Pertanyaan :
Hak Penghayat Kepercayaan untuk Diakui dalam Kolom Agama di KTP
Belum lama ini, masyarakat Baduy di Lebak-Banten
menginginkan kembali agar sistem kepercayaan "Sunda Wiwitan" bisa
dicantumkan dalam KTP. Hanya saja terbentur oleh Pasal 64 ayat (1) UU
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Sebenarnya,
posisi sistem kepercayaan dalam peraturan itu seperti apa? Adakah
kemungkinan warga Baduy menerakan sunda wiwitan di KTP mereka?
Jawaban :
Secara
formal, tidak ada undang-undang yang secara khusus mengakui satu atau
lebih agama di Indonesia, satu-satunya undang-undang yang menyebut
keberadaan adanya agama–agama adalah UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (“UU 1/PNPS/1965”).
Dalam Penjelasan Pasal 1 UU 1/PNPS/1965
disebutkan bahwa terdapat enam agama yang dipeluk penduduk Indonesia
ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan khong Cu (Confusius).
Ini tidak berarti bahwa agama-agama lain, misalnya: Yahudi,
Zarasustrian, Shinto, atau Taoism dilarang di Indonesia.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) khususnya Pasal 64 ayat (1)
juga tidak melarang agama–agama lain selain yang secara faktual dan
sosiologis dipeluk oleh masyarakat Indonesia. Namun, dalam ketentuan Pasal 64 ayat (2) UU Adminduk dinyatakan bahwa:
Sehingga
berdasarkan ketentuan Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (2) UU
Adminduk, maka Kepercayaan Sunda Wiwitan tidak dapat diisi dalam kolom
agama di kartu tanda penduduk (KTP).
Ketentuan
ini, dalam pandangan saya, memiliki potensi melanggar konstitusi dan
hak asasi manusia. Penjelasan soal perlindungan yang sama dan bebas dari
diskriminasi dapat dilihat pada pendapat Mahkamah Konstitusi pada Putusan No. 140/PUU-VII/2009 menyatakan:
Lebih lanjut, dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa:
Dari putusan ini menurut hemat saya, ketentuan Pasal 64 ayat (2) UU Adminduk
memiliki potensi pelanggaran konstitusional dan hak asasi manusia untuk
bebas dari diskriminasi berdasarkan agama/kepercayaan yang dianut
seseorang.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fa4e6aa575bc/peneraan-kepercayaan-dalam-ktp
“Keterangan tentang agama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum
diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan
dicatat dalam database kependudukan.”
“Menimbang bahwa terhadap dalil
para Pemohon, yang menyatakan bahwa UU Pencegahan Penodaan Agama
diskriminatif karena hanya membatasi pengakuan terhadap enam agama yaitu
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu, menurut
Mahkamah adalah tidak benar, karena UU Pencegahan Penodaan Agama tidak
membatasi pengakuan atau perlindungan hanya terhadap enam agama
sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon akan tetapi mengakui semua
agama yang dianut oleh rakyat Indonesia”.
“Menimbang bahwa terhadap dalil
para Pemohon, yang menyatakan bahwa UU Pencegahan Penodaan Agama
diskriminatif karena hanya membatasi pengakuan terhadap enam agama yaitu
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu, menurut
Mahkamah adalah tidak benar, karena UU Pencegahan Penodaan Agama tidak
membatasi pengakuan atau perlindungan hanya terhadap enam agama
sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon akan tetapi mengakui semua
agama yang dianut oleh rakyat Indonesia”
Dasar hukum:
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 140/PUU-VII/2009http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fa4e6aa575bc/peneraan-kepercayaan-dalam-ktp
Comments