Skip to main content

Punden Desa Terung, Magetan

Punden, tempat Danyang Desa Terung Bersemayam April 28, 2008


Waktu saya masuk SMP 1 Magetan, saya murid satu – satunya yang berasal dari Desa Terung di SMP yang sampai sekarang masih favorit ini. Demikian juga ketika SMA, paling tidak, tidak ada teman setingkat yang berasal dari Desa Terung. Jadi mudah dicirikan bahwa kalau anak Terung ya berarti saya. Bahkan Terung di SMP dan SMA jadi nama kedua saya. Nah ketika saya SMP, guru agama saya heran karena saya ikut ekstrakurikuler Qiro’ah (bukan hanya baca lo ya) Al-quran, sementara saya membaca Al-Quran pun belum lancar. Dan terlebih lagi setelah beliau tahu, saya dari Terung yang katanya merupakan desa yang dikeramatkan dan wingit (Terung secara sosiologis). Di SMA kurang lebih yang saya alami juga nyaris sama. Waktu itu P Sutikno (almarhum), guru PSBP kelas 1, menantang saya untuk membuat karya tulis dan cerita mengani mistis dan keramatnya Terung. Waktu itu saya tidak menanyakan lebih jauh, apakah dia percaya/mengalami atau hanya sekedar mendengar saja.
Maka kali ini akan saya tuliskan (kisah selanjutnya) mengenai Terung, khususnya Punden lokasi pemakaman yang dianggap orang – orang Terung dan sekitarnya sebagai tempat bersemayamnya Danyang Terung.
Punden merupakan komplek pemakaman Kuno di Desa Terung. Lokasi makam ini terletak di ujung Barat Selatan desa Terung. Dari perumahan terakhir desa, makam ini dipisahkan oleh tegalan dan kebun yang sekarang masih cukup rimbun dan lebat. Terutama saat musim hujan, tumbuhan belukar, rerumputan, rumpun bambu dan pohon seno serta pohon lainnya mendapatkan cukup air sehingga cepat menjadi lebat. Makam ini sekaligus menjadi batas desa. Desa tetangga terdekat dari makam ini kira – kira jauhnya bisa 7 – 10 KM dengan sawah dan tegalan di tengahnya. Gambar pemakaman punden dilihat dari jalan seperti tampak pada gambar 1. Kelihatannya sudah lama tidak dibersihkan, sehingga kelihatan dipenuhi semak belukar yan rimbun. Pohon – pohon kamboja juga tumbuh subur dan padat.
Makam Punden dipandang dari Jalan Desa
Dalam komplek pemakaman kuno ini, konon terdapat makam pendiri Desa Terung dan para pembantunya [gambar 2]. Komplek makam ini merupakan central dari Punden, sebuten punden menyebut 3 makam ini. Pendiri Desa Terung ini dikenal dengan Adipati Terung yang merupakan punggawa kerajaan Majapahit di masa akhir kejayaannya. Makam Adipati Terung secara arsitektur terlatak di bagian yang paling tinggi dari makam. Komplek makam ini terdiri dari tiga kijing. Masing – masing kijing hanya merupakan susunan batu bata kuno. Ukuran ketiga kijing ini jauh lebih panjang dari kijing makam biasa. Ketiga kijing ini dikelilingi oleh pagar yang memisahkan komplek makam punden dengan makam – makam penduduk Terung lainnya. Ada aturan tidak tertulis jika kita  akan memasuki komplek 3 makam utama ini. 1. Alas kaki harus dilepas sebelum masuk pintu pagar/gerbang. 2. Jika kita merokok, rokok harus dimatikan di luar gerbang. 3. Beberapa orang  datang /mendekati makam dengan berjalan jongkok dan berjalan mundur ketika keluar.
Sentral Punden, Makam Keramat Adipati Terung dengan 2 Pembantunya
Punden inilah yang saya rasa merupakan Tempat yang paling dikeramatkan oleh Penduduk Desa Terung dan juga penduduk sekitarnya. Penduduk Terung, biasanya meminta sesuatu ke Punden ini. Mereka mengucapkan nadar jika keinginannya berhasil Nadar itu biasanya adalah jika keinginannya terpenuhi mereka akan melakukan nyadran. Nyadran adalah kurang lebih melaksanakan hajatan dengan menyembelih hewan kurban kambing maupun sapi di Komplek Punden ini. Hewan kurban dipotong dan dimasak di sana [saya tidak tahu].sebagai persembahan dan pertanda terlepasnya nadzar mereka.
Saat terakhir saya datang ke punden ini, Sabtu 26 April 2008 yang lalu, saya masih mendapatkan dan merasakan kenyataan bahwa penduduk terung dan penduduk desa di luar Terung masih mengkeramatkan dan menganggap Punden dapat menjadi perantara pemberi berkah, kesalamatan, kebahagian, kelimpahan rejeki dan sejenisnya. Saat pagi – pagi saya datang ke Punden itu ada dua ibu – ibu [di gambar 3]yang baru saja nyekar dan [rasanya] ”
nyuwun” ke Danyang Terung. Mereka bukan orang asli Terung. Saya sempat bertegur sapa dan berbincang dengan mereka. Saya sendiri tidak pernah mengatakan maksud saya datang ke Punden waktu itu. Saya hanya mengatakan bahwa sewaktu kecil saya sering diajak Mbah Kakung ke Punden ini. [Kenyataanya memang begitu dulu, hampir setiap menjelang bulan poso (bulan puasa, meskipun mayoritas orang Terung tidak berpuasa) dan dino bodo (Hari Raya Iedul Fitri), kami selalu ke Punden nyekar. Dan keseharian saya waktu kecil juga sering ke punden ini hanya bermain ataupun mencari rumput, bersama 1 – 2 orang teman kecil dulu]. Sampai akhirnya keluar ucapan ibu – ibu itu dalam bahasa Jawa kurang lebih ”La nggih ngaten saenipun mas, najan lunga tebih – tebih mboten lali kaliayan Danyang Pepundenipun. Sowan nyuwun berkah pengestu supados slamet, ayem tentrem”. Kurang lebih artinya, ”Ya begitu baiknya Mas, meskipun jauh merantau tidak lupa dengan Danyang dan Pepundennya. Datang minta berkah agar selamat dan damai selelu”. Hmmm, saya tidak terkejut dengan ucapannya. Saya hanya tertawa saja dan mengabaikan ucapannya. Ya saya memang datang ke situ sebenarnya hanya untuk mengambil gambar – gambar guna melengkapi cerita blog ini. Terus terang saya sangat prihatin dengan kenyataan ini. Dengan kemampuan dan kapasitas yang ada mudah – mudahan suatu saat saya bisa berbuat sesuatu untuk turut mengurangi paham seperti ini yang masih sangat kental di Desa tanah kelahiran yang mayoritas penduduknya mengaku Islam.
Sentral komplek Punden ini ketiga Makam tadi. Di luar sebelum masuk komplek makam ada semacam pendopo [gambar 3]. Pendopo ini tempat orang berkumpul slametan. Acara slametan di sini biasanya yang rutin 1 tahun sekali yaitu pada acara resik desa. Pada saat itu hampir semua keluarga mengirimkan wakil ke sana, biasanya kaum Bapak dan anak – anaknya. Masing – masing membawa tumpeng dan lauk –pauknya untuk dikumpulkan kemudian di-dongani (di doakan) dan dimakan bersama. Saya dulu juga rutin ikut acara resik desa ini. Wah acara ini dulu sangat kami tunggu – tunggu, karena waktunya makan enak dan rame – rame. Paling tidak akan ada ayam panggang dan telur rebus lengkap dengan sayur urapannya. Bagi kami, makan ayam rumusnya hanya dua :1. Waktu slametan baik kelurga sendiri yang punya hajat ataupun diundang tetangga. 2. Kalau ada ayam peliharaan mati, nah ayam yang mati itulah yang disembelih. Selain slametan resik desa itu pendopo ini biasanya digunakan untuk nyadran yang merupakan hajat pribadi/keluarga dengan mengundang sanak sodara sekampung.
gambar 3, Pendopo Tempat Acara Slametan dilaksanakan. Terlihat dua ibu selesai \"ziarah\"
Paling ujung, ada bangunan Dapur lengkap dengan tungkunya. Ini digunakan untuk tempat memasak hewan kurban [gambar 4]. Lihat gambar 5, gambar ini saya potret Sabtu minggu kemarin. Tungkunya masih kelihatan hangat dan terasa bekas digunakan untuk memasak. Kelihatannya, belum satu bulan ada warga kami yang nyadran di sana. Lalu kalau saya diamati gambar ketiga makam itu, selalu ada bunga segar di atas makamnya. Kelihatannya masih sangat sering ada orang yang nyekar.
