Skip to main content

Kawruh Kejawen(kejawaan)

Kawruh Kejawen(kejawaan) adalah suatu konsep falsafah hidup yang digali terus menerus sepanjang masa. Dimana konsep dasar kawruh (pengetahuan) Jawa adalah “laku” yaitu pengalaman pribadi sang pencari. Namun kenyataan sekarang opini public mengatakan bahwa Kejawen identik dengan “aliran kepercayaan” atau ada yang menganggap Kejawen adalah “agama”.
Karena sebenarnya kawruh kejawen adalah filosophy hidup yang menyangkut berbagai aspek ide dasar (falsafah) yangterdiri dari 6 falsafah dalam postingan awal saya dulu. Yaitu konsep dasar tentang hidup itu sendiri sebagai tuntunan hidup di dunia.. Disamping itu dalam kesempatan ini akan saya coba sedikit uraikan tentang konsep filoshopi hidup Kejawen dalam ranah ide dasar tentang filsafat hidup yang selain tuntunan hidup di dunia juga ngancik/masuk ke ranah filsafat kehidupan lain yaitu tentang iman dan peradaban. Memang kalau dilihat agak memper dengan konsep dasar agama yaitu faith. Namun yang membedakan adalah Kejawen tidak punya yang namanya “kitab suci”, namun mengandalkan pada “laku” menuju ke pencerahan kepribadian yaitu cipta, budi, rasa dan karsa.
Memang bener semua penganut/pencari Kejawen dipaksa harus mencantumkan kolom agama yang direstui di RI dengan memilih kelima agama yang ada. Tidak diperbolehkan mencantumkan Kejawen kalo dilihat dari kaca mata agama-agama yang direstui. Meski tidak mathuk/sesuai orang jawa selalu nrima (menerima) karena memang bukan ranah agama yang dicari. Namun ranah spiritualnya yang dicari. Orang yang ber”Tuhan” atau ber”ingsun” atau ber”aku sejati” tidak perlu harus mempunyai agama (agama yang direstui). Namun Jawa tidak pernah 100% menolak agama karena memang ide dasarnya adalah “Tuhan/Gusti/Ingsun” atau apalah konsep sesembahan itu adalah satu , satu dalam arti tunggal atau majemuk, dan manembah/menyembah adalah laku pribadi dan unik, mungkin bisa berbeda satu dan lainnya. Ini yang membuka peluang Kejawen identik dengan klenik, mistik dan lain-lainnya. Karena memang tidak ada syariat atau ritual baku dalam menyembah cuma ada konsep/ide dasar saja yang tidak mau menggurui karena ide dasar tadi adalah konsep universal yang tidak memandang minoritas dan mayoritas serta mengakomodasi sifat makluk dan manusia yang unik, tidak di gebyah uyah (tidak bisa disamakan) satu dan lainnya.

Laku peradaban jawa didasari pada konsep kesadaran religius spiritualis dimana tujuannya adalah bukan “hasil akhir” yang dicapainya namun “laku” yang memperhatikan dan menikmati “perjalanan” itu sendiri. Bertemu atau tidak tujuannya itu tidak perlu dipersoalkan namun perjalanan "laku" itu sendiri yang perlu dinikmati. Inilah kenapa jawa mengadopsi keadaan "Owah Gingsir", dimana tujuan dan cara laku bisa berubah dan berbeda setiap saat. Disini akan saya utarakan tentang konsep filosofi iman dan peradaban Jawa yang memuat 5 bahasan kawruh yaitu :

1.Adanya Tuhan/Gusti
2.Asal muasal Universe/Alam semesta
3.Mitologi Jawa
4.Peradaban Jawa
5.Penanggalan Jawa

Semoga bermanfaat dalam mengarungi samodra kehidupan yang “owah gingsir” dan “tan kena kinaya ngapa” ini , suatu jaman yang selalu berubah dan tidak bisa dipastikan.

Rahayu
Mas Cebolang

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa