Salam Rahayu,
Menindak-lanjuti Surat Edaran No. 01/SE/NBSF/VIII/07 tanggal 1 Agustus 2007 dari Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film, perihal Penunjukan dan penetapan Pemuka Penghayat Kepercayaan, Kapribaden telah melakukan seleksi dan mengirimkan calon-calon Pemuka Penghayat Kepercayaan ke Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan Surat Keputusan Pengangkatan ( SK ).
SK Pengangkatan Pemuka Penghayat Kepercayaan dari Direktorat Kepercayaan saat ini sudah dikirimkan ke Pemuka Penghayat Kepercayaan yang bersangkutan melalui Pengurus Provinsi Paguyuban Penghayat Kapribaden di wilayah masing-masing
Pemuka Penghayat Kepercayaan ( Kapribaden ) yang sudah didaftarkan ke Direktorat Kepercayaan dan telah mendapatkan Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Pemuka Penghayat Kapribaden, adalah :
1. Ibu Anugraheni, untuk wilayah Prov. DKI Jakarta (Jabodetabek)
2. Bp. Ir. Kade Suparma, untuk wilayah Prov. Bali
3. Bp. Sarno, untuk wilayah Prov. Jawa Tengah
4. Bp. Daniel Riyanto, untuk wilayah Kab. Semarang
5. Bp. Moedjijo, untuk wilayah Kab. Pekalongan
6. Bp. Sunarjo, untuk wilayah Kab. Pekalongan
7. Bp. Wasjari Rustamaji, untuk wilayah Prov. DI Yogyakarta
8. Bp. Abdul Madjid, SH, untuk wilayah Prov. Jawa Timur
9. Bp. Kodrat, untuk wilayah Kota Surabaya
10. Bp. Koesnan Hadi Kusumo, untuk wilayah Kota & Kab. Malang
11. Bp. Anang Muryadi Saelan, untuk wilayah Kab. Nganjuk
12. Bp. Tri Saksono Waluyo, untuk wilayah Kab. Tulung Agung
Kita berharap sesuai kebutuhan Provinsi dan Kabupaten lainnya segera menyusul
Pemuka Penghayat Kepercayaan bertugas mencatat, mengesahkan perkawinan dan atau melaksanakan perkawinan dengan Tata Cara Penghayat Kepercayaan.
Bagi Warga Kapribaden yang ingin melangsungkan pernikahan dengan Tata Cara Penghayat Kepercayaan silahkan menghubungi Pengurus Kapribaden di Kabupaten masing-masing.
Rahayu,
Suprih Suhartono
Laku itu kita jalani dalam hubungan vertikal dengan Tuhan/Moho Suci. Sedangkan yang disampaikan oleh Bp. Suprih mengenai Perkawinan Penghayat Kepercayaan itu adalah hubungan horisontal antara hak warga negara dengan pemerintah.
Seperti diketahui bahwa banyak Penghayat Kepercayaan yang betul2 murni hanya melakukan Laku Kepercayaannya tanpa melakukan ritual salah satu agama yang "dianggap resmi" oleh pemerintah (saya salah satunya). Tetapi selama ini kami diharuskan untuk mengakui salah satu agama tersebut apabila ingin mendapatkan hak-hak sipilnya sebagai warga negara seperti misalnya membuat KTP, KK, akta perkawinan, akta kelahiran, dll. Bagi para penghayat yang juga sekaligus beragama mungkin itu tidak masalah tetapi bagi penghayat kepercayaan murni itu merupakan tekanan karena harus berbohong dan munafik karena harus mengakui sesuatu yang tidak diyakini dan dilakukan.
Oleh karena itu Kapribaden yang ajarannya tidak berinduk pada salah satu agama bersama dengan kepercayaan2 murni yang lain turut memperjuangkan bersama agar para penghayat kepercayaan murni ini bisa mendapatkan hak-hak sipilnya sebagai warga negara seperti para pemeluk agama.
Jadi jelas disini bahwa LAKU KAPRIBADEN BUKAN AGAMA, tetapi PENGHAYAT KAPRIBADEN "YANG MURNI" ADALAH WARGA NEGARA YANG MEMPUNYAI HAK YANG SAMA DENGAN WARGA NEGARA YANG MEMELUK AGAMA TERMASUK HAK UNTUK MENYATAKAN BAHWA TIDAK BERAGAMA (WALAU KAMI SANGAT PERCAYA KEPADA TUHAN).
Demikian mungkin tambahan dari saya, mohon maaf yang sebesar2nya apabila ada kata2 yang kurang berkenan.
Rahayu,
Retno
Menindak-lanjuti Surat Edaran No. 01/SE/NBSF/VIII/07 tanggal 1 Agustus 2007 dari Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film, perihal Penunjukan dan penetapan Pemuka Penghayat Kepercayaan, Kapribaden telah melakukan seleksi dan mengirimkan calon-calon Pemuka Penghayat Kepercayaan ke Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan Surat Keputusan Pengangkatan ( SK ).
SK Pengangkatan Pemuka Penghayat Kepercayaan dari Direktorat Kepercayaan saat ini sudah dikirimkan ke Pemuka Penghayat Kepercayaan yang bersangkutan melalui Pengurus Provinsi Paguyuban Penghayat Kapribaden di wilayah masing-masing
Pemuka Penghayat Kepercayaan ( Kapribaden ) yang sudah didaftarkan ke Direktorat Kepercayaan dan telah mendapatkan Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Pemuka Penghayat Kapribaden, adalah :
1. Ibu Anugraheni, untuk wilayah Prov. DKI Jakarta (Jabodetabek)
2. Bp. Ir. Kade Suparma, untuk wilayah Prov. Bali
3. Bp. Sarno, untuk wilayah Prov. Jawa Tengah
4. Bp. Daniel Riyanto, untuk wilayah Kab. Semarang
5. Bp. Moedjijo, untuk wilayah Kab. Pekalongan
6. Bp. Sunarjo, untuk wilayah Kab. Pekalongan
7. Bp. Wasjari Rustamaji, untuk wilayah Prov. DI Yogyakarta
8. Bp. Abdul Madjid, SH, untuk wilayah Prov. Jawa Timur
9. Bp. Kodrat, untuk wilayah Kota Surabaya
10. Bp. Koesnan Hadi Kusumo, untuk wilayah Kota & Kab. Malang
11. Bp. Anang Muryadi Saelan, untuk wilayah Kab. Nganjuk
12. Bp. Tri Saksono Waluyo, untuk wilayah Kab. Tulung Agung
Kita berharap sesuai kebutuhan Provinsi dan Kabupaten lainnya segera menyusul
Pemuka Penghayat Kepercayaan bertugas mencatat, mengesahkan perkawinan dan atau melaksanakan perkawinan dengan Tata Cara Penghayat Kepercayaan.
Bagi Warga Kapribaden yang ingin melangsungkan pernikahan dengan Tata Cara Penghayat Kepercayaan silahkan menghubungi Pengurus Kapribaden di Kabupaten masing-masing.
Rahayu,
Suprih Suhartono
Laku itu kita jalani dalam hubungan vertikal dengan Tuhan/Moho Suci. Sedangkan yang disampaikan oleh Bp. Suprih mengenai Perkawinan Penghayat Kepercayaan itu adalah hubungan horisontal antara hak warga negara dengan pemerintah.
Seperti diketahui bahwa banyak Penghayat Kepercayaan yang betul2 murni hanya melakukan Laku Kepercayaannya tanpa melakukan ritual salah satu agama yang "dianggap resmi" oleh pemerintah (saya salah satunya). Tetapi selama ini kami diharuskan untuk mengakui salah satu agama tersebut apabila ingin mendapatkan hak-hak sipilnya sebagai warga negara seperti misalnya membuat KTP, KK, akta perkawinan, akta kelahiran, dll. Bagi para penghayat yang juga sekaligus beragama mungkin itu tidak masalah tetapi bagi penghayat kepercayaan murni itu merupakan tekanan karena harus berbohong dan munafik karena harus mengakui sesuatu yang tidak diyakini dan dilakukan.
Oleh karena itu Kapribaden yang ajarannya tidak berinduk pada salah satu agama bersama dengan kepercayaan2 murni yang lain turut memperjuangkan bersama agar para penghayat kepercayaan murni ini bisa mendapatkan hak-hak sipilnya sebagai warga negara seperti para pemeluk agama.
Jadi jelas disini bahwa LAKU KAPRIBADEN BUKAN AGAMA, tetapi PENGHAYAT KAPRIBADEN "YANG MURNI" ADALAH WARGA NEGARA YANG MEMPUNYAI HAK YANG SAMA DENGAN WARGA NEGARA YANG MEMELUK AGAMA TERMASUK HAK UNTUK MENYATAKAN BAHWA TIDAK BERAGAMA (WALAU KAMI SANGAT PERCAYA KEPADA TUHAN).
Demikian mungkin tambahan dari saya, mohon maaf yang sebesar2nya apabila ada kata2 yang kurang berkenan.
Rahayu,
Retno
Comments