Dapur tempat memasak hewan yang dikorbankan.. 
Bagi yang suka dengan dunia mistis dan beberapa waktu yang lalu menjadi reality show di beberapa stasion TV, mudah – mudahan masih ingat dengan acara Reality Show Dunia Lain di TransTV sekitar tahun 2004 – 2005 yang lalu. Kebetulan waktu itu saya melihatnya. Di salah satu episode Dunia Lain TransTV tempat untuk uji nyali peserta adalah punden ini. Saya mendapatkan cerita menarik mengenai kisah dibalik acara Dunia Lain ini, dari Kepala Desa. Kebetulan waktu itu Kepala Desa Terung adalah famili dekat saya, sehingga dia tahu kronologisnya dan kepadanya lah crew TV minta ijin. Waktu pulang minggu kemarin saya juga mendapatkan sisi lain dibalik syuuting ini.Paling tidak ada dua peserta (dua – duanya bukan orang Terung)uji nyali selama 2 jam dibiarkan sendiri di lokasi Makam Punden ini. Satu peserta tidak kuat dan pingsan di tempat. Beberapa hari kemudian, peserta ini meninggal dunia. Kalau benar peserta ini meninggal, sulit juga membuktikan itu karena keberaniannya ”menantang” punden. Kemudian ada satu peserta yang lolos uji nyali selama dua jam dia mendapatkan uang Rp. 1.5 Juta dari TransTV. Beberapa waktu setelah itu, katanya badan nya gatal – gatal dan tidak kunjung sembuh. Lalu yang dia lakukan adalah bersama Juru Kunci Punden (yang orang Terung) datang ke Punden untuk nyekar. Setelah itu gatal – gatalnya sembuh. Wah saya saya tidak sempat ketemu yang bersangkutan untuk konfirmasi karena waktu pulang saya yang terbatas. Saya hanya mendapatkan khabar dari teman main saat sempat ngobrol Jum’at malam lalu.
Saya memang tidak pernah dapat memenuhi tantangan P Sutikno, guru PSBP saya itu. Tapi paling tidak saya sudah menuliskan dalam catatan blog ini. Saya tuliskan situasi Desa saya dengan keprihatinan sebenarnya. Kami mengaku Islam, tetapi yang kami lakukan berlawanan dengan ajaran Islam. Kami mengaku Islam, tetapi aturan dan syariah Islam tidak pernah kami lakukan, atau paling banter kami campur adukkan dengan ajarang animisme dan sinkritisme. Terkadang kami tahlilan, tetapi dalam tahlil itu ada sesajen. Kami mengucapkan fatekah (maksud kami Al-fatihah) tetapi berdampingan dengan mantra ”Bapa Danyang, Kaki Danyang ingkang mengku pepunden terung” dan seterusnya.
Tungku Punden yang masih hangat 
Saya tidak akan peduli dan tidak perlu merasa berdosa mungkin, jika mereka tidak mendeklarasikan sebagai Islam. Ya mereka Islam, paling tidak saat mereka nikah, syahadat mereka ucapkan, itu kalau KTP belum cukup menunjukkan pengakuan mereka sebagai orang Islam.
Semakin terasa betapa kerdil dan tidak berdayanya saya. Melihat kenyataan seperti ini, saya tidak bisa melakukan apa – apa. Hanya sebuah niat dan tindakan kecil yang bisa saya usahakan. Mudah – mudahan di tengah kesulitan dan hambatan, saya yakin akan ada bantuan dan kemudahan untuk memulainya dan melanjutkannya.
Terakhir, sebagai pendamai dan pendingin.  Ini panorama batas Desa Terung sisi Barat, dengan latar belakang Gunung Lawu. Banyak cerita mistis juga di sana. (moedjionosadikin)

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa