Skip to main content

Samin Tuntut Pengakuan Sebagai Agama

Orang-orang Samin (Ist)‏Orang-orang Samin (Ist)‏BREBES- Setelah 70 tahun merdeka, diskriminasi dan intimidasi terhadap  terhadap pemeluk agama lokal masih terus berlangsung dilakukan oleh agama-agama yang diakui resmi di Indonesia. Hal ini disampaikan para penganut agama Samin dan Sapta Darma kepada Bergelora.com di Brebes, Jawa Tengah, Selasa (18/7).

“Penganut agama Sapta Darma di Kabupaten Brebes sangat terdiskriminasi. Kekerasan yang dialami penganut Sapta Darma tak hanya dialami saat masih hidup, tapi sudah mati pun masih mengalami hal serupa,” ujar penganut Sapta Darma asal Kabupaten Brebes Jawa Tengah, Carlim.
Ia menyampaikan, warganya yang meninggal pernah dibongkar makamnya karena tidak memeluk agama yang diakui negara.
“Pernah ada warga kami sudah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU). Gara-gara diketahui menganut Sapta Darma, makamnya dibongkar. Jenazahnya disuruh dipindah di tanah milik sendiri,” tutur Carlim sembari menahan isak tangis.
Sementara penganut agama lokal lainnya asal Jawa Tengah, Budi Santoso, menyampaikan, diskriminasi yang dialami penganut agama yang lahir di Indonesia atau yang diistilahkan pemerintah dengan penghayat kepercayaan, lebih berat ketimbang yang dialami penganut agama resmi.
“Jika yang agamanya diakui pemerintah saja mengalami diskriminasi, apalagi agama kami (Samin-red) lebih menyakitkan,” tuturnya.
Sesepuh penganut agama Samin Kabupaten Kudus itu, selain menceritakan segala persoalan yang dialami, juga mengajak kepada semua anggota Sobat KBB supaya ikut serta membantu warga Samin yang sedang meminta kepada pemerintah supaya mengakui keberadaan Samin sebagai agama.
“Kami sudah mengirimkan surat ke pemerintah provinsi, pusat, kepada Komnas HAM, dan lain-lain, supaya mereka membantu kami, Samin diakui sebagai agama. Memang ini hal sulit, tapi kalau kami tidak memperjuangkannya, kami khawatir anak cucu kami tidak tahu kalau Samin itu sebenarnya ya agama,” paparnya
Gerakan Samin
Ajaran Samin, disebut juga Pergerakan Samin atau Saminisme adalah salah satu suku yang ada di Indonesia. Masyarakat ini adalah keturunan para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan sedulur sikep, yang mengobarkan semangat perlawanan tanpa kekerasan terhadap Belanda. Perlawana berupa menolak membayar pajak dan menolak segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini acap memusingkan pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap itu, sikap yang hingga sekarang dianggap menjengkelkan oleh kelompok di luarnya.
Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri hingga baru pada tahun 1970-an, mereka baru tahu Indonesia telah merdeka. Kelompok Samin ini tersebar di Jawa Tengah, namun konsentrasi terbesarnya berada di kawasan Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur yang masing-masing bermukim di perbatasan kedua wilayah. Jumlah mereka tidak banyak dan tinggal di kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua provinsi.
Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep, karena kata samin bagi mereka mengandung makna negatif. Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, tidak suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro. Pokok ajaran Samin Surosentiko, yang nama aslinya Raden Kohar, kelahiran Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, tahun 1859, dan meninggal saat diasingkan ke Padang, 1914.
Orang Samin juga memiliki kitab suci bernama Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip, dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dimuliakan oleh orang Samin.
Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten (pengukuhan kehidupan sejati) ditulis dalam bentuk puisi tembang, kesusasteraan Jawa. Dengan kitab itulah, orang Samin membangun sebuah negara batin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan perintah "Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni." (Parto)
 http://www.bergelora.com/nasional/kesra/2255-samin-tuntut-pengakuan-sebagai-agama.html

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari ...

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa...

Manembah marang Gusti Kang Akaryo Jagad

Manembah marang Gusti Kang Akaryo Jagad (Menyembang kepada Gusti (Tuhan) yang membuat Dunia seisinya) Masyarakat Kejawen memiliki cara panembah (menyembah Gusti Akaryo Jagad) bermacam-macam. Bagi masyarakat Kejawen, tidak ada ketentuan ataupun cara tertentu dalam melakukan Panembah marang Gusti Akaryo Jagad. Dalam melakukan Panembah, ada empat macam panembah yang ada. Hal itu bisa kita simak dari penggalan Kitab Wedhatama sebagai berikut: Samengko ingsun tutur, Sembah catur supaya lumuntur, Dhihin raga cipta jiwa rasa karsa, Ingkono lamun ketemu, Tandha nugrahaning Manon. (Sekarang aku jelaskan tentang empat macam sembah. Yaitu Sembah Raga, Sembah Cipta, Sembah Jiwa dan Sembah Rasa. Disitu akan ketemu, tanda rahmatnya GUSTI Akaryo JAgad,Gusti Ingkang Moho Kuwoso-dudu Rojo nanging gusti kang maringin urip lan Mati) Panembah adalah berasal dari kata Sembah yang berarti kita mempersembahkan sesuatu. Tetapi yang terjadi sekarang ini justru kita melakukan sembahyang.Sembahyang artinya meper...