Skip to main content

Candi Ijo

Candi Ijo

Candi Ijo terletak di atas sebuah bukit yang oleh masyarakat setempat disebut Gumuk Ijo, bukit tertinggi di wilayah Prambanan. Ketinggian Bukit Ijo 410 meter di atas permukaan laut, sedangkan Candi Ijo terletak pada ketinggian 357,402 - 395,481 meter di atas permukaan laut. Apabila kita berdiri di Candi Ijo dan memandang ke arah selatan, terlihat lembah berteras yang curam, tetapi menyajikan pemandangan yang sangat indah.

Candi Ijo merupakan komplek percandian yang terdiri atas beberapa bangunan dengan halaman teras berundak. Halaman paling suci berada di bagian belakang dan paling atas. Hal tersebut mengingatkan pada salah satu hasil kebudayaan megalitik yang berupa bangunan punden berundak. Periode pendirian komplek bangunan tersebut belum dapat diketahui secara pasti. Akan tetapi, profil candi, motif hiasan kala-makara, langgam arca dan relief candi yang digambarkan secara naturalistis, mempunyai kemiripan dengan candi-candi di sekitarnya yang dibangun pada abad VIII-X Masehi, sehingga diperkirakan candi ini didirikan pada periode yang sama.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di situs Candi Ijo, diketahui bahwa di situs ini terdapat 17 struktur bangunan yang terletak pada 11 teras berundak. Halaman candi yang merupakan jalan masuk menuju bangunan utama merupakan teras berundak yang membujur dari barat ke timur. Halaman paling atas (teras ke-11) adalah halaman yang dianggap paling suci. Pada halaman tersebut ditemukan pagar keliling, delapan buah lingga patok, candi utama, dan tiga candi perwara yang terletak berderet di depan candi utama. Bangunan yang sudah dipugar adalah candi utama dan candi perwara yang berada di tengah. Candi utama mempunyai pintu masuk di sebelah barat. Pada dinding luar candi terdapat relung untuk menempatkan arca Agastya, Ganesha, dan Durga. Arca-arca tersebut saat ini disimpan di Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta.

Di dalam candi terdapat lingga-yoni yang melambangkan Dewa Siva yang menyatu dengan Dewi Parwati. Dengan demikian dapat disimpulkan bawa candi ini mempunyai latar belakang keagamaan Hindu aliran Siva. Pemujaan yang dilakukan di candi ini ditujukan untuk memuja Siva dalam bentuk lingga, disebut lingga kultus. Pada candi perwara tengah terdapat arca lembu (nandi). Dalam mitologi Hindu, nandi merupakan kendaraan Dewa Siva.

Struktur bangunan lain yang ada di komplek Candi Ijo, antara lain terdapat pada teras kesembilan, berupa sisa batur bangunan yang menghadap ke timur. Di teras kedelapan terdapat tiga buah candi dan empat buah batur bangunan, serta ditemukan dua buah prasasti batu. Salah satu prasasti ditemukan di atas dinding pintu masuk candi yang diberi kode F. Prasasti batu tersebut setinggi satu meter dengan tulian berbunyi Guywan, oleh Soekarto dibaca Bhuyutan yang berarti pertapaan. Prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti batu lain berukuran tinggi 14 cm, tebal 9 cm, yang memuat 16 buah kalimat yang berupa mantra kutukan yang diulang-ulang berbunyi "Om sarwwawinasa, sarwwawinasa".

Prasasti tersebut tidak menyebut angka tahun, tetapi dari sudut paleografis dapat diperkirakan berasal dari abad VIII-IX Masehi, sehingga Candi Ijo diduga juga dibangun pada periode yang sama. Di teras kelima terdapat satu candi dan dua batur, sedangkan di teras keempat dan teras pertama masing-masing terdapat satu candi. Namun, teras kesepuluh, ketujuh, keenam, ketiga, dan kedua tidak ditemukan bangunan.

Sumber : http://gudeg.net

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa