Skip to main content

Ritual Tungguk Tembakau, Tradisi Petik Tembakau Awali Panen Di Boyolali



Boyolali – Warga Desa Senden, Kecamatan Selo, Boyolali menggelar tradisi Tungguk Tembakau, Rabu (3/8). Ritual Tungguk Tembakau adalah ungkapan syukur para petani tembakau kepada Tuhan atas hasi panen tembakau tahun ini.

barisan depan kirab menuju makam petilasan
barisan depan kirab menuju makam petilasan

Ritual diawali dengan kirab gunungan tembakau, gabungan hasil bumi, dan diiringi sejumlah kesenian tradisional. Kirab dilakukan dari Balai Desa Senden hingga makam petilasan Gunungsari yang berada di puncak bukit kaki gunung Merbabu tersebut. Ribuan warga tampak antusias mengikuti kirab meski harus berjalan kaki menanjak hampir 2 km. Dalam ritual tersebut, para warga mengenakan pakaian adat.

Kirab gunungan tembakau oleh para petani tembakau
Kirab gunungan tembakau oleh para petani tembakau

Ritual yang mereka laksanakan bisa diartikan sebagai doa agar jerih payah petani selama enam bulan mulai dari mengolah lahan hingga panen tembakau bisa terbayarkan dengan panen yang melimpah.

Pelaksanaan ritual tahun ini dibuat cukup meriah dan serentak dilaksanakan oleh warga di sebelas dukuh di Desa Senden. Ritual tersebut bukanlah ritual baru. Namun, beberapa tahun ke belakang, budaya tersebut padam, dan ritual dilaksanakan sendiri-sendiri oleh petani di rumah masing-masing.

Keyakinan mendapat berkah membuat mereka tetap berdiri tegak melakukan kirab. Usai memanjatkan doa, ritual dilanjutkan dengan kenduri bersama yang dilangsungkan di jalan menuju makam.

Dalam Ritual Tungguk Tembakau turut hadir Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Sri Hartini, Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Adrianus Waworuntu,serta Ketua Komisi IV DPRD Boyolali Ribut Budi Santoso.

Sesampainya di makam petilasan, dilakukan pemetikan perdana daun tembakau oleh Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi serta Dekan FIB UI.

Pemetikan perdana daun tembakau oleh Direktur Kepercayaan dan Tradisi dan Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Pemetikan perdana daun tembakau oleh  Direktur Kepercayaan dan Tradisi dan Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

“Ritual semacam ini perlu dilestarikan sebagai pranata sosial yang dapat menumbuhkan harmoni dalam masyarakat,” kata Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan, Sri Hartini.

Beliau berharap tradisi dan ritual Tungguk Tembakau ini bisa dilestarikan dan bisa menjadi potensi wisata bagi Desa Senden. Ritual tersebut menarik perhatian wisatawan karena gelarannya yang cukup unik.

Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YMEdan Tradisi menyampaikan pesan dalam Ritual Tungguk Tembakau
Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YMEdan Tradisi menyampaikan pesan dalam Ritual Tungguk Tembakau

Selanjutnya para petani tembakau serta warga bersama-sama memanjatkan doa seabagai rasa syukur dimulainya panen tahun ini.

Suasana khidmat doa bersama dalam ritual tungguk tembakau
Suasana khidmat doa bersama dalam ritual tungguk tembakau

Dilanjutkan dengan makan bersama oleh para warga serta para petani tembakau.

Suasana makan bersama pada ritual tungguk tembakau
Suasana makan bersama pada ritual tungguk tembakau

Agenda selanjutnya setelah pidato serta sambutan dari para pejabat yaitu perebutan tumpeng dari tiap dukuh. Para warga sangat bersemangat dalam memperebutkan tumpeng. Mereka yakin akan berkah dan rezeki yang melimpah  setelah mengambil tumpengan tersebut.

Kesenian tradisional dipentaskan oleh para warga yang tergabung dalam komunitas budaya setempat juga turut memeriahkan rangkaian acara Festival Tungguk Tembakau  tahun 2016 di Boyolali.

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t