Punden Mbah Suro Gembyang masih dalam kesatuan Gua Gembyang.
Tempat mistis ini berada di Dusun Kandangan, Desa Kuripansari, Pacet,
Mojokerto, Jatim. Makam tokoh sakti itu dipercaya masyarakat karena
punya kaitan dengan awal mula keberadaan desa tersebut.
Mbah Gembyang dikenal sebagai cikal bakal (leluhur) sehingga
ditahbiskan sebagai danyang desa-desa di sekitar Gua Gembyang. Benarkah
di punden itu menyimpan berbagai senjata bertuah milik kerajaan
Majapahit?
Dalam penggalian sejarah, tokoh ini disebut-sebut sebagai pengikut
Raden Wijaya, raja pertama Kerajaan Majapahit. Desa Gembyang
dipercayai sebagai tempat persembunyian Raden Wijaya beserta
pengikutnya.
Arkian, dalam sejarah keruntuhan Singasari akibat serangan
Jayakatwang (1292) yang mengakibatkan tewasnya Raja Kertanegara, Raden
Wijaya beserta wadya bala berhasil meloloskan diri.
Mereka hidup dari tempat satu ke tempat lainnya. Masuk hutan wingit jalmo moro jalmo mati sebelum akhirnya menyeberang ke kediaman Arya Wiraraja di Madura.
Keberadaan Makam Mbah Suro memang berhubungan dengan Gua Gembyang.
Mengapa? Menurut penuturan juru kunci Supardi (65) karena goa ini
ditemukan (dibuat) oleh Mbah Suro, orang pertama yang membuka hutan di
sekitar lokasi gua.
Untuk memudahkan penyebutan dipakailah nama Gembyang. Tak
mengherankan di depan pintu masuk gua jasad Mbah Suro disemayamkan di
sana. Makam itu menjadi bagian penting dalam sejarah goa mistis ini.
Makam ini memang tergolong angker. Karena semasa awal berdirinya
Majapahit, wilayah ini dijadikan markas Raden Wijaya, saat ia melarikan
diri dari kejaran tentara Jayakatwang (Kediri).
Saat Raden Wijaya memutuskan untuk meminta perlindungan Banyak Wide
di Madura, maka benda-benda keraton disembunyikan di sini. Salah satu
benda keramat yang ditanam di wilayah ini adalah beberapa pusaka ampuh
milik para ponggawa yang mengikutinya.
“Barang-barang tinggalan keraton ini akhirnya sudah berpindah ke alam kemayan (gaib). Kini piandel (pusaka)
yang berharga itu sudah dikuasai oleh danyang dan Jin penunggu wilayah
Gembyang ini. Maka selayaknya tidak usah diganggu,” lanjut Supardi.
Ketika memandu ke makam Mbah Suro, Supardi mengatakan, bahwa orang
yang berani mengambil benda-benda keramat itu haruslah melalui
perjuangan spiritual yang berat. Sampai kini tak seorang dari pelaku
spiritual itu yang bisa mendapatkannya.
Lain halnya dengan para pendatang yang bermaksud ngalab berkah.
Mereka dengan leluasa melakukan kegiatan spiritualnya tanpa rintangan
yang berarti. Syaratnya, siapapun orangnya yang laku (meditasi, ngalab
berkah) di makam, harus suci lahir batin.
“Bukan mengapa, saat niatnya diterima, pertapa akan melihat peristiwa
yang belum pernah dilihat di alam nyata. Tanda-tanda keberhasilan
pelaku spiritual itu biasanya akan ditemui seorang kakek tua yang
berjenggot putih lebat, Mbah itu berpakaian putih-putih layaknya seorang
pendeta. Ia akan menemui peziarah dan menjawab apakah permohonannya
dikabulkan,” jelasnya.
Uberampe yang harus dibawa oleh pendatang adalah menyan putih (dupa
putih) dan kembang telon. Syarat ini digunakan saat mereka melakukan
meditasi di makam (punden) ini. Ada mitos bahwa sebagian besar para
pendatang yang tulus akan banyak yang menuai keberhasilan.
Terbukti ada seseorang pendatang dari Bandung yang beberapa tahun
lalu berziarah ke makam, akhirnya kembali dan membangun makam ini.
“Orang itu pengusaha dari Kota Kembang. Membawa berkah bagi makam. Ia
punya niat yang mulia untuk membangun makam. Itu karena cita-citanya
terkabul berkat laku ziarah di tempat ini,” kata Supardi.
Lalu bagaimana dengan pusaka-pusaka sakti yang tersimpan disana?
Dapatkah diambil oleh pelaku spiritual atau orang-orang pemburu pusaka
ampuh?
Mereka gagal. Kegagalan itu menurut Supardi, lantaran godaan materi
masih terbawa dalam batin para pelaku. Yang terpikirkan adalah
benda-benda keramat itu saja.
Tentu saja nafsu duniawi ini menyeretnya dalam peristiwa-peristiwa
gaib yang mereka alami. Orang-orang ini gagal melawan besarnya cobaan
yang sering kali muncul. “Bagaimana mungkin mereka betah, cobaannya
teramat berat. Menurut mereka banyak yang digoda mahkluk yang
menyeramkan. Ada juga yang merasa berperang dengan seseorang yang
digdaya sehingga badannya merasa sakit yang luar biasa,“ ujarnya.
Besarnya cobaan itu lanjut lelaki paruh baya ini, bisa juga
disebabkan aji kesaktian, jaya kawijayan yang dimiliki oleh Raden Wijaya
beserta pengikutnya masih punya kaitan mistis. Semacam prabawa yang
besar melindungi keberadaan benda-benda bertuah itu. nar/jss (nasionalisme.co)
Comments