RENUNGAN TENTANG “KELUARGA”
Oleh
: YP. Sukiyanto
(Sesepuh Paguyuban Kekadangan Liman
Seto Pusat Blora)
Pembukaan
Makhluk hidup di dunia berkembang
semakin banyak setelah mengadakan asimilasi dan reproduksi. Bagi manusia,
asimilasi ini pada umumnya diwujudkan dengan symbol pernikahan / perkawinan
yang secara sosiologis disahkan oleh hokum yang dibuat oleh manusia sesuai
norma yang berlaku dimasyarakat.
Adapun tujuan berkeluarga pada
umumnya adalah mencapa rasa BAHAGIA secara bersama-sama, antara ayah, ibu, anak
ataupun anggota keluarga lainnya. Namun, dalam masyarakat terjadi berbagai
keadaan yang menyebabkan situasi-situasi aneka ragam ; ada yang tenang,
tentram, ceria, sukacita ; tetapi adapula keluarga yang cenderung kacau, muram,
bermasalah, penuh goncangan, dll, yang menunjukkan keadaan sebaliknya dari apa
yang di idamkan anggotanya.
Dengan uraian yang merupakan
perenungan dan penelaahan panjang ini, saya mengajak pembaca untuk ber-sharing
/ bertukar pendapat dengan para pembaca agar menemukan pemecahan masalah yang
terjadi dalam keluarga. Terutama untuk para calon keluarga baru agar kiranya
mampu mempersiapkan didi berbekal pengalaman yang terpapar dalam tulisan ini.
Uraian tulisan ini saya buat
berdasarkan materi-materi komunikasi antara saya dan antara saudara-saudara
komunikan, yang telah mengadakan CURHAT selama ini. Akan tetapi, karena kurang
mampu menulis / berbahasa dengan baik
(karena saya malas belajar), maka banyak kekurangan tehnik penulisan ataupun
kwalitas (mutu) isinya. Untuk itu saya mohon maklum dan maaf sebesar-besarnya;
terutama bagi para pembaca yang merasa “terganggu” atas isi tulisan ini, namun
bukan maksud saya untuk membuat rasa tidak nyaman, melainkan karena saya kurang
mampu mengungkapkan maksud hati saya.
Alangkah senangnya, apabila nanti ada
saudara-saudari yang sudi mengkritik, menelaah tulisan ini, syukur apabila ada
yang sudi mengurangi, mengubah, menambah, atau menyempurnakan isinya; agar
dapat lebih mengena dan menambah kegunaan bagi pembaca lainnya. Untuk itu saya
mengucapkan sekali lagi terima kasih. Berkat dan rahmat TUHAN menyertai kita
semua.AMIN.
Syaloom,
YP.SUKIYANTO
(Penulis)
Adapun isi buku ini saya rangkum dari :
1.
Buku
– buku Antropologi dan Sosiologi di sekolah – sekolah
2.
Beberapa
Yen Cin Pan (Sidang Dharma) yang diselenggarakan secara periodik pada kalangan
Thien Tao di Bodi Thang Jepon – Blora, Tao Yi Ji Pan di Surabaya, San Thien Hwa
Hwe (Sidang Dharma 3 Hari) di Malang dll.
3.
Penelaahan
keluarga dalam hidup sehari-hari, melalui komunikasi (CURHAT) para komunikan.
ü Manusia FRAGMATIS
Melandasi Tindakan dengan
mengutamakan mana yang dapat di jangkau lebih dulu.
ü Manusia POLITIS
Menitik beratkan tujuan yang perlu
dicapai dengan mengabaikan apa yang kurang berguna bagi dirinya.
ü Manusia PROFAN
Menilik kehidupan dari sisi denuniaan
yang nyata
ü Manusia RELIGIUS
Memandang kehidupan dari sisi
keagamaan pada umumnya terdiri dari 2 jenis, yaitu : Jiwa TEOLOGIS ; yang
berpegang dari pengetahuan keagamaan dan Jiwa TEOSOFIS (penghayat) yang
berpegang dari APA YANG TERSIRAT dala kehidupan.
ü Dll, Dll, Dll
Adapun jenis-jenis kepribadian
manusia tersebut, amat berpengaruh pada keharmonisan dalam keluarga, manakala
antara suami dan isteri (bahkan anak-anak) memiliki kepribadian yang
berbeda-beda.Bagaimana keadaannya bila setiap hari si anak menyetel lagu-lagu
pop, rock, under ground, dll padahal si ayah ahli main music keroncong,
sedangkan si isteri adalah seorang penari jawa yang maniak dengan gending –
gending tradisional jawa?
Kondisi-kondisi tersebut di atas
merupakan penyebab ke tidak harmonisan (DISHARMONIS) secara PSIKHIS (Kejiwaan).
Namun ada pula penyebab disharmonis secara fisik.
·
Beberapa penyebab disharmonis secara fisik, antara lain :
1. Cacat Fisik
Badan atau
anggoa badan yang tak sempurna adakalanya menyebabkan rasa malu pada diri
seseorang atau pasangannya dan anggota keluarga yang lain. Barangkali kondisi
khusus atau suatu kelebihan yang lain atau kemampuan khusus mampu
“menyudutkan” perasaan MENERIMA pada diri sendiri atau pasangannya. Mungkin pula
pengetahuan / pengertian kejiwaan yang lebih tinggi seperti kerokhanian,
ketuhanan (Tentang Karmapala, takdir, kodrat, dll) akan menguatkan penerimaan
pasangan atau anggota keluarganya.
Beberapa Jenis Cacat FISIk :
§ Cacat ASAL
Merupakan
“cacat bawaan”
§ Cacat “BARU” Pra-Nikah
Cacat
yang diperoleh sebelum pernikahan terjadi, namun pernikahan tidak dapat
dibatalkan.
§ Cacat “BARU” Pasca Nikah
Cacat
yang diperoleh setelah pernikahan terjadi.
2. Kondisi Kesehatan
Penyakit-penyakit
tertentu menjadi penyebab keadaan disharmonis, baik penyakit “baru” ataupun
penyakit “lama” (kronis) mampu menyita perhatian lebih besar bagi seluruh
anggota keluarga, sehingga manyebabkan ke-“tidak nyamanan” situasi jiwa.
Biasanya
kesehatan manusia diengaruhi oleh beberapa hal seperti : kebersihan,
keteraturan, kebiasaan-kebiasaan pada pola makan, pola istirahat / rekreasi,
pola pernafasan, dilengkapi oleh KETENANGAN Jiwa seseorang. Situasi jiwa
seseorang berpengaruh atas kesehatan badan manusia.
3. Cacat Mental
Situasi
mental (cipta – rasa – karsa) manusia perlu diseimbangkan, agar tercipta
ketenangan jiwa. Ada 3 macam ke-tidak seimbangan mantal kejiwaan :
a. CIPTA terlalu besar
Cipta
manusia merupakan sumber lahirnya ide, inspirasi, agan-angan, lamunan, dll
secara awal. Seluruh cita-cita manusia berawal dari CIPTA dalam porsi yang
terlalu besar. CIPTA membuat seseorang menjadi IDEALIS, PELAMUN, PEMIMPI, tanpa
mampu berbuat apapun. Analisa rasa dan kekuatan KARSA yang kecil membuat
situasi FRUSTASI.
b. RASA terlalu besar
Rasa
manusia melahirkan : penasaran (emosi-emosi), pertimbangan / perhitungan – perhitungan (analisa-sintesa)
yang menciptakan keputusan tentang NILAI (penyimpulan tentang yang baik dan
yang buruk). Membesarnya RASA manusia menyebabkan pertimbangan dan perhitungan
yang terlalu besar sehingga melahirkan sikap RAGU dan TAKUT MELANGKAH.
Membesarnya
penyimpulan Nilai (baik-buruk) menimbulkan RASA SEDIH, SENANG, CINTA-BENCI,
PUAS-KECEWA, dll. Yang selalu menggoyang ketenangan jiwa.
c. KARSA terlalu besar
Karsa
manusia adalah suber lahirnya kehindak hasrat, kemampuan, dorongan (drive) dll,
yang menyebabkanmanusia bertindak / berbuat.
Membesarnya
KARSA menimbulkan sikap aktif berbuat “pemaksaan” diri atau orang lain
untuk berbuat sesuai keinginannya.
KESEIMBANGAN :
Yang dimaksud dengan KESEIMBANGAN
MENTAL tidak lain adalah keseimbangan CIPTA – RASA – KARSA manusia. Seimbang
bermakna SAMA BESAR / SAMA KUAT
Menseimbangkan
CIPTA – RASA – KARSA berarti memadukan PIKIRAN – PERTIMBANGAN dan KEINGINAN
sedemikian rupa sehingga tak ada salah satu “yang menang”. “Pertarungan” ketiga
unsur kejiwaan ini bila seimbang menimbulkan kondisi DIAM namun AKTIF.
Dikarenakan sifat AKTIF dalam DIAM (istilah jawa : Urip sakjroning pati” =
KEHIDUPAN DALAM KEMATIAN) inilah emungkinkan HIDUPnya RUAS-CIPTA, RUAS-RASA,
RUAS KARSA yang berwujud FEELING, INTUISI, INDRA ke-6, HATI NURANI, SANUBARI
atau apapun istilahnya.
Keheningan
jiwa ini membuat batin jernih sehingga tercipta suasana TENANG, DAMAI, TENTRAM
dalam jiwa seseorang. Dengan demikian FIRMAN / KEHENDAK TUHAN yang “bersemayam”
dalam HATI – NURANI mampu ditangkap dengan jelas oleh indera ke-6 yang akan
diuraikan dalam CIPTA – RASA – KARSA manusia kembali. Barangkali inilah yang
dimaksudkan dengan KEBAHAGIAAN SEJATI, yaitu kebahagiaan dalam kehendak “Langit”
/ Tuhan yang Maha Tinggi.
4. CACAT INTERAKSI INTERPERSONAL
Interaksi
artinya “antar hubungan” atau hubungan antara seseorang dengan yang lain. Dalam
hal ini antara suami dan isteri, atau orang tua dan anak.
Interpersonal
interaction ini dapat terjadi bersifat fisik, psikhis ataupun mental; yang
rata-rata di sebabkan oleh PERBEDAAN DASAR, PERBEDAAN STATUS, PERBEDAAN KONSEP,
ARGUMENTASI, POTENSI-POTENSI dll.
Beberapa
perbedaan yang banyak terjadi di masyarakat, misalnya :
·
BUDAYA
KEPERCAYAAN dan ASAL – USUL
Suami
– isteri dengan latar belakang budaya yang berbeda merupakan bahan perpecahan
hubungan keluarga. Demikian pula kepercayaan / keyakinan seseorang berpengaruh
atas perpecahan tersebut misalnya antara :
o
Manusia
tradisional VS manusia modern
o
Suami
optimis dengan isteri pesimis
o
Suami
bodoh VS Isteri CERDIK (dan sebaliknya)
o
Si
kaya dengan si miskin
o
Bangsawan
dan orang jelata
o
Agamawan
dengan orang profanes
o
Antar
penganut agama yang berbeda
o
Satu
agama tetapi yang satu mendalam yang satu yang satu asal-asalan
o
Si
hemat dan si dermawan
o
Dll,
dll, dll
·
LIBIDO
SEKSUALITAS
Pemenuhan
libido seksualitas merupakan salah satu tujuan dasar berumah tangga. Naluri
seks merupakan KODRAT makhluk hidup : tumbuhan, hewan dan manusia. Namun karena
tumbuhan dan hewan tak memiliki Cipta – Rasa – dan Karsa, maka berproses secara
naluriah belaka. Sedangkan karena manusia memiliki Cipta – Rasa – Karsa; naluri
seks di-“campuri” oleh nafsu (kehendak) /
hasrat. Apabila pertimbangan CIPTA RASAnya terkalahkan oleh KARSAnya, hilanglah
sifat Hati Sanubari / Nurani. Maka muncullah sifat binatang di dalam diri
seseorang. Inilah sebabnya deperlukan adanya HUKUM NORMA, ETIKA untuk mengatur
manusia dlam kehidupannya.
Adapun kemelut rumah tangga yang
berhubungan dengan masalah seks dapat diamati pada masyarakat yang biasanya
berkisar pada:
Ø Perbedaan potensi seksualitas antara
suami-isteri (Suami super atau isteri hyper) menyebabkan tidak adanya kepuasan
salah satu pasangan, maka apabila rambu-rambu NORMA dan NILAI pribadi kurang
kuat akan terjadi “perburuan” kepuasan di luar rumah-tangga.
Ø DISFUNGSI SEX karena peristiwa fisik
dan mental penyakit-penyakit tertentu, kecelakaan, tekaan mental (sedih, takut,
malu, dll) menyebabkan hilang atau menurunnya potensi dan aktivitas hubungan
suami isteri.
Ø KEBOSANAN
Manusia
memiliki tasa Jenuh / Bosan pada suatu hal yang bersifat sama dan
berulang-ulang. Hal ini meliputi: pekerjaan, cara makan / menu, cara tidur,
sampai dengan hubungan seks antara suami-isteri. Dengan demikian ada
kemungkinan seseorang memperoleh variasi dan pergantian kondisi. Apabila dalam
satu keluarga tak mampu menciptakan “perubahan” / pembaharuan, maka ada
kemungkinan seseorang mencari variasi tersebut ke-“Luar Rumah”. Dan manakala
hal ini berhubungan dengan hubungan seks suami-isteri, maka akan terjadilah
“kenakalan bapak” atau “kenakalan ibu” (perselingkuhan).
Ø PERUBAHAN FISIK
Mnusia
memiliki DAYA NILAI terhadap sesuatu di luar dirinya. Disinilah muncul kriteria
yang baik, yang buruk, yang agak baik, dan agak buruk, yang indah, yang jelek,
dll. Tidak dapat disangkal bahwa seseorang memiliki sesuatu hal selalu di
dasari oeh rasa SIMPATI ini. Termasuk dalam pernikahan suami atau isteri,
kriteria ini selalu merupakan acuan sebagai tolok ukur.
Dalam proses rumah tangga, terkadang
suami atau isteri tidak mampu mempertahankan kondisi fisik seperti semula.
Utunglah jika perubahan fisik ini mengarah pada idealisasi ang menuju
perbaikan, misalnya :
o
Semula
terlalu gemuk / kurus berubah ideal
o
Semula
lemah sakit – sakitan berubah menjadi kuat / sehat
Ababila terjadi kebalikannya, besar
kemungkinan akan merupakan bibit ke”tidak senang”an dalam keluarga.
Masih
banyak peristiwa dalam proses kehidupan keluarga yang mengarah pada terjadinya
PERUBAHAN situasi, kondisi fisik maupun kejiwaan Suami-isteri atau anggota
keluarga yang dapat memicu keretakan hubungan intim suami isteri sehingga
menuju pada perpecahan keluarga.
SOLUSI :
Secara umum keretakan sebuah keluarga
terjadi karena PERBEDAAN-PERBEDAAN seperti terurai terdahulu. Oleh Karena itu
perlulah diadakan antisipasi pada pemecahan masalahnya; misalnya :
o
SALING
MEMBUKA HATI, MEMBUKA DIRI :
Dengan
kesiapan menerima KELEMAHAN dan KEKURANGAN pasangannya, berdasarkan pengertian
bahwa TIDAK ADA manusia yang sempurna.
o
PENYADARAN
bahwa pasangan hidup adalah milik TUHAN yang harus disyukuri, dijaga,
dihormati, disayangi keberadaannya sebagai TANDA IBADAH kepada TUHAN.
o
MEMBUKA
JALUR KOMUNIKASI, agar suami-isteri memiliki SATU VISI – SATU MISI – SATU
KONSEP keluarga yang diIkrarkan untuk dilakukan bersama, terutama dalam
menghadapi masalah-masalah yang temporer, yang perlu dipecahkan segera.
o
TIDAK
SALING MENYEMBUNYIKAN SESUATU (Ber-Rahasia) kecuali yang memang TIDAK HARUS /
TIDAK BOLEH dibuka untuk orang lain (Rahasia Perusahaan, Negara, Corp, Kelompok
Kerokhanian, bisnis, dll).
o
SALING
MENDUKUNG, MEMBELA, PEDULI, MELINDUNGI, MEMAKLUMI & MENGAMPUNI (Perwujudan
kasih-sayang) antara anggota keluarga dalam sifat-sifat yang menuju pada
kebaikan, kebenaran.
o
MELETAKKAN
TUHAN sebagai KEPALA RUMAH TANGGA sedangkan suami-isteri, anak-anak merupakan
anggota keluarga TUHAN. Dengan kata lain memperdalam tentang ketuhanan, melalui
agama atau kepercayaan masing-masing (iman).
o
Persoalan
seksual perlu dipahami bersama secara variatif dan mandalam, mengingat salah
satu fungsi berkeluarga adalah sebagai pemenuhan libido seksualitas. Walaupun
tujuan berkeluarga secara ETIKA adalah untuk memperoleh keturunan, namun dalam
realita di masyarakat, banyak keluarga yang tak memiliki keturunan tetap
merasakan ketenangan hidupdengan “enjoy saja”. Ada pula yang memungut anak
orang lain (adopsi), dan semuanya baik adanya.
Akan
tetapi ketimpangan dalam masalah seks seringkali menyebabkan kegoncangan
keluarga, tak jarang yang sampai mencapai perpecahan / perpisahan. Permasalahan
seksual yang “cacad” ini dapat di atasi dengan menggunakan PENGALIHAN PERHATIAN
pada hal-hal yang lain, seperti :
Ø Hidup hanyalah sebuah proses
penyelesaian tugas-tugas dunia dari TUHAN, dan bila mental manusia “runtuh”
hanya karena maslah yang satu itu manusia akan memperoleh KERUGIAN YANG LEBIH
BESAR dihadapan TUHAN.
Ø Kenikmatan hidup dapat disublimasikan
pada hal yang lebih tinggi sifatnya, seperti : kegiatan social, olah raga,
kerokhanian, pelayanan, penghiburan, dll yang dapat digunakan sebagai
pengumpulan JASA-PAHALA bagi kehidupan di akhirat nanti.
Para
bhiksu / bhiksuni, para pastur, burden, suster dapat menikmati kehidupan dan
bahagia tanpa melakukan kegiatan seksua, melainkan memusatkan perhatian pada
NILAI HIDUP yang lebih tinggi tingkatannya. Banyak para TIEN JUAN SE yang
merelakan diri untuk tidak menikah demi perjuangan pelintasan manusia. Sang
Sidharta Gautama (Sang Budha) meninggalkan isterinya (Dewi Maya) yang cantik
dan kerajaannya, bertapa di hutan-hutan dami mencari kesempurnaan sejati.
Dengan
demikian IKRAR dan TUJUAN HIDUP LUHUR merupakan kunci KEBAHAGIAAN HIDUP SEJATI
(kekal). Denga dimikian hidup berkeluargapun merupakan bagian dari SABDA /
FIRMAN TUHAN, tidak sekedar untuk pemenuhan libido seksualitas, tidak sekedar
untuk mengembangkan keturunan, atau tidak sekedar untuk memancarkan kasih
tetapi dengan pengertian yang lebih LUHUR, BERKELUARGA BERTUJUAN UNTUK
MELAKSANAKAN KEHENDAK TUHAN (beribadah). Maka BUKAN kehendak manusia yang
terjadi melainkan KEHENDAK “LANGIT” yang mesti terjadi.
Kehendak
manusia yang “terbaik”pun seringkali menimbulkan konflik karena adanya
perbedaan pendapat pribadi para anggota keluarga. Dan pertikaian dalam satu
keluarga, dengan sendirinya menimbulkan keresahan bagi keluarga sekitarnya di
masyarakat. Apalagi situasi konflik ini akan terekam dalam alam bawah sadar
pada anak-anak yang belum pandai berfikir, sehingga manciptakan berbagai efek
kejiwaan bagi mereka sampai di hari tua mereka.
Sedagkan “rekaman salah” yang tersimpan dalam ingatan
anak-anak berpengaruh pada karakter mereka kelak. Dan anak-anak inilah yang
dalam waktu yang akan datang merupakan para “Pengisi Kehidupan” di masyarakat.
Bilamana dalam kesimpulan “rasio kecil” mereka, menyatakan bahwa konflik
konflik yang memang sering terjadi adalah SEBUAH KEBENARAN, maka akan merupakan
bibit kekeliruan yang FATAL di kelak kemudian hari.
Jadi dalam
benak anak-anak kecil perlu ditanamkan konsep (Contoh) tentang KELEMBUTAN,
KASIH SAYANG, KERUKUNAN, PERMUSYAWARAHAN, GOTONG-ROYONG, dll yang membentuk
ABDIAN, KEBAKTIAN, PERJUANGAN dll yang membentuk perilaku luhur, demi keluhuran
bangsa dan manusia yang akan datang.
PENUTUP
Dalam Paparan ini saya membatasi
perenungan tentang keluarga inti(batin)
saja, adapun tentang hubungan antar keluarga atau antara keluarga dengan masyarakat
luas akan memerlukan penelaahan lebih meluas. Sedangkan pada setiap keluarga
inti pastilah memiliki pondasi-pondasi, pengertian, hokum, dan kedaulatan
kehidupan masing-masing, sehingga dalam interaksi sehari-hari terjadi kontak
antar keluarga. Dikarenakan heterogenitas kedaulatan inilah, terjadi
ke-SETUJUAN dank e-TIDAK SETUJUAN, kecocokan dan ketidakcocokan satu sama lain,
yang menimbulkan kesenjangan, persahabatan, pertemanan, permusuhan dan
kadangkala bahkan ada konflik diantara mereka.
