Skip to main content

Manembah marang Gusti Kang Akaryo Jagad

"Sembahyang memasrahkan diri kita pada Yang Maha Esa ( bukan Shalat karena Kejawen lahir sebelum Islam, Islam mengggunakan kejawen untuk persebaran agamanya artinya dioleah oleh para wali itu untuk kepentingan syiar. Apa perbedaannya? Ketika kita melakukan sembahyang atau shalat, maka kita bukan mempersembahkan sesuatu pada Allah , tetapi kita justru meminta melulu. Tidak ada persembahan)"


 
(Menyembang kepada Gusti (Tuhan) yang membuat Dunia seisinya)
Masyarakat Kejawen memiliki cara panembah (menyembah Gusti Akaryo Jagad) bermacam-macam. Bagi masyarakat Kejawen, tidak ada ketentuan ataupun cara tertentu dalam melakukan Panembah marang Gusti Akaryo Jagad. Dalam melakukan Panembah, ada empat macam panembah yang ada. Hal itu bisa kita simak dari penggalan Kitab Wedhatama sebagai berikut:

Samengko ingsun tutur,
Sembah catur supaya lumuntur,
Dhihin raga cipta jiwa rasa karsa,
Ingkono lamun ketemu,
Tandha nugrahaning Manon.

(Sekarang aku jelaskan tentang empat macam sembah. Yaitu Sembah Raga, Sembah Cipta, Sembah Jiwa dan Sembah Rasa. Disitu akan ketemu, tanda rahmatnya GUSTI Akaryo Jagad,Gusti Ingkang Moho Kuwoso-dudu Rojo nanging gusti kang maringin urip lan Mati)

Panembah adalah berasal dari kata Sembah yang berarti kita mempersembahkan sesuatu. Tetapi yang terjadi sekarang ini justru kita melakukan sembahyang.Sembahyang artinya mepersembahkan kehidupan kita jiwa raga kita dipasrahkan kepada Gusti Akaryo Jagad lan saisine(seisinya) bukan meminta minta layaknya anak kecil jadi Sembahyang memasrahkan diri kita pada Yang Maha Esa ( bukan Shalat karena Kejawen lahir sebelum Islam, Islam mengggunakan kejawen untuk persebaran agamanya artinya dioleah oleh para wali itu untuk kepentingan syiar. Apa perbedaannya? Ketika kita melakukan sembahyang atau shalat, maka kita bukan mempersembahkan sesuatu pada GUSTI Akaryo Jagad , tetapi kita justru meminta melulu. Tidak ada persembahan.)

1.Sembah Raga
Sembah raga artinya menyadari bahwa seluruh jiwa raga kita mikik Samng Hyang Widi-Tuhan Yang Maha Esa.Yang mengutamakan gerakan raga dengan cara yang sudah ditentukan, disertai dengan doa baik dengan suara yang dapat didengar orang lain maupun ucapan di dalam batin yang tidak terdengar. Dalam serat Wedhatama dijelaskan:

Sembah Raga puniku
Pakartining wong amagang laku
sesucine asarana saking warih
Kang wus lumrah limang wektu
Wantu wataking wawaton

(Sembah raga itu, pengertiannya orang yang sedang laku, caranya mensucikan diri dengan air, yang lumrah adalah lima waktu, cara-caranya sudah ditentukan)

Sembah raga ini dimaksudkan untuk membersihkan diri dengan latihan tertentu khususnya latihan jasmani. Semua itu merupakan tahap awal yang harus dilewati oleh seorang pencari kebenaran.

2. Sembah Cipta
Panembah dengan cara ini adalah mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa menggunakan sarana ciptanya- alam sekitar gunung, tanah dan semua isinya sebagai wujud syukur atas yang diberikan Gusti Ingkang Moho Kuwaos. Yang dimaksud dengan sembah cipta adalah menghentikan ciptanya supaya menjadi tenang. Caranya adalah dengan berdiam diri, dan berusaha menghentikan ciptanya. Berhentinya cipta seorang manusia itu disebut heneng(hening) yang memiliki arti meneng (diam dan tenang).

Mengapa gerakan cipta harus dihentikan? Karena daya cipta manusia merupakan aling-aling (tabir penyekat yang menghalangi manusia dengan dunia ghaib). Dengan menghentikan cipta maka akan terbukalah tabir penyekat tersebut yang memungkinkan manusia masuk ke alam ghaib untuk mendekat pada Gusti Ingkang Moho Kuwaos-pemilik Jagad raya seisinya.

3. Sembah Rasa
Sembah rasa biasa juga disebut sembah kalbu. Rasa manusia itu ada tiga yaitu rasa luar, rasa dalam, dan rasa sejati. Rasa luar adalah rasa yang terdapat pada kulit kita. Misalnya, rasa sakit, rasa panas yang kita rasakan pada kulit kita. Sedangkan rasa dalam, adalah rasa yang ada dalam diri kita. Misalnya, rasa marah, rasa senang dan lain-lain. Sementara rasa sejati adalah rasa yang dapat menerima dan mengerti aneka macam keghaiban.

Apa saja yang bisa terjadi dalam tataran sembah rasa tersebut? Hal itu bisa disimak dari serat:

Keleme mawa emut,
Lalamatan,
Jroning alam kanyut,
Sanyatane iku kenyataan kaki,
Sejatine yen tan emut
Sayekti tan bisa amor.

(Tenggelamnya dengan selalu ingat, sayup-sayup, berada dalam alam hanyut, kebenarannya itulah kenyataannya, Sejatinya kalau tidak ingat, maka tidak akan bisa bertemu (dengan Gusti Ingkang Moho Kuwaos-pemilik Jagad raya seisinya.)

Panembah rasa ini bisa disebut berhasil jika berada pada tingkat heneng-hening dan dapat mempertahankan kesadaran untuk masuk ke alam ghaib Gusti Ingkang Moho Kuwaos-pemilik Jagad raya seisinya.. Jika sudah begitu, maka juga bisa disebut sumusuping rasa jati (menyusupnya rasa sejati). Hal itu bisa disimak dari tembang pangkur berikut ini:

Tan Samar Pamoring Suksma,
Sinuksmaya winahyua ingasepi,
sinimpen, telenging kalbu,
Pambukaning warana,
Tarlen saking liyep-layaping ngaluyup,
Pindha pesathing supena,
Sumusuping rasa jati.
(Bisa melihat pamornya suksma, yang terlihat maya dan bisa dilihat di dalam sepi, tersimpan dalam dasar kalbu, Pembukaannya lantaran rasa yang liyep yang mirip mengantuk, seperti melesatnya rasa, menyatu dengan rasa sejati)

Namun dalam tataran sembah rasa tersebut, apabila sudah muncul rasa kantuk yang amat sangat maka hendaknya si pelaku spiritual tetap "eling lan waspada". Artinya, jika rasa ngantuk tersebut dibiarkan, maka kita akan langsung tertidur pulas dan gagallah upaya untuk mendekat pada Gusti akaryo Jagad.

4. Sembah Jiwa
Bagi siapa saja yang sudah bisa melakukan sembah jiwa maka jiwa/suksma manusia tersebut dapat lepas dari raga atau jasmaninya. Peristiwa ini di kalangan masyarakat Kejawen disebut "Ngrogoh Sukmo" atau "Mati Sakjroning urip". Dalam tataran tersebut maka kedekatan hamba dengan Gusti akaryo Jagad sudah boleh dikatakan dekat. Yang ada hanya rasa nikmat yang tiada taranya. 


Seperti diungkapkan Syech Siti Jenar bahwa rasa nikmatnya melebihi rasa bersenggama-(sebenarnya ilmu ini sudah dimiliki oleh Rahib-Rahib ,Biksu Budha sebelumnya, hanya Syeh Siti Jenar menggunakan untuk Syiar (Syeh Siti Jenar hidup pada masa sesudah raja- raja Hindu-Budha ).jadi perlu dipertanyakan apakah Syech Siti Jenar Kejawen murni atau bukan?
http://kawruh-kejawen.blogspot.co.id/2010/06/cara-panembah-ala-kejawen.html
Sumber lain

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t