Posted on 17 May 2007 by bataviase
Pada 1950 Mr. Wongsonegoro
mempopulerkan Kepercayaan dengan istilah kebatinan. Dan sejak itu ia
mulai menggagas sebuah forum nasional untuk mendiskusikan mengenai
kebatinan.
Pada tahun 1955 ia mempelopori Konggres Kebatinan berskala nasional
yang diselenggarakan di Semarang selama tiga hari, 19-12 Agustus 1950.
Kongres itu dihadiri 70 aliran yang ada di Indonesia dan melahirkan
sebuah organisasi bernama Badan Konggres Kebatinan Indonesia (BKKI). Mr.
Wongsonegoro duduk sebagai ketuanya.
Konggres pertama itu menjadi titik awal perkembangan mengenai
organisasi kepercayaan. Dari pandangan soal kebatinan, yang bukan
klenik, yang tak bertentangan dengan agama dan bukan agama baru, yang
mendukung asas Pancasila, sampai masuknya organisasi ke struktur
pemerintahan negara. Dan organisasi Kepercayaannya pun berubah-ubah
bentuk dan namanya. Nama konggres pun berganti menjadi munas, musyawarah
nasional.
Di Yogyakarta pada 27-30 Desember 1970 digelar Musyawarah Nasional
Kepercayaan dengan melahirkan wadah baru bagi penghayat kepercayaan,
yaitu Sekretariat Kerjasama Kepercayaan (SKK). Selain itu terbentuk
delegasi Munas Kepercayaan yang dipimpin Mr. Wongsonegoro untuk
memperjuangkan legalitas Kepercayaan.
Delegasi ini menemui Presiden Soeharto, yang kemudian kepercayaan diakui di Indonesia.
Pada 1973 MPR menetapkan Kepercayaan (Terhadap Tuhan Yang Maha Esa) diakui oleh negara disamping agama.Pada 1973 Munas ketiga Kepercayaan digelar di Tawangmangu, Solo. Hasilnya, organisasi kepercayaan SKK diganti menjadi HPK (Himpunan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Organisasi HPK ini yang sampai sekarang menaungi dan memperjuangkan kepentingan kelompok-kelompok penghayat kepercayaan di seluruh nusantara.
Pada 1973 MPR menetapkan Kepercayaan (Terhadap Tuhan Yang Maha Esa) diakui oleh negara disamping agama.Pada 1973 Munas ketiga Kepercayaan digelar di Tawangmangu, Solo. Hasilnya, organisasi kepercayaan SKK diganti menjadi HPK (Himpunan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Organisasi HPK ini yang sampai sekarang menaungi dan memperjuangkan kepentingan kelompok-kelompok penghayat kepercayaan di seluruh nusantara.
Perhatian pada Kepercayaan semakin besar diakui di negeri ini ketika
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 1978 menetapkan pembentukan
Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Arymurty, Sekjen HPK menjadi Direktur pertama di
Direktorat Kepercayaan TYME. Dan sekarang Direktorat Kepercayaan di
bawah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, direkturnya Sulistyo Tirtokusumo, seorang penari yang pernah menciptakan tari bedhya: Bedhaya Suryasumirat untuk Puro Mangkunegaran, Solo. [BASIL]
Comments