Akan tetapi
bagaimanapun juga perlu perenungan tentang eksistensi keluargai inti lebih
dahulu, sehingga masing-masing mampu menciptakan stabilisasi dan harmonisasi di
dalam keluarga inti, Waupun hal ini tidak menjamin harmonisasi antar keluarga.
Namun paling tidak ada semacam rem kendali dalam keluarga sendiri untuk meredam
konflik dengan keluarga lain yang memiliki kedaulatan pula.
Sekali lagi
saya sangat mengharapkan peran serta saudara-saudara pembaca yang budiman untuk
sudi meluruskan kekeliruan saya, mengubah atau menyempurnakan kekurangan
tulisan ini, mengingat keterbatasan pengetahuan yang saya miliki. Untuk itu
saya ucapkan terima kasih. Berkat TUHAN beserta kita semua.AMIN.
Blora, 6 Januari 2012
Salam Hormat Saya
Penulis
BAGIAN 2MENUJU KELUARGA
BAHAGIA
Prakata Renungan 2
Dalam tulisan
pertama (bagian awal) uraian renungan panjang terdahulu, saya memaparkan
segenap seluk beluk keluarga kecil (batih), yang merupakan fondasi kehidupan
bersama di masyarakat. Bagian kedua tulisan saya ini, saya arahkan pada
perenungan tentang kehidupan manusia secara kelompok, entang suasana kehidupan
bersama – berdampingan dan pengaruh pengaruh
yang membentuk nuansa kebersamaan di masyarakat.
Namun fokus
kehidupan bersama ini saya arahkan pada masyarakat yang bersifat PAGUYUBAN
(GEMEINSCAFT) di desa atau kota kecil.
Saya hanya
berharap, sekelumit ulasan bodoh ini mampu sedikit meringankan beban keprihatinan
saya mengamati masalah-masalah kehidupan pada masyarakat “bukan ilmuan”. Sayang
sekali bahwa saya sendiri juga BUKAN ILMUAN! Jika boleh dibilang saya hanyalah
seniman kecil, di daerah kecil, di kota kecil yang sedikit peduli pada nasib
orang-orang kecil belaka. Namun tak mampu berbuat apa-apa, dan dalam tulisan
saya ini pun tak bermaksud apa-apa. Hanya sekedar membuang waktu luang daripada
hanya tertegun di ruang hampa.
Oleh karena
itu karena kebodohan berbahasa, tentu saja akan ada pembaca-pembaca yang merasa
teluka atau tergores perasaannya. Namun bukan tujuan saya untuk menebar duka
atau sengaja menebar derita-jiwa para pembaca. Maka dari itu beribu maaf
pastilah saya minta, sebab daripada menciptakan lawan lebih baik saya mencari saudara.
Tuhan Beserta Kita.AMIN !
Blora, 18
Januari 2012
Syallom,
Penulis
RENUNGAN
TENTANG KELUARGA
BAGIAN 2
MENUJU KELUARGA BAHAGIA
I.
KERUKUNAN
ANTAR KELUARGA
Keluarga
sebagaimana terurai pada tulisan terdahulu (Renungan Tentang Keluarga), merupakan
sekelompok manusia yang terjalin dalam satu ikatan NILAI dan NORMA yang berlaku
di masyarakat.
Adapun
keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak merupakan KELUARGA INTI ;
yaitu bagian terkecil dari KEKERABATAN, yang disebut BATIH.
Dalam
kehidupan di masyrakat, satu keluarga inti (batih) memiliki antar – hubungan
terhadap kelompok batih yang lain, namun dalam proses interaksi, kedaulatan
satu keluarga inti tetap terjaga, sehingga tak ada proses saling mengganggu
atau bercampur tangan.
Namun
kadangkala ada satu – dua keluarga yang memiliki hubungan khusus (persahabatan,
permusuhan, saling membiarkan, dll). Hal ini berhubungan dengan sifat
kepribadian dari kelompok keluarganya. Dan hal ini sering targantung dari sikap
dan sifat kepala keluarganya. Adapun karena “kepatuhan” anggota keluarga kepada
ketentuan kepala keluarga (walaupun tersamar, tidak nyata) menciptakan
“sikap/sifat bersama” kelompok batih tersebut. Dan hal inilah yang terkadang
membuat perbedaan dengan keluarga inti yang lain.
Kerukunan
antar keluarga hanya terjadi apabila :
1.
Adanya sifat / sikap SALING PEDULI antar keluarga,
terutama pada saat salah satu keluarga sedng mengalami masalah.
2.
Ada sifat / sikap SALING MENGENDALIKAN DIRI untuk tak
mencampuri urusan keluarga lain (keculai di minta oleh keluarga yang
bermasalah).
3.
Ada siat / sikap SALING MEMBIARKAN dan MEMAKLUMI
“kekurangan” keluarga lain (menjaga HARGA DIRI tetangga).
4.
Ada sifat / sikap MEMEAAFKAN “kesalahan” tentangga.
5.
Mengembangkan sifat / sikap MENYENANGKAN orang lain.
6.
Mengadakan PWNYESUAIAN DIRI terhadap lingkungan.
7.
Mengembangkan sifat / sikap KEBERSAMAAN dalam berfikir
dan bertindak.
8.
Mengembangkan sifat / sikap TAK MENGHAKIMI keluarga
lain
9.
Mengambangkan sifat / sikap cepat, tanggap / peka,
siap merespons sesuatu yang diperlukan secara bersama.
10. Mengembangkan
sikap RAMAH, MURAH SENYUM, BERSAUDARA terhadap anggota keluarga yang lain.
URAIAN :
1.
SIKAP SALING PEDULI
Sikap
peduli berasal dari sifat mengamati, mencari tahu, mendengarkan berita; tentang
keadaan dan situasi orang lain; dengan KESIAP – SEDIAAN untuk menegur – meyapa
– membantu – menjaga – menolong sesama tetangga. Hal ini muncul dari kesadaran
pengertian bahwa manusia kelompok TAK
PERNAH MAMPU BERDIRI SENDIRI; disebabkan adanya KELEMAHAN – KELEMAHAN (di samping
sisi kelebihannya) manusia dalam pencapaian meraih KEBUTUHAN POKOKnya (sandang
– pangan – papan / perumahan – kesehatan – keamanan dan libido seksualitas).
Barangkali di antara keluarga yang satu dan keluarga yang lain kelemahannya
berbeda-beda; sehingga perlu memperoleh bantuan dari keluarga yang lain. Maka
sebagai konsekuensi menciptakan kerukunan antar tetangga perlulah kiranya ada
sikap SALING MEMPEDULIKAN dan SALING MENGAMATI.
2.
SIKAP SALING MENGENDALIKAN DIRI
Sikap
ini muncul dari kesadarn bahwa setiap keluarga memiliki KEDAULATAN, HARGA DIRI,
NORMA / NILAI yang mungkin berbeda dengan keluarga yang lain. Sikap mencapuri
urusan keluarga lain mungkin justru menumbulkan LUKA perasaan atau terusiknya
harga diri, sehngga menimbulkan GAP antar keluarga. Bahwasanna sebuah TUJUAN /
PIKIRAN YANG BAIK terkadang jusru menumbulkan akibat yang kurang berkenan,
banyak terjadi di masyarakat, sehingga perlu kiranya kewaspadaan dalam
bersikap. Perlu pula memperhitungkan tentang KAPAN WAKTU TERBAIK untuk berbuat
sehingga terjadi TEPAT GUNA dan TEPAT SASARAN. Namun sifat PEDULI membuat
seseorang SIAP – DIRI untuk berbuat bila dibutuhkan (diminta).
3.
SIKAP SALING MEMBIARKAN dan MEMAKLUMI
Setiap
keluarga memiliki CARA, KONSEP, VISI, MISI tertentu guna meraih apa yang
diidamkan. Tentu saja ada kesamaan dan perbedaan dengan apa yang dimiliki
keluarga yang lain, sesuai dengan sifat kebutuhannya. Sikap membiarkan ini
bukan berarti TIDAK MEMPERDULIKAN karena di dalam “diam” ini terkandung sikap
MENGAMATI sihingga pada saat diperlukan, ada kesiapan untuk berbuat. Barangkali
sifat KONSEP, TUJUAN dan SIKAP keluarga ang satu tak sama bahkan berlawanan
dengan keluarga yang lain, namun parlu ada sifat / sikap memaklumi, agar
terjadi KETENANGAN antar keluarga. Barangkali KEBENARAN / KEBAIKAN dari
keluarga yang satu merupakan KESALAHAN / KEBURUKAN bagi keluarga yang lain;
namun kadangkala teguran / peringatan justuru menggoyan dan manjatuhkan HARGA
DIRI mereka sehingga menimbulkan rasa tersinggung.
4.
SIKAP SALING MEMAAFKAN
Dikarenakan
berlangsungnya INTERAKSI (antar hubungan) yang lama terjadi, seringkali hadir
“gesekan-gesekan” secara pribadi ataupun kelompok, karena adanya berbagai
kepentingan. Dalam skala kecil ataupun besar (menimbulkan konflik) antara
kelompok keluarga seringklai terjadi perbedaan sifat, sehingga
menimbulkan kegoncangan dalam jiwa masing-masing anggota masyarakat. Meminjam
pepatah TAK ADA GADING YANG TAK RETAK; maka tak selalu ketenangan dapat dijaga.
Namun kesadaran KOMUNITAS (senasib, sepenanggungan) harus cepat dibangkitkan,
untuk segera diadakan pemakluman akan CACAT – SESAMA, dan AKUPUN memaafkan
orang lain / keluarga lain.
5.
SIKAP MENYENANGKAN ORANG LAIN
Seseorang
kan merasa senang apabila dia memperoleh sikap menyenangkan, dan merasa
tidak senang bila di perlakukan yang tidak menyenangkan.
Dan
orang akan BEREAKSI yang sama untuk menanggapi sikap “dari – luar” dirinya. Dari
situlah mencul rasa cinta, sayang dan pendekatan.
Seseorang
akan menyayangi seekor anjing atau kucing, bahkan ayam (bangkok / kate) yang
lucu dan menghibur hati. Sebaliknya seseorang akan merasa takut, benci, muak
bila ada seekor anjing ag galak, kucing pencuri ikan atau ayam yang
menginggalkan kotorannya dimana-mana.
Kesadaran
AKSI – REAKSI inilah yang melahirkan sikap :
-
Lebih dahulu mencintai (walaupun nantinya tak mesti
dicintai)
-
Lebih dahulu menghormati (walaupun belum tentu akan
dihormati)
-
Lebih dahulu memberi (walaupun belum pasti akan
diberi)
Maka
sikap “mendahului” berbuat, ini merupakan kriteria sikap yang LUHUR dari pada
sifat INGIN DICINTAI, MENGHARAP PENGHORMATAN, ataupun mendambakan untuk DIBERI.
Sikap
– sikap PRAKTIS yang menyenangkan antara lain :
Ø TERSENYUM
Ibarat
pepatah : “SUKSES ITU TERLETAK DI UJUNG SEULAS SENYUM”. Yang dimaksudkan disini
adalah senyuman yang tulus, sambil berkata dalam hati : “aku adalah temanmu,
saudaramu, sahabatmu”. Dan senyuman tulus memancarkan ekspresi jiwa tulus –
ikhlas dan beriwa KASIH pada sesama.
Memang ada
senyuman lain seperti :
o SENYUM SINIS
bersifat merendahkan, mengejek.
o SENYUM KECUT
/ senyum EWA, dilakukan oleh orang yang berusaha menenangkan hati yang
mengalami kesedihan / kekecewaan.
o SENYUM YAKIN,
seseorang yang memperoleh tugas / masalah tertentu, namun dia yakin mampu
mengatasinya.
o Ada pula SENYUM
TEGUR yang mengisyaratkan suatu terguran atas kekeliruan seseorang, namun tak
sampai hati untuk mengungkapkan kata-kata.
Ø KESERIUSAN
Adakalanya
seseorang mengadakan komunikasi / dialog dengan teman / kenalan. Di pihak lain
si komunikan (si teman) menanggapi dalam berbaagai sikap dan ekspresi yang tak
menyenangkan misalnya :
o Acuh tak acuh
Artinya si teman dialog menanggapi
dengan sampil lalu sehingga ada kesan meremehkan. Padahal si teman sedang
mempunai masalah yang barangkali lebih menyita perhatian.
o Memalingkan
muka ke arah lain
Sikap ini menunjukkan bahwa perhatian
si teman tak sepenuhnya tertuju pada materi percakapannya.
o Selalu
memotong kalimat
Jenis – jenis interupsi ini
seringkali membuat ungkapan seseorang menjadi terpotong. Ada baiknya interupsi
di sampaikan dengan permintaan maaf sebelumnya.
o Berbicara
sambil menggoyangkan kaki atau anggoata badan seolah-olah mengikuti irama
musik.
o Berbicara
sambil memperhatikan bagian tubuh tertentu seperti ; bagian tubuh yang menarik,
bagian yang cacat dan lain-lain ; sehingga teman bicara merasa risih.
o Sering
membicarakan keburukan orang lain; karena yang diajak bicara merasa bahwa SUATU
SAAT KELAK dia pun akan berbalik dibicarakan olehnya.
o Sering
meludah di dekat orang yang diajak berbicara, menimbulkan kesan si pembicara
merasa JIJIK atau TIDAK SUKA dengannya.
o Naik sepeda
motor dengan knalpot dikeraskan, sering di blayer / digas dll, yang mengganggu
orang lain.
o Sering
MENYURUH / MEMERINTAH / MENGATUR orang
lain seolah-olah seorang atasan member instruksi bawahannya. Ada baiknya ada
kata-kata MINTA TOLONG; dan ucapkan TERIMA – KASIH setelah itu.
o Masih banyak
sikap / kata-kata yang TIDAK ETIS yang sering dilakukan oleh orangorang yang
BELUM MENGERTI tentang etika dan norma secara umum yang dapat menimbulkan rasa
tidak tenang dan tidak senang.
Adapun
yang dimaksudkan dengan KESERIUSAN tersebut di atas adalah cara menanggapi
ungkpan orang lain SESUAI DENGAN PORSI, TUJUAN dan MISInya, berdasarkan
kewaspadaan akan RUANG (dimana dia berada) dan WAKTU (kapan waktu bersikap).
Hal ini berkenaan dengan situasi jiwa orang banyak pada saat itu. Apabila
keseriusan ini diterapkan pada situasi santai, riang dan ringan keseriusan ini
justru tak tepat tempatnya.
6.
PENYESUAIAN
Ada
peptah mengatakan : “DI KANDANG KAMBING MENGEMBIK”. Kesadaran bahwa seseorang
tak dapat hidup sendiri, menciptakan naluri INGIN DIAKUI dan INGIN DITERIMA
oleh kelompok masyarakt. Dan agar diterima oleh kelompok, seseorang harus
mengadakan ADAPTASI (penyesuaian diri pada NORMA dan NILAI yang ada pada
kelompok). Perbedaan sikap merupakan indikasi halus bahwa “dia bukan teman
kita”, dan mulailah muncul penilaian kelompok terhadap diri dan pribadinya. Hal
ini akan memperngaruhi penerimaan dan pengakuan kelompok terhadap dirinya.
Namun, adaptasi ini tidak perlu mengubah jati diri. Prinsip tetap perlu
ditegakkan, sehingga pribadi tak terombang ambing oleh lingkungan.
Kodrat
ikan laut yang TAK PERNAH terasa asin, walaupun beradi di air laut yang asin.
Namun ikan yang tak asin itu tetap mampu bertahan dan berkembang di air yang
asin.
Mengingat
peribadi anggota masyarakat yang beraneka ragam,maka perlu di adakan
pendaya-gunaan atas keanekaan tersebut, sehingga tercipta harmonisasi. Ibarat
jarai tangan yang berjumlah lima; yang masing-masing tak mungkin disamakan,
namun dapat dipersatukan untuk tujuan tertentu (memegang, menunjuk, memuji,
dll).
7.
KEBERSAMAAN
Kebersamaan
dapat diartikan sebagai KEGIATAN BERSAMA PENGALAMAN BERSAMA, KENIKMATAN
BERSAMA, dll. Akan tetapi sifat kebersamaan yang SEJATI adalah kebersamaan yang
dilakukan secara IKHLAS menurut kemampuan dan situasi yang memungkinkan.
Kegiaan
kebersamaan di masyarakat dapat dilihat di masyarakt sebagai :
-
Kerja bakti bersama
-
Kegiatan social bersama : meninjau orang sakit,
kunjungan, pengajian, kelompok doa, dll.
-
Piknik / pariwisata, dharmawisata, dll dengan berbagai
tujuan.
Adapun
kegiatan-kegiatan ini biasanya diawali dengan perundingan / rapat guna
persiapan pelaksanaannya. Kegiatan ini dapat digunakan untuk memupuk keakraban
antar keluarga / anggota keluarga.
8.
TAK MENGHAKIMI
Di
dalam pelaksanaan kebersamaan di masyarakat seringkali terjadi ke TIDAK IKUT
SERTAAN anggota masyarakat. Hal ini menyangkut pada persoalan / masalah
tertentu yang sedang dialami oleh anggota masyarakat. Ada berbagai penilaian
yang terkadang muncul untuk mendiskriditkan sikap tersebut, antara lain :
·
Orang tersebut TAK SETIA KAWAN
Mungkin
dalam berbagai event kebersamaan orang ini tak hadir dalam kegiatan-kegiatan
tersebut, sehingga muncullah secara periodic PERUBAHAN SIKAP kelompok terhadap
dirinya.
Masyarakt
madani tak ingin repot-repot untuk mengusut tentang seluk-beluk kesulitan
anggota masyarakat satu-persatu, namun secara dengan sendirinya
ketidak-ikutsertaan ini menjadi sebuah cap untuk menganggap orang itu “buruk”
nilainya.
Penghakiman
ini berlangsung terus selama si anggota kelompok tak “mengubah sikap” dan cara
berfikirnya. Adapun si anggota yang “buruk” mungkin memiliki KONSEP-KONSEP
tertentu yang mendasari sikapnya seperti :
o TAK INGIN
TERGANGGU KEDAULATANNYA
Ada keluarga yang tak aman berkunjung
pada keluarga lain / tetangga dengan kiat ; “AKU TAK PERLU BERBAIK DENGAN
TETANGGA; YANG PENTING KELUARGAKU BAHAGIA!”.
Barangkali keluarga yang demikian ini
melandasi kehidupannya dengan kondisi SUKSES DALAM USAHA; KAYA dalam bidang
harta-benda atau Stratifikasi sosialnya tinggi (berpangkat / derajat tertentu).
Atau mungkin pula merasa bahwa hubungannya dengan kelompok lain hanya AKAN
MEREPOTKAN saja.
o Dalam
acara-acara yang berisi pendidikan masyarakat sering kali untuk menularkan suatu
pengetahuan, pengertian, motivasi, dll. Serinkali orang merasa disibukkan oleh
: pekerjaan, mengasuh anak.
Pada acara pertama, tak hadir karena
ada acara lain yang lebih mendesak. Pada acara kedua, anaknya sakit,
pada acara ketiga pergi ke luar kota, dll, dll, dll. Dan pada acara ke seratus
sekian, cucunya lahir atau besan punya kerja, dll, dll, dll. Lalu kapankah
orang ini sempat bersilahturahmi, kapn sempat bersosialisasi dan kapan dapat
menimba pangetahuan?
Namun sikap “mau mengurusi diri
sendiri” ini belu tentu keliru. Sikap ini banyak berlaku pada masyarakat kota-kota
besar yang bersifat masyarakat PATEMBAYAN (gesselschat), yang dala
kehidupan sehari-hari disibukkan oleh urusan bisnis dan pekerjaan yang amat
menyita waktu dan perhatian.
Hal ini amat berbeda dengan
masyarakat pedesaan atau nelayan (pesisir) yan bersifat paguyuban (gemeinscaft)
yang memiliki banyak waktu luang untuk saling berkunjung, sehingga sifat
persaudaraan antar warga lebih mudah diciptakan.
Dalam sikap KEBERSAMAAN, pada
masyarakat desa (paguyuban) lebih Nampak nyata, seperti sika saling menolong,
saling kunjung, pertemuan-pertemuan familier, dll. Sedangkan pada masyarakat
patembayan (perkotaan) kepedulian diwujudkan melalui suatu lebaga. Adanya
koperasi-koperasi, yayasan pension, lembaga swadaya masyarakat, kelompok
kematian, dll. Merupakan kegiatan social yang dari luar tak begitu tampak
nyata, tetapi secara tersamar inilah bukti keterlibatan masyarakat kota.
Dua fenomena yang “berlawanan” bentuk
ini sebenarnya fungsinya sama yaitu akifitas social yang berbenuk kepedulian
bagi sesama. Namun masyarakat patembayan memandang system paguyuban adalah
tidak tepat laogi, ketinggalan jaman dan “merepotkan”.
Perbedaan norma terdapat pada
etika-etika berjalan, berbicara (komunikasi dan dialog), makan dll yang berbeda
tempat dan waktu, berbeda pola pikir dan bentuknya. Lalu lintas di Negara Barat
bergerak disebelah kanan (di jalan), di Indonesia di sebelah kiri. Masyarakt
jawa menganggap tangan adalah tangan “manis” (baik / sopan), diluar jawa belum
pasti demikian; orang barat menganggap tanggan kiri dan kanan sama nilainya.
Memang orang dengan mudah menyimpulkan bahwa yang benar adalah yang diakui oleh
umum (orang banyak). Bagaimanakah bagi orang yang ada di tengah-tengah
keduanya?
Orang daerah khatulistiwa dapat menentukan mana timur, mana barat.
Bagaimana dengan orang yang berada di kutub utara atau kutub selatan? Inilah
intisari pembelajaran ADAPTASI, agar tercapa keharmonisan antar manusia atau
antar kelompok manusia, yaitu salaing menenggang KEbEnArAN MASING-MASING dan
saling MENERIMA “KESALAHAN” sesama.
9.
MENGEMBANGKAN KEPEKAAN
Kepekaan
merupakan kemampuan menangkap, menanggapi, menganalisa dengan cepat, sehingga
timbul kecermatan yang menghasilkan kesimpulan cepat serta pengambilan keputusan
setepatnya. Orang yang kurang peka akan Nampak sebagai kurang cerdas berfikir,
ayal bertindak, kebingungan dan sulit mengambil keputusan.
·
HAL-HAL YANG BERPENGARUH PADA KEPEKAAN
o Tingkat
kecerdasan, yaitu ketinggian KECERDASAN FIKIR (IQ); KECERDASAN / ANALISA –
SINTESA ini akan meningkat sehubungan dengan banyak / seringnya seseorang
menerima problem, semenjak kanak-kanak. Bahkan dipengaruhi oleh gizi makanan
saat masih ada dalam kandungan.
o Tingkat
perasaan, yaitu ketinggian aktifitas EMOSIONAL (EQ), yaitu aktifitas RASA /
PERASAAN yang berpola pada NILAI KEINDAHAN, CEKAMAN PERASAAN; yang kelak
melahirkan kekuatan pengungkapan EMOSI dala bentuk SENI.
o Tingkat
TRANSEDENTAL, yaitu ketajaman SPIRITUAL (SQ) yang mangacu pada getaran lembut
dari dalam jiwa yang berbentuk INTUISI, FEELING INDERA KE 6 dan daya-daya SUPRA
NATURAL.
·
KEPEKAAN jiwa seseorang (baik IQ = Intelejensi
Quotient; EQ = Emotional Quotient maupun SQ = Spiritual Quotient) amat
menunjang aktivitas manusia, sehingga memudahkan sistem aktifitas kerja, tehnis
berkarya maupun kegiatan INTERAKSI antar manusia ataupun kelompok.
Seringkali
masalah-masalah yang pelik terpecahkan menggunakan IQ, EQ, maupun SQ (sistem
TEKHNOLOGI, sistem SENI-BUDAYA, maupun sistem MAGi-RELIGI).
II.
PUSAT PERHATIAN
Pusat
perhatian adalah pengarahan perhatian seseorang pada suatu obyek (benda,
keadaan, aturan-aturan, dll) secara lebih besar dari pada perhatian pada hal
lainnya.
Adapun
sesuatu hal yang merupakan pusat perhatian yang konkret dapat dilihat /
didengar panca indra; seperti keindahan benda-benda teknik, benda-benda seni
budaya, alam semesta atau fenomena alam yang aneh-aneh, dll.
Sedangkan
pusat perhatian yang ABSTRAK, tak Nampak, tak terdengar, namun dapat
ditangkap/dirasakan keberadaannya, seperti : NORMA (Ukuran tentang benar dan
salah) serta NILAI (ukuran tentang yang baik dan yang buruk).
Seorang
individu memiliki tata NORMA dan NILAI masing-masing yang merupakan PRINSIP
PRIBADI. Akan tetapi pada adat terjadi interaksi sosial dalam waktu lama
seringkali terjadi PENGORBANAN PRINSIP PRIBADI. Hasilnya dalam penentuan untuk
berkeluarga; suami / isteri seringkali harus “menanggalkan” PRINSIP PRIBADI
demi keharmonisan keluarga (termasuk hobi-hobi, kebiasaan, dll).
Demikian
pula halnya dengan hubungan antar keluarga atau kelompok; serinkali harus
terjadi PENANGGALAN PRINSIP KELOMPOK demi tercapai keharmonisan kelompok yang
lebih besar. Lihatlah para pahlawan yang gugur di medan laga. Demikian pula
seringkali kepentingan keluarga dikorbankan untuk kepentingan yang lebih luhur
sifatnya (PRINSIP HIDUP YANG LEBIH TINGGI).
Sebagai
contoh :
·
Di Indonesia, PANCASILA diletakkan sebagai LANDASAN
HIDUP bangsa. Pancasila merupakan pusat perhatian jiwa bangsa.
·
Tuhan merupakan PUSAT – PERHATIAN seluruh umat beriman
beragama apapun; walaupun menggunakan berbagai sebutan
·
Dasa Darma adalah pusat perhatian jiwa PRAMUKA.
Begitu
pula dalam kelompok masyarakat tertentu memiliki PUSAT PERHATIAN masing-masing
sesuai yang diyakini kebenaran, kebaikan validitasnya secara NORMA, NILAI, FUNGSI
/ KEGUNAANNYA.
Keberhasialan,
ketenangan, keharmonisan, dll dari suatu kelompok tergantung pada berapa
kuatnya fokus / konsentrasi manusia pada pusat perhatiannya.
Pada
tahun 2010an di Blora diadakan pendidikan OUT BOND dan IN BOND. Salah satu
materi pendidikannya adalah berjalan di atas bara / api menyala, yang di ikuti
105 orang (diadakan di WIRESKAT, desa Sendangharjo). Dari 105 orang, ternyata
ada 3 orang yang mengalami kasus kaki terluka dan melepuh terkena bara api.
Sedangkan yang 102 orang selamat, tak kurang satu apapun. Mengapa demikian?
Ternyata
pada saat berjalan di atas bara / api, 3 orang yang “gagal” melihat kebawah,
melihat kea rah api yng mengeliat-geliat. Maka alam bawah sadarnya langsung
mengungkapkan ingatan bahwa : api itu panas, api itu membakar, dll sehingga
dengan seketika kaki mereka tersengat api tersebut.
Adapun
yang 102 orang, pada saat menginjak di atas api perhatiannya dipusatkan pada
“yel-yel” pembangkit semangat dan pandangan matanya dipusatkan pada komandan
regu yang ada di depan sana (yang memberi komando-komando pengikat perhatian). Dan
akibatnya ke 102 orang selamat, tak kurang suatu apa. Mereka merasakan hanya
bagai menginjak ke tanah, ada yang hanya merasa hangat saja.
Dalam
ceritera wayang (MAHA BHARATA) saat para ksatria PANDAWA berguru memanah pada
pandita DRONA, yang berhasil hanya ARJUNA (penengah Pandawa) karena saat
memanah arca burung, yang ada dalam perhatiannya hanyalah kepala arca burung
tersebut.
Kaum
Nasrani mengenal ceritera / riwayat petrus yang mampu berjalan di atas air
danau Galilea, karena melihat Yesus ada / berdiri di tengah danau. Namun
tatkala perus ada di tengah-tengah dia sadar bahwa dia ada di antara air
bergelombang. Dan seketika itu pula Petrus tenggelam di air; namun Yesus cepat
menolong Petrus.
Beberapa
contoh / gambaran ini member indikasi bahwa KETEGUHAN “PANDANGAN” pada pusat
perhatian merupakan kunci utama Kesuksesan.
Alangkah
indahnya bila seluruh bangsa Indonesia memusatkan perhatian pada laku kehidupan
dengan jiwa PANCASILA. Dan alangkah indahnya bila kehidupan pribadi manusia
melakukan konsentrasi yang berpusat perhatian pada Tuhan Yang Maha Suci.
Dan
alangkah mulianya apabila kelompok-kelompok masyarakat memusatkan perhatian
pada dasar kehidupan bersama dalam HARMONI yang leagukan kedamaian dan
ketentraman umat manusia, bukan untuk kepentingan pribadi individu atau
kelompoknya sendiri.
III.
SUGESTI
Secara
harafiah sugesti berarti SARAN untuk melakukan sesuatu. Padahal seharusnya
melakukan suatu hal berdasarkan pengertian yang dimiliki, yang berasal dari
pengetahuan yang ditemui dalam kehidupan.
Agak
berbeda halnya dengan SARAN yang berkaitan dengan sugesti; karena DAYA SUGESTI
berjalan secara demikian saja (automatisme), bahakan tanpa reserve pengamatan
indera atau rasionalisasai lebih dahulu. Bahkan untuk memperoleh daya sugesti
secara maksimal seseorang harus “membungkus” aktifitas CIPTA – RASA – KARSAnya,
sehingga dengan demikian ketiga unsure jiwa ini menjadi NON-AKTIF. Sedangkan
yang aktif tinggal NALURI/INSTING dan PERCAYA yang bersifat ADI – KODRATI.
BEBERAPA
HAL YANG BERPENGARUH PADA JALANNYA SUGESTI
1.
PEMBERI SUGESTI
Pemberi sugesti adalah orang yang
berjiwa KOKOH, TENANG, TAK MUDAH TERGUNCANG jiwanya, sehingga secara dengan
sendirinya memancar DAYA GAIB (yang dimilik semua manusia !) yang “masuk” pada
orang yang disugesti. Adapun penggabungan kedua daya gaib ini (dari pensugesti
dan yang diberi sugesti) membuat aktifitas daya jiwa (kracht, chi, ki dan
sebutan yang lain) membentuk “kekuatan bawah sadar” menuju pada sasaran
sebagaimana yang di SARANkan.
Adapun daya gaib dari pensugesti dapat berwujud
kebijaksanaan, kewibawaan, rasa kasih, daya lindung, dll sesuai ARAH
SUGESTInya.
2. ORANG YANG DISUGESTI
Seseorang yang disugesti memiliki
kemampuan pengubahan diri dan pribadi seperti yang dimaksudkan dalam isi
suesti, yaitu setelah DAYA GAIBnya menyatu dengan si pensugesti.
Beberapa sifat dan sikap batin yang
berpengaruh pada orang yang disugesti antara lain :
o PERCAYA bahwa
isi sugesti akan berlaku seperti DOA kepada Tuhan (berdasarkan teori kesadaran
persatuan antara Tuhan dengan si pensugesti dan yang di sugesti).
o TAK ADA
PENOLAKAN secara rasional maupun emosional pada isi sugesti maupun pensugesti.
