- Penulis : Dhuha Hadiansyah
Rimanews - Sampai menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai menteri agama, Lukman Hakim Syaifuddin belum mengesahkan secara tertulis pengakuan agama Baha’i di Indonesia. Padahal saat baru menjabat menteri, Juli 2014, Lukman sudah mengeluarkan pernyataan perihal kemungkinan pengesahan agama ini.
Isu pengesahan ini mencuat menyusul pernyataan Staf Khusus Menteri Agama Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Muhammad Machasin. Dia mengabarkan bahwa Kemenag saat ini tengah menginventarisasi keberadaan agama-agama lokal di Indonesia di luar enam agama yang diakui pemerintah, termasuk Baha’i.
Setelah inventarisasi, diharapkan terkumpullah data-data yang kelak diperlukan untuk menelaah kemungkinan pengembangan direktorat jenderal tersendiri di bawah Kemenag. Wadah birokrasi baru itu bertujuan mulia, yakni untuk melayani para pemeluk agama-agama lokal itu, yang selama ini terkatung-katung tanpa kepastian dalam pelayanannya.
Sejarah agama Baha’i
Pendiri aliran Baha’i ini adalah Mirza Ali Muhammad asy-Syairazi, lahir di Iran 1252 H/1820 M. Dia menyerukan bahwa dirinya adalah potret dari Nabi-nabi terdahulu. Tuhan pun menyatu dalam dirinya (hulul).
Pendiri aliran Baha’i ini adalah Mirza Ali Muhammad asy-Syairazi, lahir di Iran 1252 H/1820 M. Dia menyerukan bahwa dirinya adalah potret dari Nabi-nabi terdahulu. Tuhan pun menyatu dalam dirinya (hulul).
Mirza Ali dibunuh pemerintah Iran tahun 1850, pada usia baru 30 tahun. Sebelum meninggal, Mirza memilih dua muridnya, Subuh Azal dan Baha’ullah, untuk menjadi pendakwah. Keduanya di usir dari Iran. Subuh Azal ke Siprus, sedang Baha’ullah ke Turki.
Seiring waktu, pengikut Baha’ullah lebih banyak, hingga disebut Baha’iyah atau Baha’isme, dan kadang masih disebut Babiyah, nama yang di pilih pendirinya, Mirza Ali.
Kemudian dua tokoh tersebut bertikai. Dianggap berpotensi mengganggu keamanan, keduanya d usir oleh pemerintah Turki. Baha’ullah lari ke Akka, Palestina. Di Akka, ia mengarang al-Kitab al-Aqdas, yang diakuinya sebagai kumpulan wahyu. Baha’ullah menganggap agamanya universal, semua agama dan ras bersatu di dalamnya.
Secara organisasi, Baha’i berpusat di Haifa, Israel. Baha’i tersebar di 235 negara melalui Baha’i International Community (BIC). Sementara itu, pusat kegiatan Baha’i ada di Chicago, Amerika Serikat.
Ajaran Baha’i masuk ke Indonesia sekitar tahun 1878, sebelum meninggalnya Baha’ullah di Israel, 1892. Bahai masuk ke nusantara melalui Sulawesi yang dibawa dua orang pedagang; Jamal Effendi dan Mustafa Rumi, asal Persia dan Turki. Ia juga berkunjung ke Jakarta, Surabaya dan Bali.
Pada 15 Agustus 1962, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 264/Tahun 1962 yang berisikan pelarangan tujuh organisasi, termasuk Baha’i.
Aliran Baha’i diresmikan oleh Gus Dur saat menjabat sebagai Presiden (1999-2001), dan sehari setelah itu muncul pernyataan resmi dari NU (Nahdlatul Ulama) daerah Bandung yang menolaknya.
Pada awal abad kedua puluh satu, jumlah penganut Bahá’à sekitar enam juta orang yang berdiam di lebih dari dua ratus negeri di seluruh dunia.
Ajaran Baha’i
Dalam wikipedia, Bahá’à disebut sebagai agama monoteistik yang menekankan pada kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia. Dalam ajaran Bahá’Ã, sejarah keagamaan dipandang sebagai suatu proses pendidikan bagi umat manusia melalui para utusan Tuhan, yang disebut para "Perwujudan Tuhan".
Dalam wikipedia, Bahá’à disebut sebagai agama monoteistik yang menekankan pada kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia. Dalam ajaran Bahá’Ã, sejarah keagamaan dipandang sebagai suatu proses pendidikan bagi umat manusia melalui para utusan Tuhan, yang disebut para "Perwujudan Tuhan".
Bahá’u’lláh dianggap sebagai Perwujudan Tuhan yang terbaru. Dia mengaku sebagai pendidik Ilahi yang telah dijanjikan bagi semua umat dan yang dinubuatkan dalam agama Kristen, Islam, Buddha, dan agama-agama lainnya.
Bahá’u’lláh menyatakan bahwa misinya adalah untuk meletakkan pondasi bagi persatuan seluruh dunia, serta memulai suatu zaman perdamaian dan keadilan, yang dipercayai umat Bahá’à pasti akan datang.
Mendasari ajaran Bahá’à adalah asas-asas keesaan Tuhan, kesatuan agama, dan persatuan umat manusia. Pengaruh dari asas-asas hakiki ini dapat dilihat pada semua ajaran kerohanian dan sosial lainnya dalam agama Bahá’Ã. Misalnya, orang-orang Bahá’à tidak menganggap "persatuan" sebagai suatu tujuan akhir yang hanya akan dicapai setelah banyak masalah lainnya diselesaikan lebih dahulu, tetapi sebaliknya mereka memandang persatuan sebagai langkah pertama untuk memecahkan masalah-masalah itu.
Hal ini tampak dalam ajaran sosial Bahá’à yang menganjurkan agar semua masalah masyarakat diselesaikan melalui proses musyawarah. Sebagaimana dinyatakan Bahá’u’lláh: "Begitu kuatnya cahaya persatuan, sehingga dapat menerangi seluruh bumi." Iman Baha'i adalah agama Abrahamik.
Comments