Skip to main content

Rahayu bagi PerkawinanPenghayat Kepercayaan

ANGIN para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa paska diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 37 Tahun 2007 tentang Pelaksaan Undang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Para penghayat kepercayaan termasuk yang tinggal di Kebumen sudah bisa mengatur tata cara pencatatan perkawinan dan pemerintah telah mengakui perkawinan mereka.

Ya, sebelum ada aturan tersebut perkawinan para penghayat kepercayaan belum bisa disahkan di catatan sipil, sehingga pasangan tersebut dianggap kumpul kebo. Saat itu para penghayat kepercayaan sulit mencatatkan perkawinannya karena tidak diakomodasi oleh instansi cacatan sipil.

Seperti dikemukakan Ketua Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) Kebumen Drs Sukiman, diterbitkannya PP No 37 tahun 2007 mengurangi diskriminasi terhadap penganut kepercayaan yang selama ini dikesampingkan hak-hak sipilnya. Padahal saat ini di Indonesia terdapat sekitar 248 organisasi aliran kepercayaan dengan anggota sekitar 9 juta orang.

Adapun di Kebumen kata dia, terdapat sekitar 10.000 orang yang menjadi penghayat kepercayaan kepada Tuhan YME. Penghayat di Kebumen terhimpun dalam sembilan paguyuban penghayat kepercayaan. Yakni, Jaya Sampurna, Sukma Sejati, Paguyuban Jawa Sejati (Pajati), Sapta Darma, Sumarah, Tri Luhur, Mapan, Budaya Bangsa dan Pandan Wangi.

"Di antara sejumlah paguyuban itu, Budaya Bangsa paling banyak penganutnya yakni sekitar 2.000 orang," ujar Drs Sukirman di sela-sela pencatatan pernikahan pasangan penghayat kepercayaan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Pendukcapil) Kebumen, baru-baru ini.

Satu pasangan penghayat kepercayaan yang perkawinannya yang dicatat oleh Dinas Pendukcapil adalah perkawinan antara Tugiman (32) warga Desa Bumirejo Kecamatan Puring dengan Wahyuni (26). Penyerahan akta nikah pasangan gadis dan duda yang menikah secara adat pada 1 Maret lalu diberikan oleh Kepala Bidang Pencatatan Sipil Supriantoro SSos.

Pesta perkawinan juga digelar selayaknya pesta perwakinan adat Jawa pada umumnya. Yang membedaan ritual perkawinan tidak dilakukan sesuai salah satu agama, namun dengan menggunakan tatacara penghayat kepercayaan Lebih lanjut, Sukirman yang merupakan pemuka penghayat kepercayaan Sukma Sejati itu menambahkan, penghayat aliran kepercayaan, bukan merupakan agama tertentu. Maka dia meminta dalam kolom agama pada KTP atau formulir akta perkawinan tidak disikan dengan agama tertentu alias dikosongkan.

"Begitu pula bagi anak-anak yang menganut kepercayaan di bangku sekolah diharapkan bisa memperoleh pelajaran tentang penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa," katanya.

Kendati sudah ada yang mulai berani menunjukkan diri, banyak penghayat yang masih takut-takut. Maklumlah, stigma tidak beragama yang sering muncul di masyarakat dan dianggap sebagai aliran sesat. Tirani kaum mayoritas terhadap warga minoritas masih mereka rasakan dalam kehidupan sehari-hari.***


dicopy:
http://ondosupriyanto.blogspot.com/2009/05/perkawinan-penghayat-kepercayaan.html

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t