KEGAGALAN SUGESTI Nampak dari tidak
tercapainya isi sugesti seperti yang diharapkan.
Adapun kegagalan sugesti dipengaruhi
oleh berbagai hal, misalnya :
o Ada penolakan
sugesti secara rasional dan emosional (karena terasa tak masuk akal; karena ada
rasa tak senang pada pensugesti, dll).
o Orang yang
disugesti telah memliki daya sugesti lebih dulu, sehingga secara automatis alam
bawah sadarnya me-“mentah”kan dan memuntahkan kembali saran yang masuk.
o Saran yang
masuk teras SEPERTI BIASA dalam keseharin; tanpa tekanan / stressing, sehingga
ada kesan bahwa saran ini hanya hal YANG BIASA SAJA.
o Si pensugesti
berkesan TIDAK SERIUS, tak berwibawa, hanya berkesan “guyonan” (senda gurau).
o Orang yang
disugesti TIDAK SUGESTEBLE, memandang sesuatu dengan tak serius, sehingga
sugesti hanya “numpang – lewat” dalam penglihatan atau pendengaran beberapa
saat, untuk segera lepas lagi.
3.
BENTUK SUGESTI
Sebenarnya sugesti tak lain adalah
bentuk dari SARAN PERINTAH, ANJURAN, LARANGAN yang telah merasuk dalam alam
bawah sadar seseorang, sehingga telah menjadi saran, perintah, anjuran,
larangan dari DIRI SENDIRI disertai konsekuensi logis ataupun irasional
untuk terwujudnya isi sugesti tersebut.
Terkadang demi penguat isi sugesti,
si pensugesti menyertai dengan sarana sarana atau proses pengiring seperti
BAHASA, BENDA, ISYARAT, GERAKAN “tak berarti” dll. Sebagai PENGUAT SARAN.
Berbagai bentuk sugesti antara lain :
1). Seorang dokter member advis pada pasien.
Sang dokter HARUS YAKIN atas advis yang diberikan sehingga pasien PERCAYA bahwa
obat dari dokter A ini mujarab baginya. Terkadang dengan obat yang sa,
namun dokter yang lian (bukan dokter A) yang memberikan, terasa berbeda hasil
penyembuhannya kecuali bila orang yang disugesti PPERCAYA bahwa dokter A, B, C,
atau Z toh pengetahuannya sama saja.
2). Dalam dunia supranatural. Seorang
paranormal mampu menyembuhkan suatu penyakit hanya dengan penggunaan segelas
air putih saja. Padahal secara nalar (rasio) air putih tidak memiliki
zat penyembuh penyakit.
Semakin
banyak paranormal (atau dokter) berpraktek; disamping melipatgandakan
kemampuannya dalam menangani pasien / klien, akan menambah rasa PERCAYA pada
diri pasien, dan semakin kuat DAYA SUGESTI yang memancar dari dokter/paranormal
itu. Bagaikan talenta yang makin berkembang demikianlah perkembangan DAYA
SUGESTI itu semakin kuat pengaruhnya.
3). SUATU TEMPAT dianggap keramat
menimbulkan sugesti pada banyak orang. Hal ini disebabkan adanya KEPERCAYAAN
yang bertambah-tambah dari sekian ratus orang selama sekian puuh / ratus tahun.
Maka tempat ini menimblkan ARUS SUGESTI (karena berkumpulnya kepercayaan
sekumpulan manusia).
Hal
ini berlaku pula bagi BENDA-BENDA KERAMAT, UPACARA-UPACARA SAKRAL/SUCI, dll.
Timbulnya ke-keramatan dan kesucian tempat tertentu atau benda atau upacara,
adalah karena DIKERAMATKAN, DISUCIKAN oleh manusia. Dengan kata lain DIANGGAP
dan DIPERCAYA sebagai mempunyai DAYA GAIB.
Dalam
teori LAHIRNYA SENI di dunia bersangkutan pula dengan sugesti ini.
Ada
3 teori lahirnya seni budaya di dunia, yaitu :
§ THE THEORY OF
PLAY (seni lahir dari permainan)
§ THE THEORY OF
UTILITY (kelahiran seni dari kegunaan tertentu), dan
§ THE THEORY OF
MAGIE AND RELIGI (seni lahir dari kegiatan yang berhubungan dengan kekuatan
gaib dan jiwa keagamaan).
Tak pelak lagi aktifitas apapun di
dunia termasuk seni budaya dan agama tak pernah lepas dari SUGESTI. Seseorang
boleh hafal seribu doa, mantram dan ilmu-ilmu gaib atau ILMIAHPUN, bila tak ada
PERCAYA semuanya menjadi PERCUMA dan BOHONG BELAKA.
4). HAL
YANG TAK NAMPAK
Manusia memiliki suatu kepercayaan
bahwa di sekeliling tempat beradaya terdapat faktor X yang tak kelihatan tetapi
terasakan keberadaannya.
§ Angin adalah
udara yang bergerak. Seseorang dapa menangkap keberadaan angain melalui
penglihatan adanya daun-daun, pepohonan, awan ang bergerak atau berpindah dari
suatu tempat ke tempat lain. Angin itu sendiri TAK TERLIHAT, tetapi kulit
manusia dapat merasakan angin malam yang dingain atau sejuknya angin gunung di
malam hari.
§ Arus listrik
mampu memvuat ball-lamp menyala, sehingga orang mengetahui bila dalam seutas
kabel listrik tersembunyi arus yang dapat menghidupkan lampu neon dan mampu
mematikan manusia.
Ada fenomena yang terjadi di dunia
ini, sehubungan dengan MAKHLUK YANG TAK TAMPAK pada penglihatan mata.
Keterbatasan pengetahuan ILMIAH mengklaim bahwa hal itu TIDAK-ADA, dan dengan
ringan hati menyebutnya sebagai TAHAYUL. Adapun malaikat, Jin, Setan, itu
hanyalah bualan cerita penghantar tidur atau buatan otak manusia. Nah !!
padahal makhluk – makhluk itu adalah ciptaan TUHAN !
Lalu apakah berarti TUHAN juga tidak
ada? Bagaimana dengan fenomena orang kerasukan setan yang sudah ada sejak zaman
para nabi? Bagaimana pula dengan peristiwa kesurupan masal di akhir-akhir ini?
Mampukah pengetahuan ilmiah menjawabnya? Hal iniadalah disebabkan ruang lingkup
kajian ilmiah dibatasi pada hal yang KASAT MATA dan rasional belaka.
Seperti halnya dalam dunia THIEN TAO
(jalan ketuhanan) yang menyatakan bahwa pada saat diadakan SAN TIEN HWA HWE
(siding dharma 3 hari) para arwah leluhur peserta ikut hadir, berlutut di
bagain belakang peserta. Para Roh suci pun hadir dalam acara sacral itu. Orang awam
akan mengatakan “Ah.. itu bohong/ mengada-ada !” tetapi beberapa orang yang
dianugerahi Tuhan kondisi TERANG MATA BATIN tahu persis tentang keberadaan
beliau-beliau.
Inilah bentuk SUGESTI ADI KODRATI
supranatural. Sama halnya denga peristiwa KOMUNI SUCI / EKARISTI pada kalangan
Khatolik, upacara SIDHI pada kalangan Kristen Protestan, prefasi orang kudus
saat upacara misa kudus yang memanggil para malaikat dan para kudus. Apakah ini
hanya bentuk sandiwara para pendeta / pastor?
Disini tenyatalah bagi manusia
tentang adanya hal yang tak terlihat / terdengar oleh 5 indera manusia ternyata
dapat ditangkap oleh indera ke enam.
5). KEBIASAAN
– KEBIASAAN
Semenjak kanakkanak manusia telah
disituasikan oleh aktivitas PEMBIASAAN agar terjadi KEMAPANAN. Dengan demikian
kemapanan yang lama dilakukan merupakan sebuah KEBENARAN yang nyaris tak
terbantah keadaannya. Sedangkan hal-hal yang TIDAK SAMA dengan kemapanan itu
termasuk dalam KESALHAN. Secara hakekat, “kesalahan” tersebut, belumlah pasti
suatu KESEJATIAN yang tad dapat dibubah, sebagai contoh :
a.
Orang jawa terbiasakan makan nasi sejak kecil, maka
bila belum akan nasi, terasa seakan belum makan, dan rasanya ada sesuatu yang
“salah” bila orang tidak makan nasi.
Hal
ini berbeda dengan orang barat yang makanan pokoknya adalah roti atau kentang,
atau orang irian yang menggunakan sagu sebagai makanan pokoknya.
Dengan
demikian bila seorang jawa diajak makan oleh temnnya, dalam imaji/ilusinya,
yang akan dimakan nanti adalah nasi dan lauk pauk yang ini, yang itu, yang
begini, yang begitu. Dan bila dalam kenyataannya nanti tidak demikian maka
dianggap ada “kesalahan” yang berlaku.
b.
Para orang tua menganggp musik-musik pop, rock,
underground adalah mengandung “kesalahan” dalam peneriamaan, karena
belia-beliau pada waktu itu akrab dengan karawitan, gending jawa , wayang
kulit, dll. Budaya jawa termasuk falsafah KEJAWEN amat terbiasa dalam kehidupan
mereka sehingga kedapatan “orang-asing” terasa mengganggu kedaulatan mereka.
Hanya sifat TOLERANSI yang tinggi membuat orang-jawa menerima hal-hal yang
ASING.
Budaya
jawa melahirkan sugesti umum untuk dapat menerima budaya asing, tekhnologi
asing, agama asing masuk ke jiwa orang jawa.
Pada
saat agama hindhu masuk ke jawa, diterima dengan tangan terbuka, terjadi
pembaruan antara orang jawa dan india. Sebagaimana fakta pada jaman kerajaan
lama; Kutai misalnya; Raja pertamanya: Kudungga, merupakan nama asli Indonesia
(Kalimantan) tetapi anaknya: Mulawarman dan Aswawarman (Mulawarmadewa dan
Aswawarmadewa) adalah nama-nama bernuansa Hindu. Begitu pula Purnawarman raja
kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Mantram
“HONG WILAHENG SEKARANG BAWONO…..”, HONG AWIGNAM ASTU PURNOMO SIDHAM (AUM
AWIFNAM MASTU NAMAS SIDHAM) jelas merupakan perpaduan budaya jawa dan budaya
Hindu.
Saat
hadirnya agama Budha, orang jawa yang sudah “merasuk” Hinduisme, menerimanya
dan berbaur mehirkan paham SYIWA-BUDHA. Dalam masyarakat Jawa mengenal para
Budha seperti : Budha Amogapasha; Budha Mahisasuramardhani; Budha
Awalokiteswara, dll.
Pada
decade masukna agama Islam, Islam diterima dengan tangan terbuka dan berbaur
pula dengan budaya jawa. Seperti misalnya doa : “Allahuma daikatul-maut,
badanku gumulung cahyaku jumeneng, Ingsung retune cahya, urube murub ing
sakjrone ati terus ing tingal (doa tahan lapar). Jelas terlihat bahwa doa
tersebut adalah doa DOA JAWA yang memasukkan unsure bahasa Arab sebagai rasa
“kesatutujuan” pada agama islam.
Sistem
memuliakan para leluhur dalam upacara tertentu, Nampak perkawinan adat Tiong
Hwa, Jawa-Hindu (adanya sesaji) dan Isalam (doa-doa Islam).
4) SARANA
PROSES SUGESTI
Semua hal yang tertulis di atas
merupakan SARANA terjadinya sugesti. Adapun inti sari sarana terjadinya proses
sugesti di awali adanya RASA KEHARUSAN MENG-IYA-KAN, RASA DIPERINTAH dan
KEWAJIBAN MELAKUKAN sesuatu yang disugestikan; sehingga TAK ADA KUASA untuk
MENOLAK.
Agar tak terjadi penolakan pada orang
yang disugesti, perlu ada “penyanderaan” perhatian yang “semerawut” /
amvuradul, dan di arahkan secara mengkhusus pada satu TUJUAN sebagai pusat
perhatian. Adapaun sistem “penyanderaan” ini dapat dilakukan dengan berbagai
teknis, antara lain :
1.
PERINTAH
Pada
kelompok manusia yang telah disituasikan sebagai satu “ORGANISASI”, walaupun
secara NON-AKLAMASI, selalu ada satu atau dua orang yang memiliki “wibawa” yang
terasa lebih menarik, lebih menonjol, lebih karismatis dari pada lainnya.
Dengan sendirinya orang yang demikian akan “lebih di dengar” daripada lainnya.
Dalam menggerakkan aktifitas kelompok, si orang “terpilih” ini dapat
dimanfaatkan sebaga penggerak awal melalui PERINTAH-PERINTAH untuk
dilaksanakan.
2.
PENALARAN
Panalaran
adalah usaha”menggali”, “mencermati”, hal-hal yang dianggap sulit dipecahkan.
Penyimpulan akhir yang merupakan hasil analisa-sintesa adalah suatu bentuk
kebearan walaupun bersifat sementara, namun sebagai penggerak awal hal ini
perlu dilakukan sebagai contoh ; out bond yang tertulis terdahulu, pada even
berjalan di atas api, sebelum aktivitas dilakukan pasti dan perlu diadakan
panalaran lebih dahulu tentang MENGAPA KITA HARUS MELAKUKAN HAL ITU; beserta alasan
Tujuannya. Hal inipun belum pasti sugesti itu diterima. Barulah tatkala
diperlihatkan foto/ideo tentang kegiatan yangteah dilakukan oleh kelompok out
bond yang lain, dan ternyata Nampak aman-aman saja, maka kelompok berani
MENCOBA-COBA (dengan agak was-was tentunya).
3.
PERCONTOHAN
Adapun
metode percontohan dapat merupakan sarana penggerak apabila tokoh yang menjadi
contoh merupakan orang yang DICINTAI, DIKAGUMI, DIHORMATI oleh orang yang
menerima sugesti.
Tokoh-tokoh
dunia banyak dianut oleh orang umum (umat manusia) karena KETELADANANNYA,
PENGORBANANNYA, dan SIFAT LUHUR ang dimilikinya. Sebagai contoh: para nabi,
para suci, pahlawan-pahlawan dan pejuang bangsa.
Ada
pun sugesti yg mempengaruhi jiwa dalam diri seseorang bersatu dengan idealisme
masing-masing menyangkut tokoh idola teladannya.
Tokoh-tokoh
fable(cerita binatang) seringkali menjadi tokoh idola anak-anak kecil, sehingga
tetap memiliki validitas untuk membentuk
dan mengubah karakter anak menjadi lebih baik.
Tokoh-tokoh
dalam ceritera silat dan petualangan mampu member sugesti pada pembaca dalam
taraf masa pubertas ,karena pembaca membuat similarisasi(persaaan dirinya
dengan tokoh tersebut.
Keuletan
tokoh Old Shaterhand dalam ceritera
ciptaan Dr.Karl May. Tokoh (pemeran utama) dalam serial Rilogi silat Tiongkok
karangan China yang :
-Kwee
Ceng dan Oey Yong dalam ceritera SIA TIAUWENG HIONG (Kisah memanah burung
rajawali) ;
-Yoko
dan Siauw Liong Lie dalam SIN TIAUW HIAP LU (Rajawali Sakti dan Pasangan
Pendekar) ; dan
-Thio
Bu Kid an Tio Beng dalam I THIANTO LIONG atau TO LIONG TO (Kisah Membunuh Naga)
Ketiga
pasangan mesra dan tantangan hidup ini mampu meberi sugesti para pembaca ;
sehingga ada kesimpulan (tanpa sudan) bahwa pasangan hidup seperti itulah yang
MESTINYA terjadi dalam keluarga.
4.
KOMUNIKATIF
Mengapa
ceritera-ceritera tsb mampu menyedot perhatian pembaca? Hal ini disebabkan
adanya sistem bahasa dan alur cerita yg KOMUNIKATIF , yg diolah oleh pengarang
sedemi kian rupa sehingga seakan terasa bahwa peran utama dalam cerita tsb adalah
si pembaca sendiri, seolah olah pembaca adalah PERAN UTAMA yang sedang
mengalami ini dan mengalami itu. Pembaca tak sadar bahwa dirinya TERSUGESTI
oleh pengaran yang sedang BERANDAI-ANDAI tentang tokoh dan lelakon hidupnya.
Dr.
Karl May tak mungkin benar-benar bertualang ke seluruh duni, mengalami
seluk-beluk dan detail kehidupan WINNETOU sang pemimpin suku Indian (Apache_
dan lain waktu sudah berada di daerah Timur Tengah (di dalam ceritera
DISUDUT-SUDUT BALKAN).
Cin
Yung tak mungkin hidup di tiga jaman (3 dinasti) yang lalu. Sedangkan ceritera
tentang To Liong To itu diperkirakan di Indonesia sedang ada dalam jaman
kerajaan Singasari (Kartanegara) dan awal-awal jaman kerajaan Majapahit di
tahun 1275 atau 1300-an, dan Yo Koa tau Kwee Ceng (andaikata benar-benar ada)
pasti terjadi di jaman kerajaan mataram Hindu; jaman raja Empu Sindok atau
Darmawangsa Teguh sebelum kehadiran Ken Angrok Sang Amurwa Bhumi.
Maka
alangkah besar pengaruh ceritera daam pembentukan watak manusia melalui sugesti
tokoh-tokoh utama dengan seluh beluk kehidupannya.
Bagaimanakah
degan isi ceritera di jaman sekarang; dengan adanya sinetron-sinetron modern di
layar kaca sugesti apakah yang dapat dipetik? Apakah sudah ada andil para
pengarang terkini, dalam membentuk karakter manusia unggulan?
IV.
SUGESTI
PRIBADI
Secara
tersamar sugesti merupakan aktivitas jiwa untuk “MENJADI DIRI”, mengubah diri,
membentuk diri sebagaimana YANG TERCIPTA DALAM ALAM PIKIRAN DAN PERASAAN.
Sugesti
yang diberikan bagi orang lain sebetulnya BUKAN SEKEDAR SARAN / PERINTAH
seorang ke seorang atau ke sekelompok orang; melainkan MENANAMKAN dalam JIWA /
ALAM BAWAH SADAR agar tercipta PERINTAH BAGI DIRI SENDIRI untuk
“menjadi” / “terjadi” hal-hal yang terkandung dalam isi sugesti.
Sebagai
contoh :
·
SESEORANG YANG INGIN SEMBUH DARI PENYAKIT
Ingin
sembuh dari penyakit identik dengan kalimat TIDAK INGIN SAKIT ATAU TERBEBAS
DARI KEADAAN SAKIT.
a.
SUGESTI MEDIS
Pasien HARUS PERCAYA bahwa OBAT yang
di minum menyembuhkan karena “KATA ILMIAH” obat adalah penyembuh penyakit.
b.
SUGESTI DOKTER
Mungkin pasien ragu-ragu akan obat
yang “asing” itu maka dokter HARUS MENANAMKAN KEYAKINAN tentang obat tersebut
yang menyembuhkan, sehingga pasien PERCAYA AKAN “KEAJAIBAN” PENGETAHUAN DOKTER.
c.
SUGESTI IMAN
TUHAN manganugerahkan DAYA GAIB
PENYEMBUHAN dengan perantaraan dokter dan obat.
Sugesti ketuhanan dan magi / mistis
sering digunakan para penyembuh GAIB (pendeta, pastor, ustatz, paranormal,
dukun, dll) yang mengacu dan “menebeng” HIKMAT / KAROMAH orang –orang terdahulu
yang dekat dengan Tuhannya (para Nabi, Wali, Santo-Santa, Aulia, dll).
d.
SUGESTI PENDIDIKAN
Seorang guru dapat menanam SUGESTI
PERCAYA DIRI terhadap muridnya dengan pernyataan keberhasilan dalam mengerjakan
tugas-tugasnya.
Seorang guru seni rupa akan mengatakan
“gambarmu bagus sekali !” kepada murid yang beru belajar melukis; padahal semua
orang tahu gambar si murid memang jelek. Adapun tujuan pujian ini digunakan
untuk menanam kapercayaan agar si murid PERCAYA BAHWA dia mmpu. Kritikan
perubahan yang bijaksana akan berbunyi: “sayang sebelah sini kurang begini;
kalau gambar orang yang ini hidungnya agak begini / begitu, alangkah
sempurnanya gambarmu ini !”.
Dan dengan modal percaya diri inilah
si murid melaih diri lebih gia setelah dia sadar bahwa dirinya “ternyata mampu”.
e.
SUGESTI SUPRANATURAL
Di masyarakat banyak kejadian
irasional ang terjadi; dalam kesuksesan, penyembuhan; keselamatan, dll.
Dunia supranatural (diakui atau
tidak) adalah dunia gaib bernuansa kedekatan pada Tuhan. Dan dikarenakan Tuhan
adalah ROH yang tak Nampak, tak terdengar, hanya dapat dirasakan oleh rasa
terhalus atau rasio supra (intuisi, feeling, dll). Maka aktifitas
supranatural tak jauh-jauh dari area tersebut.
Tentulah aktifitas ini perlu kepercayaan 3
LIPAT yaitu PERCAYA PADA TUHAN, PERCAYA PADA PERANTARA TUHAN (manusia,
benda, malaikat, simbol-simbol,dll) dan PERCAYA PADA DIRI – SENDIRI. Dengan
demikian “logika dan emosi KASAR” harus dihentikan kegiatannya; antara lain menghilangkan
RASA BERTANYA: Mengapa begitu; lho kok bisa; apa alasannya; dari mana anda
tahu?” dll, dll. Yang ada hanyalah : “Ya” (SIAP! AMIN!)
Dalam
pewayangan, dalam kisah DEWARUCI; sang Bhima / Bratasena ditipu oleh gurunya
(Pandita Drova) untuk mencari air kehidupan (banyu suci perwita sari) di tengah
samodra MIJANG KALBU. Tetapi karena kepatuhan dan kesetiaan pada guru; Bhima
justru bertemu dengan Sang DEWA-RUCI; Sang Penuntun Sejati.
Adapun
yang dimaksud dengan SUGESTI PRIBADI, sebenarnya adalah suatu SIMPUL KESATUAN
CIPTA-RASA-KARSA yang terpadu SAMA KUAT, sehingga ketiga unsur jiwa tersebut
“mati-suri” (non aktif). Padahal dalam kematian itu HIDUP tetap berlangsung!
Lalu siapakah yang menjalankan roda kehidupan sementara (sesaat) itu?
Disinilah
INNER – SIGHT / INNER – POWER manusia secara aktif menyatukan diri. Maka
“SARAN”, KALIMAT, JERITAN JIWA non cipta-rasa-karsa beraksi dengan cepat dan
akurat. Kini SUGESTI mulai menjalankan perannya dengan TANPA PENGHALANG.
Kegagalan
terjadinya proses SUGESTI adalah karena keikut-serta an CIPTA – RASA – KARSA.
Dalam
bahasa iman, SUGESTI menggerakkan ROH (daya gaib) manusia; sedangkan CIPTA –
RASA – KARSA merupakan DAYA PENGGANGGU kedaulatan ROH Tuhan, sehingga imajinasi
/ angan-angan murni gagal menemukan sasarannya.
Mungkin
orang tak beranalisa bahwa khayalan seniman seringkali terwujud idenya menjadi
kenyataan di kelak kemudian hari tanpa kesadan, dan bahkan si seniman sendiri
terkadang tak mengalami sendiri keadaan itu.
Adapun
terjadinya “lamunan” yang menjadi kenyataan dapat dilihat dari karya yang
dihasilkannya. Dalam ceritera wayang, senimannya di masa silam malamunkan
tokoh-tokoh yang kontroersial yang irrasional, seperti manusia terbang:
Gathotkaca, Sri Kresna, para dewa dan tokoh sakti lainnya atau Antareja yang
mampu masuk kedalam bumi. Tentu si seniman tidak pernah berfikir bahwa kelak di
kemudian hari akan benar-benar terjadi manusia terbang atau masuk ke dalam
bumi, walau menggunakan alat bantu (pesawat, kapal sela, terowongan dalam tanah,
dll).
Dalam
teori sugesti, ya LAMUNAN – BEBAS inilah penyebab awal terjadinya kenyataan
yang akan datang. Si seniman hanya CUKUP ENJOY menikmati hasil seninya sambil
mentertawakan para penonton terheran-heran atas ide konyol tersebut. Bayangkan
andaikata si seniman setelah melahirkan ide “gila” itu lalu berusaha
mati-matian untuk melaksanakan kenyataan agar manusia benar-benar terbang di
saat itu! Mungkin si seniiman dapat-benar-benar gila karena KEGAGALANnya.
Memang dalam iman berbunyi : APA YANG BAGI MANUSIA TIDAK MUNGKIN, BAGI TUHAN
TAK ADA YANG TAK MUNGKIN.
BEBERAPA
BENTUK SUGESTI PRIBADI (contoh) :
*AKU
PERCAYA BAHWA :
Ø Aku tak hanya
seperti ini!
Ø Aku mampu
memecahkan masalah sulit ini!
Ø Tuhan tak
mungkin membiarkan aku begini!
Ø Tuhan membuat
aku mampu!
Ø Sejak
sekarang aku tak kan kekurangan !
Ø Dll, dll,
dll, dengan syarat : JANGAN DI SANGKAL OTAK, JANGAN DILAWAN OLWH PERASAAN
tetapi MATIKAN KEHENDAK, artinya JANGAN BERUSAHA AGAR SUGESTI INI
TERJADI tetapi JANGAN MERAGUKAN terjadinya sugesti itu!
Kala-kala
IKRAR adalah sugesti pribadi yang kokoh bagaikan jangkar kapal yang menentukan
kemana perjalanan kapal itu berhenti.
Nah,
kini betapa pentingnya sugesti untuk menentukan arah bentuk sasaran yang
dituju, bagi manusia, bagi keluarga, bagi kelompok, masyarakat bahkan bagi
dunia umumnya.
BENTUK
– BENTUK NYATA ADANYA SUGESTI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA (khususnya pada
masyarakat madani).
o PAMALI - PAMALI (TABU – INCEST)
Ada kelompok manusia yang membuat
batasan-batasan, rambu-rambu kehidupan;
sebaiknya begini, sebaiknya jangan begitu; jangan kesana karena ada
begini, jangan kesitu karea ada akibat begini.
Bentuk nyata tentang hal ini dapat
ditemukan dalam agama apapun, hukum adat dan tradisi, tempat yang disakralkan,
hari-hari keramat dan sebagainya yang disugestikan BILA TIDAK MELANGGAR AKAN
BAIK-BAIK SAJA, BILA MELANGGAR AKAN MEMPEROLEH SANKSI TERTENTU.
o DOA – DOA,
MANTRAM, PUJIAN
Bagi orang YANG PERCAYA, doa,
mantram, pujian menjadi sarana terlaksananya sugesti, seperti yang dikehendaki.
Namun bagi yang tidak percaya berdikir semalamanpun hanya menyebabkan kantuk
dan lapar.
o Benda KERAMAT
dan TEMPAT SUCI
Benda keramat / tempat suci adalah
merupakan PROSES PENGIRING peristiwa
penting yang menimbulkan sugesti. Berbagai bentuk benda keramat seperti
: Keris Pusaka, Cincin bertuah, Salib yang diberkati, Hosti-suci, Tasbih, Kitab
Suci, dll yang semua merupakan simbol PROSES PENGIRING tentang hubungan manusia
Terhadap Sang Junjungan.
Begitupula tempat yang dikeramatkan seperti :
pertapaan, permandian kuno, makam raja-raja dan orang suci (atau petilasannya),
gua-gua, Mekah Al Mukaromah, Medinah, Lourdes, Yerusalem, Benarez di India, dan
banyak lagi lokasi-lokasi suci (lebih tepat : DISUCIKAN) yang merupakan “alat
bantu” hubungan dekat antara Tuhan dan Manusia.
Matram
merupakan kalimat suci yang mengandung daya magis yang disugestikan bagi
manusia yang berkepentingan; namun bagi orang yang tidak percaya semua ini TAK
ADA ARTINYA!
Namun
setiap manusia memiliki kadar “KECOCOKAN” YANG TAK SAMA; sehingga matram yang
bagi si A sangat berdaya – guna, bagi si B sama sekali tak ada gunanya.
Doa
banyak dikembangkan oleh para pengamat agama/faham kerokhanian apapun di dunia.
Namun, dari 10 orang dalam satu agamapun memiliki kepekaan yang berbeda atas
doa-doanya. Semua tergantung dari PENGALAMAN PRIBADI yang MEMBENTUK SUGESTInya.
Si
A yang beragama Islam misalnya; meyakini doa Basmallah sebagai “andalan”nya,
sedangkan si B lebih yakin pada Al Fatihah, si C yakin pada Ayat Kursi.
Si
D yang Katholikan “senang” dengan tanda salibnya, si E yakin akan doa
PATER-NOSTER.
Sedang
si F yang berfaham ketuhanan universal tak meyakini doa apapun; tetapi sepenuh
iman hanya percaya pada Tuhan yang Maha Tinggi.
Inilah
gambaran HITEROGENITAS umat manusia ciptaan Tuhan. Keseluruhannya memiliki kebenaran
masing-masing; atau _ _ _ _ menganggap yang lain SALAH – SEMUA kecuali yang
diyakininya. Dan inipun wujud dari produk adanya sugesti yang menggerakkan
perikehidupan manusia.
KESIMPULAN – KESIMPULAN
1.
Kerukunan antar keluarga dapat dicapai dengan landasan
: KASIH, KOMUNIKASI, MEMAKLUMI, PENGENDALIAN DIRI, SALING PEDULI, dan TAK
MENGHAKIMI.
2.
KESUKSESAN ADA DIUJUNG SEUTAS SENYUM
3.
SIKAP MEMAKSAKAN KEHENDAK menyebabkan penolakan pada
diri / pribadi seseorang.
4.
PENYESUAIAN DIRI, DAN KEPEKAAN adalah sarana
diterimanya pribadi seseorang
5.
PUSAT PERHATIAN merupakan SASARAN UTAMA konsentrasi.
6.
SUGESTI merupakan alat penentu kehidupan.
7.
RASIONALISASI (LOGIKA) bukan ALAT UTAMA dalam
menentukan kehidupan, tetapi dapat di manfaatkan sebagai ALAT PEMBANTU kesimpulan.
8.
PERCONTOHAN adalah “kalimat tanpa ucapan” yang
menciptakan perubahan jiwa.
9.
SUGESTI PRIBADI mampu mencetak masa depan manusia
sesuai dengan yang diangankan.
10. Landasan
SUGESTI PRIBADI adalah kata hati “AKU PERCAYA BAHWA _ _ _ _!”
** ______________________________ **
SUGESTI DAN DOA
KIRANYA
PEMBACA YANG MERENUNGKAN ISI TULISAN INI DIANUGERAHI KEBAHAGIAAN HIDUP,
DIAYOMI, DIBIMBING, TERBUKA JALAN REJEKI DAN KESUKSESANNYA, MEMANCAR PADA
TEMAN-KAWAN-SANAK SAUDARA DAN KELOMPOK ANDA APAPUN BENTUKNYA. TUHAN MENYERTAI !
AMIIIIN !
Syaloom,
Penulis
Terima Kasih atas bantuan dari
saudara-saudara :
1.
_____________________________________di
________________________
2.
_____________________________________di
________________________
3.
_____________________________________di
________________________
4.
_____________________________________di
________________________
5.
_____________________________________di
________________________
6.
_____________________________________di
________________________
7.
_____________________________________di
________________________
8.
Dll.
Yang
telah menggandakan tulisan ini, Kasih Tuhan Menyertai.
Comments