Skip to main content

Kirab Pathok Negoro Mahesa Lawung

MALAM 1 SURO, MINGGU 28 DESEMBER



Menyambut tahun baru Jawa 1942 Je, Paguyuban Tri Tunggal Yogyakarta bakal menggelar Kirab Pathok Negoro Mahesa Lawung, Minggu malam 28 Desember. Ritual Kirab Pathok Megoro sudah menjadi rutinitas paguyuban yang berjuang menggali dan memasyarakatkan kembali budaya-budaya luhur warisan nenek moyang ini.

Setiap Kirab Pathok Negoro diselenggarakan, ribuan peserta mengikuti ritual budaya ini dengan khidmad. Menurut Romo Sapto, pihaknya tak sekadar menampilkan kembali prosesi budaya.

“Kami mencoba memberi pemahaman yang rasional tentang makna atau pesan yang disampaikan melalui prosesi-prosesi adat melalui penyebaran brosur. Diharapkan masyarakat bisa memahami makna dari sebuah prosesi budaya,”katanya. Pimpinan Paguyuban Tri Tunggal ini menambahkan, sosialisasi makna dibalik ritual budaya diharapkan diapresiasi dan dipahami khalayak luas.

Makna Kirab Pathok Negoro, lanjutnya, merupakan ajakan kepada semua elemen untuk menjaga, memegang teguh serta melaksanakan pathok-pathok negoro yang ada. Bila diterjemahkan, pathok berarti penyangga. Ketika pathok sebuah negara kokoh, maka akan menjadi bangsa besar dan makmur.

“Pathok negoro dalam arti formal adalah seperangkat undang-undang dan produk hukum negara. Sedangkan pathok negoro yang tidak diundangkan dalam lembar negara antara lain semangat roleransi, gotong royong, budi pekerti serta ajaran-ajaran luhur warisan nenek moyang.

Ketika pathok-pathok negoro tersebut dijaga dan diamalkan, alangkah eloknya negeri ini. Ketenteraman, kerukunan dan kemakmuran tak akan lagi sekadar impian. Bisa menjadi kenyataan karena besarnya potensi sumber daya alam negeri ini,” papar pimpinan Paguyuban Tri Tunggal ini.

Kirab Pathok Negoro malam1 Suro besok juga akan menggiring mahesa lawung

, kerbau yang disandhangi

dengan membawa hasil bumi. Kerbau, menurut Romo Sapto merupakan simbol kesungguhan, kesabaran, tenang, tidak gampang terpegaruh serta setia.

“Ketika makna pathok negoro dilaksanakan semestinya dan masyarakat tekun bekerja, bisa menjadi metode menangkal berbagai krisis. Kerbau selama ini diidentikkan desa. Dan memang, potensi dan adat istiadat pedesaan sebenarnya merupakan perisai untuk menyelamatkan dari ancaman krisis global. Ketika terjadi krisis ekonomi, masyarakat perkotaan yang lebih dulu kena imbas. Terjadi banyak PHK. Sedangkan masyarakat pedesaan, dengan segala potensi dan adat istiadatnya, relatif lebih survive. Kebutuhan pangan bisa dipenuhi dari hasil bumi. Jika ada warga yang kesusahan, para tetangga guyub bahu membahu membantu,” tambah Romo Sapto.

Kirab dimulai jam 19.00 dari Paguyuban Tri Tunggal Tambakbayan menuju Jl Solo-Jl Jenderal Sudirman dan berhentu di perempatan Tugu untuk ritual doa, menyebar sepasang gunungan dan ritual lawung jajar, soran monggangan dan kebo giro. Usai itu peserta kirab menyusuri Jl Mangkubum-Kotabaru-perempatan Gramedia-Jl Solo.

Seperti biasa, peserta kirab mengenakan busana adat mereka berasal dari puluhan bregada dan kelompok masyarakat pelestari budaya di DIY dan sekitarnya. (*)

Sekretariat:

Paguyuban Tri Tunggal

Tambakbayan IV No 20 B Yogyakarta Telp: (0274) 486006

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t