Skip to main content

Pahlawan Nasional Indonesia yang Beragama Buddha

Pahlawan Nasional Indonesia yang Beragama Buddha


Pahlawan Nasional Indonesia yang Beragama Buddha

Sutar Soemitro

Walaupun bukan agama mayoritas, umat Buddha ikut memiliki andil dalam usaha merebut kemerdekaan Indonesia. Jumlahnya memang tidak banyak, tapi ada juga loh pahlawan nasional yang beragama Buddha atau menjalankan Buddhisme. Tiga nama berikut patut dikedepankan. Mungkin masih ada nama lain yang belum diketahui.

Jenderal Gatot Subroto
20150817 Pahlawan Indonesia yang Beragama Buddha_2
Salah satu pahlawan nasional beragama Buddha yang terjun langsung dalam berbagai pertempuran melawan penjajah adalah Jenderal Gatot Subroto. Ia adalah tokoh asal Banyumas, Jawa Tengah yang merupakan penggagas akademi militer gabungan –sekarang dikenal dengan istilah AD, AU, dan AL– untuk membina para perwira muda.
Jenderal Gatot Subroto dikenal sering membantu perkembangan agama Buddha di Indonesia kala Buddhisme luntur dan berusaha disebarkan lagi di Nusantara. Istrinya bahkan pernah memimpin rombongan wanita Buddhis perwakilan dari Indonesia dalam Konferensi Wanita Buddhis Sedunia di Jepang pada tahun 1961.

Brigjen Soemantri M.S.
Kemudian ada Soemantri Mohammad Saleh. Soemantri Mohammad Saleh adalah salah satu pasukan dari GPH Djatikusumo dan Gatot Subroto di struktural pasukan PETA yang kemudian menjabat sebagai Brigadir Jenderal di TNI.
Dibesarkan dalam keluarga Islam dengan nuansa Jawa yang kental tidak membuatnya mengurungkan niat untuk belajar mengenai agama Buddha. Setelah lama menjadi seorang Muslim, ia bertemu dengan Bhikkhu Ashin Jinarakkhita. Ia begitu terpesona dengan ajaran Buddha hingga akhirnya berpindah keyakinan dan menjadi seorang Buddhis. Namanya pun diubah menjadi M.U. Sasanasinha Soemantri M.S. Ia kemudian terpilih menjadi ketua Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) pada tahun 1982. Selama masa itu juga, ia menjabat sebagai asisten gubernur DKI Jakarta.

R.A. Kartini
20150817 Pahlawan Indonesia yang Beragama Buddha_3
Agama Buddha tidak hanya menarik perhatian dua perwira tersohor semasa perjuangan kemerdekaan. Raden Ajeng Kartini, pelopor pejuang hak-hak perempuan juga menjadi salah satu pahlawan nasional yang memiliki keyakinan pada ajaran Buddha.
Lewat surat-surat kepada sahabat-sahabatnya di luar negeri ketika ia memperjuangkan hak-hak perempuan, R.A. Kartini seringkali menggunakan istilah yang berhubungan dengan Buddhisme seperti ”Boeddhabeeld ” yang berarti arca Buddha, ”Boeddha-kindje” yang berarti anak Buddha, ”Boeddhisme” yang berarti Buddhisme, dan ”Bodhisatwa” yang berarti calon Buddha. Ia bahkan memilih untuk menjadi vegetarian dan menyebut dirinya sendiri “anak Buddha”.
Dalam buku “Door Duisternis tot Licht” (Habis Gelap Terbitlah Terang), salah satu surat Kartini kepada R.M. Abendanon-Mandri yang berhasil dikumpulkan oleh J.H. Abendanon, tertulis kutipan pernyataan dari Kartini mengenai pilihannya bervegetarian: Ik ben een Boeddha-kindje, weet u, en dat is al een reden om geen dierlijk voedsel te gebruiken; Saya adalah anak Buddha, Anda tahu, itu alasan saya tidak memakan makanan hewani. (Door Duisternis tot Licht: 277)
Dalam tiga suratnya yang lain, Kartini memuji buku karya Harold Fielding berjudul ”De Ziel van een Volk” (Jiwa Suatu Bangsa) yang diterjemahkan oleh Felix Orrt ke dalam bahasa Inggris. Buku ini berisi pengalaman dan pengetahuan penulis mengenai ajaran Buddha serta bagaimana masyarakat Myanmar menerapkan dan menerjemahkan ajaran dalam kehidupan mereka. De Ziel van een Volk juga membahas mengenai kedudukan kaum perempuan yang secara umum setara dengan pria, pernikahan yang dianggap murni urusan duniawi bukan urusan agama, dan peran perempuan dalam keagamaan yang ”lebih religius tapi tidak serius”, yang berbanding terbalik dengan kaum laki-lakinya.
Gagasan Kartini mengenai emansipasi wanita kemudian lahir dan berkembang di Indonesia. Wanita Jepara yang banyak terinspirasi oleh ajaran Buddha ini menjadi satu lagi bukti bahwa keberagaman dan perbedaan menimbulkan banyak dampak positif dan bahwa keberagaman adalah napas bangsa yang harus kembali berembus di usia ke-70 ini.
 http://buddhazine.com/pahlawan-nasional-indonesia-yang-beragama-buddha/

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari ...

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa...

Manembah marang Gusti Kang Akaryo Jagad

Manembah marang Gusti Kang Akaryo Jagad (Menyembang kepada Gusti (Tuhan) yang membuat Dunia seisinya) Masyarakat Kejawen memiliki cara panembah (menyembah Gusti Akaryo Jagad) bermacam-macam. Bagi masyarakat Kejawen, tidak ada ketentuan ataupun cara tertentu dalam melakukan Panembah marang Gusti Akaryo Jagad. Dalam melakukan Panembah, ada empat macam panembah yang ada. Hal itu bisa kita simak dari penggalan Kitab Wedhatama sebagai berikut: Samengko ingsun tutur, Sembah catur supaya lumuntur, Dhihin raga cipta jiwa rasa karsa, Ingkono lamun ketemu, Tandha nugrahaning Manon. (Sekarang aku jelaskan tentang empat macam sembah. Yaitu Sembah Raga, Sembah Cipta, Sembah Jiwa dan Sembah Rasa. Disitu akan ketemu, tanda rahmatnya GUSTI Akaryo JAgad,Gusti Ingkang Moho Kuwoso-dudu Rojo nanging gusti kang maringin urip lan Mati) Panembah adalah berasal dari kata Sembah yang berarti kita mempersembahkan sesuatu. Tetapi yang terjadi sekarang ini justru kita melakukan sembahyang.Sembahyang artinya meper...