Skip to main content

Protes Pada Sang Pelanduk

GAJAH berkelahi dengan gajah, pelanduk yang muncul sebagai pemenang. Ini mungkin ungkapan yang pas untuk proses pemilihan ketua umum Himpunan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (HPK), yang sudah menyelenggarakan munasnya enam bulan lalu. Si Pelanduk, Djoko Mursito Humardani, terpilih memimpin himpunan yang beranggotakan 260 paguyuban se-Indonesia ini, 5 Maret lalu. Menurut rencana, acara pengukuhan kepengurusan ini akan diadakan di Gedung Krida Bhakti, Jakarta Pusat, Kamis pekan ini. Pemilihan ketua umum seharusnya berlangsung dalam munas HPK. 18-21 Desember lalu, di Kaliurang, Yogyakarta. Tapi munas sempat diperpanjang sehari karena tujuh formatur belum berhasil menyusun pengurus baru. Sebagian formatur ingin mempertahankan Zahid Hussein, ketua umum HPK dua periode berturut-turut sebelumnya, tapi ada juga yang ingin menggusurnya. Para penentang Zahid menilai pejabat Setneg itu kurang berhasil mendekati Pemerintah. Akibatnya, pengikut HPK tidak bisa lagi menikah di Catatan Sipil seperti sebelumnya, dan tidak bisa mencantumkan kata "kepercayaan" dalam kolom agama di KTP. Selain itu, Zahid yang sudah naik haji itu dianggap terlalu condong ke Islam. Lalu muncul empat kandidat lain, Tulus, Permadi, Soemantri, dan Sri Soewardini. Tulus, yang tampil dengan program jangka pendek supaya anggota HPK bisa menikah di Catatan Sipil, mencuat namanya. Munas akhirnya diskors sebulan. Pada 21 Januari, acara akan dilanjutkan di Jakarta. Dalam masa skors ini, formatur meminta petunjuk dari Pemerintah. Nama empat kandidat terakhir dilayangkan pada Dirjen Kebudayaan dan Direktur Binhayat. Tembusan juga disampaikan pada Presiden dan Mensesneg. Tapi, sampai batas waktu berakhir, petunjuk belum turun juga. Sebenarnya, selama masa menunggu, tim formatur sudah mengadakan rapat di Cibogo, Bogor, 12 Januari, dan memilih Tulus sebagai ketua umum. Maka, disusulkanlah susunan pengurus dan ketua umum HPK ini. Namun, menurut salah seorang formatur, mereka juga menyiapkan Djoko Mursito Humardani sebagai cadangan ketua umum. Maksudnya, kalau usulan pertama tidak diterima, bisa diganti dengan yang berikutnya. Dua bulan ditunggu, jawaban tidak kunjung datang. Karena itu, usul cadangan ditayangkan. Dalam usul ini, Tulus tergusur dalam kepengurusan. Sebab, kata formatur itu lagi, Tulus dinilai kurang bisa menjembatani kepentingan HPK dan Pemerintah untuk membina hubungan antarumat beragama. Sebelum surat melayang, sudah diadakan lobi dengan beberapa pihak, antara lain Zahid Hussein dan salah seorang ketua DPP Golkar Mohammad Tarmudji. Upaya ketiga ini membuahkan hasil. Selembar disposisi bertanda tangan Presiden turun pada Mensesneg. Isinya: untuk memantapkan kepengurusan DPP HPK, Mensesneg agar segera berkonsultasi dengan Zahid Hussein dan Direktur Binhayat. Tanggal 5 Maret, diadakan pertemuan di rumah almarhum Soedjono Humardani -- ayah Djoko Mursito -- di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Pejabat Setneg Soenarso yang membawa disposisi dari Presiden bertemu dengan Direktur Binhayat Permadi, wakil ketua formatur Moerdijono, sekretaris formatur Ida Bagus Budhiawan, dan calon ketua Djoko Mursito. Pertemuan 10 jam itu menelurkan susunan dewan pengurus dengan Djoko sebagai ketua umum. Ketua I dan II dipegang oleh Moerdijono, dan ketua III pengurus lama, Soemantri. Zahid, Permadi, dan Tulus duduk sebagai ketua, sekretaris, dan anggota Dewan Pertimbangan Pusat HPK. Aksi tidak setuju atas terpilihnya Djoko pun segera berkibar. Dua anggota formatur, Soeratno, Ketua DPD HPK Jawa Tengah, dan Soewandi, Ketua DPD HPK Jawa Timur, bersedia menandatangani hasil rapat di Jalan Diponegoro itu kalau ada bukti tertulis tentang disposisi dari Presiden. Beberapa pihak menganggap pemilihan Djoko tidak sah karena hanya dihadiri ketua dan sekretaris. Seharusnya, sang ketua umum dipilih dalam rapat tim formatur dan pengurus DPD I HPK se-Indonesia. "Dalam munas Kaliurang itu, saya yang terpilih jadi ketua umum. Sebenarnya, saya tidak mau, tapi dicalonkan dari bawah," kata Tulus. Keberatan lain, Djoko dianggap masih belum cukup umur mengurus himpunan ini. Ia belum pernah duduk sebagai pengurus DPD atau DPP. Padahal, soal usia atau yang dituakan amat dipentingkan dalam ormas yang memiliki kepemimpinan tradisional ini. Tentangan juga datang dari pihak yang ikut dalam pertemuan 10 jam itu. Permadi, yang semula menyetujui putusan itu, berbalik menentangnya, bahkan mengirim surat permohonan penangguhan pengukuhan pengurus HPK pada Mensesneg, 7 Mei lalu. "Saya ingin agar semua masalah clear dulu sebelum peng- urus HPK dikukuhkan," begitu alasan Direktur Binhayat ini. Sang calon ketua umum sendiri tampak tenang-tenang saja. Kamis minggu lalu, ia memprakarsai pertemuan dengan sekitar 50 anggota HPK di Padepokan Kalimasada, Ciawi, Jawa Barat. Acara makan malam itu untuk mempersiapkan pengukuhan DPP HPK baru. Undangan bertanggal 4 Juni ini disampaikan juga kepada Permadi. Padahal, pada hari yang sama, Direktur Binhayat ini mengadakan pertemuan dengan anggota HPK di rumahnya. Ada kelompok lain yang juga menggalang kekuatan serupa pada hari itu. Zahid Hussein, ketua umum HPK demisioner, membuat sarasehan dengan sekitar 50 penghayat HPK di Sasono Adiroso TMII. Ia menganggap proses pemilihan Djoko tidak sah karena ia tidak tahumenahu proses pembentukan pengurus itu. Padahal, walau ia sudah mantan, tongkat estafet masih berada di tangannya. Meski ada protes, persiapan pengukuhan terus berjalan. Moerdijono yakin acara akan berjalan. Undangan yang, antara lain, menyatakan bakal ada amanat Presiden -- sekalipun belum ada kepastiannya -- sudah disebar. Undangan tanpa tanggal dan nomor itu sudah sampai ke tangan Tulus. Ia langsung menulis surat balasan pada Moerdijono. "Saya tulis harap Saudara batalkan acara tersebut sampai tiga kali," katanya. Diah Purnomowati, Moebanoe Moera, Rustam F. Mandayun, dan Zed Abidien

copy from: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/06/16/NAS/mbm.19900616.NAS16788.id.html

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa