Skip to main content

Peringatan 1 Suro dan Deklarasi Kota Bhinneka


Peringatan 1 Suro dan Deklarasi Kota Bhinneka
Dalam rangka memperingati datangnya 1 Suro 1949 Saka Jawa, Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia [MLKI] Jawa Timur bersama dengan MLKI Kabupaten Tulungagung menggelar acara Sarasehan dan Pagelaran wayang kulit. Perhelatan ini digelar pada Sabtu, 7 November 2015, di halaman kampus Institut Agama Islam Negeri [IAIN] Tulungagung.
Sekali lagi, MLKI Jawa Timur bekerja sama dengan Pusat Pendidikan Hak Asasi Manusia dan Islam [PusdikHAMI] IAIN Tulungagung untuk menyukseskan acara tersebut. Acara yang dipersiapkan dengan matang itu menyedot perhatian tidak kurang dari 1000 kadhang-kadhang Penghayat Kepercayaan se-Jawa Timur. Acara juga dihadiri oleh delegasi lintas agama/keyakinan se-Kabupaten Tulungagung, Muspida, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [DPRD] Tulungagung, Suprion, SE., M.Si., dan Rektor IAIN Tulungagung, Dr. Maftukhin.
Sarasehan budaya disampaikan oleh Rektor IAIN Tulungagung, dengan membawakan tema “Dari Tulungagung Untuk Nusantara”. Tidak banyak yang memahami bahwa gagasan kebhinnekaan Indonesia sesungguhnya datang dari kota pinggiran yang tidak banyak dikenal ini. Tulungagung, menurut Rektor IAIN, pada masa lampau merupakan wilayah suci yang sangat dihormati. Ini dibuktikan oleh banyaknya situs peribadatan, dan situs pendidikan baik pada masa Erlangga hingga masa Majapahit.
Gagasan kebhinnekaan sendiri sumbernya adalah Ratu Majapahit yang pendharmaannya ada di Tulungagung. Ia adalah Ratu yang sangat terkenal dan menjadi arsitek bagi gagasan penyatuan Nusantara dan ide kebhinnekaan. Gayatri Raja Patni putri Kertanagara. Dalam kesempatan ini juga, Dr. Maftukhin menegaskan bahwa sudah seharusnya Tulungagung merawat warisan tersebut, dengan menggali dan memperkaya bukti sejarah terkait dengan hal tersebut.
Salah satu hal menarik dari Sarasehan dan Peringat 1 Suro ini adalah pagelaran wayang kulit yang tidak lumrah. Atas masukan pelbagai pihak, wayang kulit digelar dengan melibatkan lima dalang sekaligus. Hebatnya, ada satu dalang perempuan. Semua dalang berasal dari kota tersebut. Pagelaran wayang yang membawa lakon “Semar Mbabar Wahyu Jati Diri” itu cukup memeriahkan suasana dan menjadi yang pertama kalinya sebuah lakon wayang dimainkan oleh lima dalang sekaligus. Lima dalang itu adalah: Ki Dalang H. Achmad Pitono; Ki Agung Kondo Asmoro; Nyi Siti Arum Fatonah; Ki Siswondo, dan; Ki H. Rigan.
IMG_1145
Sebelum pagelaran wayang dimulai, MLKI bersama dengan komintas lintas agama/keyakinan di Tulungagung mendeklarasikan Tulungangung sebagai kota bhinneka. Ir. Sukriston, ketua MLKI Tulungagung, bersama dengan tokoh-tokoh lintas agama/keyakinan membacakan naskah deklarasi tersebut.
Deklarasi
“Tulungagung Kota Bhinneka”
Masyarakat Tulungagung dengan ini menyatakan keyakinannya pada tata kehidupan berbhinneka. Inilah tata kehidupan tertinggi yang digali dari nilai-nilai adiluhung bumi Nusantara.
Kami meyakini, semangat kebhinnekaan lahir dari bumi Tulungagung. Perintisnya adalah Gayatri RajaPatni. Beliau adalah arsitek dan peletak dasar gagasan kebhinnekaan. Kini, setelah ratusan tahun ajaran itu masih lestasi. Kami percaya inilah ajaran yang menjamin semua orang hidup damai perdampingan.
Dengan ini, kami masyarakat Tulungagung kembali menegaskan komitmen untuk hidup berbhinneka:
  1. Hidup berdampingan secara damai dan menjunjung tinggi penghormatan atas perbedaan.
  2. Saling menghormati kebebasan setiap orang atau kelompok dalam menjalankan agama dan keyakinannya.
  3. Menghormati perbedaan suku, agama, dan keyakinan yang berkembang di masyarakat.
  4. Ikut berjuang membangun bangsa yang berkepribadian dan menjunjung tinggi nilai-nilai adi luhung yang diwarisi dari bumi Nusantara.
  5. Ikut berjuang dalam membangun kedaulatan bangsa, terutama kedaulatan budaya, moral, serta kedaulatan politik dan ekonomi.

Tulungagung Bersatu, Manunggal, Merdeka!!!
Piagam ini Dideklarasikan di Tulungagung, 7 November 2015                           (MLKI)

Comments

Sudah saatnya tampil, sebagai pengayom dan penerang dunia.

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari ...

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa...

Manembah marang Gusti Kang Akaryo Jagad

Manembah marang Gusti Kang Akaryo Jagad (Menyembang kepada Gusti (Tuhan) yang membuat Dunia seisinya) Masyarakat Kejawen memiliki cara panembah (menyembah Gusti Akaryo Jagad) bermacam-macam. Bagi masyarakat Kejawen, tidak ada ketentuan ataupun cara tertentu dalam melakukan Panembah marang Gusti Akaryo Jagad. Dalam melakukan Panembah, ada empat macam panembah yang ada. Hal itu bisa kita simak dari penggalan Kitab Wedhatama sebagai berikut: Samengko ingsun tutur, Sembah catur supaya lumuntur, Dhihin raga cipta jiwa rasa karsa, Ingkono lamun ketemu, Tandha nugrahaning Manon. (Sekarang aku jelaskan tentang empat macam sembah. Yaitu Sembah Raga, Sembah Cipta, Sembah Jiwa dan Sembah Rasa. Disitu akan ketemu, tanda rahmatnya GUSTI Akaryo JAgad,Gusti Ingkang Moho Kuwoso-dudu Rojo nanging gusti kang maringin urip lan Mati) Panembah adalah berasal dari kata Sembah yang berarti kita mempersembahkan sesuatu. Tetapi yang terjadi sekarang ini justru kita melakukan sembahyang.Sembahyang artinya meper...