikanlah bagi kami, Bapak Wali Kota, kuburan. Kami seluruh warga Ahmadi pengungsi, laki-laki, perempuan, tua, muda maupun anak-anak, siap dan ikhlas dikubur hidup-hidup. …”---

Bapak-bapak Yang terhormat! Kalimat-kalimat di atas saya kutip dari surat yang berisi jeritan warga Ahmadiyah Lombok, yang sejak beberapa tahun ini terpaksa tinggal di penampungan, terusir dari tempat tinggal mereka, hanya karena mereka difatwakan menganut faham yang sesat. Mereka menjadi pengungsi di negeri mereka sendiri. Padahal mereka turun temurun warga negara RI. Mereka turun temurun tinggal di atas bumi yang disediakan oleh Allah Tuhan Yang Maha Rahman, yang menyediakan bumi ini bagi segenap dan seluruh anak-cucu Adam, yang rahmat-Nya dikaruniakan kepada segenap umat manusia tanpa diskriminasi, tidak membedakan beriman atau kufur bersikap kufur kepada-Nya, beragama atau tidak, menganut ajaran yang benar atau ajaran yang sesat.

Peristiwa pengusiran dan pengungsian ini sama sekali bukan kisah fiktif, tapi kisah nyata yang terjadi di negara kita yang berdasarkan Pancasila yang di antara sila-silanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Peristiwa ini terjadi sekarang, tidak di masa penjajahan, tidak di masa Revolusi Kemerdekaan, tidak di masa Pemerintahan Parlementer, tidak di masa Orde Lama dan juga tidak di masa Orde Baru. Tapi terjadi sekarang di masa Reformasi ketika Piagam Hak-hak Asasi Manusia diterima dan dimasukkan dalam Konstitusi kita.

Lalu di mana tanggung jawab konstitusional para Petinggi Negara RI? Di mana tanggung jawab moral para pemuka agama bangsa kita. Di mana hati nurani tokoh-tokoh parpol, ormas, cendeiawan dan pemuka masyarakat kita?Dan sekarang Bapak-bapak yang terhormat, warga Ahmadiyah di Manis Lor, Kuningan sedang terancam, mesjid tempat mereka sebentar lagi menunaikan ibadah tarawih, tadarus, i’tikaf, akan disegel oleh Bupati sendiri.

Pengalaman perih dihalang-halangi dan diganggu untuk menjalankan ibadah menurut keyakinan sendiri juga terjadi di Bekasi. Dua orang umat Bahai masih ditahan di Lampung. Dilarang membuka warung sebagai usaha mencari nafkah sehari-hari. Seorang umat Bahai yang meninggal dunia di Pati terpaksa dimakamkan di bentaran kali karena ditolak Kepala Desa untuk dimakamkan di Pemakaman Umum Desa, bahkan dilarang dimakamkan di lahannya sendiri. Penganut Aliran Kepercayaan Penghayat Ketuhanan Yang Maha Esa, masih dipinggirkan, hak-hak sipil mereka tidak terjamin dan tidak dipenuhi. Daftar berbagai kasus penistaan hak-hak asasi dan hak-hak sipil terlalu panjang untuk dikemukakan. Komnas HAM mempunyai data yang relatif lengkap tentang kasus-kasus seperti ini. Kenapa masih ada warga negara kita yang tidak menikmati kebebasan berkeyakinan dalam negara yang berusia 65 tahuin ini?

Pernahkah kita membayangkan bagaimana kalau nasib yang dialami warga negara yang teraniaya dan terzalimi ini justru menimpa kita sendiri? Pernahkan kita membayangkan betapa perihnya hati kita jika kebebasan kita untuk beriman dan beribadah menurut ajaran yang kita yakini akan menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat kelak direnggut hanya karena kita berbeda dengan keyakinan mayoritas?

Menyaksikan peristiwa-peristiwa memerihkan di atas izinkanlah saya bertanya kepada Para Petinggi dan Penguasa di negeri ini, apakah negara dan pemerintah sudah tidak mampu lagi menjamin, melindungi dan mempertahankan hak-hak asasi manusia dan hak-hak sipil yang tercantum dalam Konstitusi Negara kita bagi kelompok-kelompok minoritas? Kepada siapa lagi mereka harus mengharapkan perlindungan?Kepada Para Pemuka Agama, khususnya al-Mukarrimun Para Ulama, perkenankan saya bertanya, apakah manusia yang non Islam, atau yang menganut ajaran yang dianggap sesat itu, tidak termasuk anak-cucu Adam yang dimuliakan dan dianugerahi rezeki oleh Tuhan (Q. 17:70) sehingga mereka halal dilecehkan, diusir dan diperlakukan seolah-olah mereka tidak berhak hidup di atas bumi Tuhan yang menciptakan mereka?

Andaikan mereka tersesat, apakah mereka tidak bisa menikmati kebebasan sebagaimana mereka yang kufur kepada Tuhan (Q. !8:29) sehingga kita merasa berhak memaksa mereka untuk mengikuti pendapat dan keyakinan kita? Apakah tidak sebaiknya kita mengikuti metoda yang dianjurkan Tuhan dalam menyeru manusia ke jalan Tuhan dengan cara bijaksana, nasehat yang baik dan kalau perlu dengan dialog yang lebih baik lagi; dan akhirnya menyerahkannya kepada Allah sendiri yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dan siapa yang benar-benar beroleh petunjuk? (Q. 16:7). Dan bukankah ketidaksukaan kita terhadap suatu kelompok tidak menghalalkan kita untuk bertindak tidak adil terhadap mereka? (Q. 5:8).Para Petinggi dan Penguasa Negara yang terhormat! Sungguh sukar dimengerti mengapa para aparat negara gamang mengambil tindakan yang tegas dalam melaksanakan Konstitusi dan menjamin hak-hak konstitusional bagi warga negaranya.

Kalaulah memang kelompok-kelompok seperti itu sudah tidak bisa beroleh perlindungan sehingga mereka diperlakukan sebagai manusia yang utuh dan warga negara penuh, apakah tidak mungkin bagi mereka disediakan sebuah tempat (kamp) seperti tempat pengasingan para tapol PKI di Pulau Buru dulu? Atau secara prokaktif Pemerintah menghubungi UNHCR untuk mencarikan negara lain yang bersedia menampung mereka. Dan khusus untujk warga Ahmadi di Lombok, mereka ikhlas untuk dipenjara bahkan dikubur hidup-hidup.

Saya hanya ingin menyampaikan jeritan hati nurani saudara-saudara kita yang menderita. Saya mohon maaf untuk pengungkapan ini. Hati saya merasa tidak tahan lagi melihat penderitaan saudara-saudara yang teraniaya tersebut, dan saya merasa berdosa kalau untuk melakukannya.

Hormat Takzim saya;

Djohan Effendi
Jalan Cempaka Putih Barat XXI no.34
Tel. 021 4280 2349
Jakarta Pusat 10520

APAKAH INI INDONESIA???
atau mafia Arab ???
sampe sekarang pengungsi ahmadiyah sering mengalami diskriminasi dan ditelantarkan :
http://www.tempointeraktif.com/hg/nu...158393,id.html
http://andreasharsono.blogspot.com/2...-asasi_18.html
http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=V1IOXFVRUlVV
http://www.warta-ummat.com/index.php...mum&Itemid=493 --> berita parah orang udah pesrah ditelantarkan sampe mati malah bilang gak ada keluhan!
http://picasaweb.google.com/firdausm...madiyahLombok# --> bukti nyata penghancuran dan pembantaian terhadap ahmadiyah lombok
http://www.primaironline.com/berita/...ngsi-ahmadiyah --> Depsos, dinas sosial pura2 tidak mampu membantu, padahal gam ajah dibantu

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa