Skip to main content

Posts

PERNYATAAN SIKAP INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP) ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANGAN PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA

Bahwa ada sekian catatan krusial atas rencana inisiasi KEMENAG untuk mengajukan RUU Perlindunggan Umat Beragama (RUU PUB).Bila masalah-masalah krusial tersebut tidak selesai, ICRP menolak hadirnya RUU yang bersifat gincu dan basa-basi semata. 1. Pertama, ICRP sedang menunggu Naskah Akademis (NA) dan Drafting RUU PUB yang sedang diinisiasi oleh KEMENAG.Kami tentu berharap di dalamnya ada paparan yang menyeluruh, konstitusional, yuridis, filosofis, teologis, sosiologis, antropologis, dan sosial-ekonomi-politik berbagai konflik keagamaan yang terjadi di bumi yang ditakdirkan Bhinneka Tungga Ika ini. Tetapi, sikap dan aksi-aksi intoleransi dan kekerasan atas nama agama terus meningkat dan terlihat berlangsung dan dibiarkan. Bangsa ini dirajut berdasar tenunan kebangsaan yang indah. Ada banyak bahasa, suku, tradisi, budaya dan agama. 2. Kedua, hemat kami, persoalan mendasar relasi keagamaan di Indonesia terletak pada tidak adilnya perlakuan pemerintah. Bahkan, jelas sekali pada ketidakberan

Nurcholish Harap Penghayat Kepercayaan Segera Dirikan Lembaga Pendidikan

JAKARTA, ICRP -Merebaknya intoleransi di tanah air diduga masif berkembang di sekolah-sekolah negeri. Fakta tersebut merupakan temuan beberapa tahun ke belakang dari Yayasan Cahaya Guru. Hal tersebut membantah asumsi publik yang menuding bahwa di sekolah berbasis agama seperti sekolah milik kristen, katolik, pesantren atau madrasah menjadi pusat radikalisme. Temuan Yayasan Cahaya Guru itu ditegaskan kembali oleh Peneliti Senior Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Ahmad Nurcholish dalam acara Anggoro kasih di Sasana Adirasa Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Senin (5/1). ”Di sekolah-sekolah milik kristen misalnya tidak ditemukan guru yang menolak untuk menghormati bendera merah putih atau menyanyikan lagu Indonesia raya,” ucap Nurcholish. Dalam acara yang diadakan komunitas penghayat kepercayaan ini,  Nurcholish juga menyinggung pentingnya para penghayat kepercayaan untuk segera membangun institusi pendidikan. “Sayang sekali, saya belum

Kembalinya Agama Nusantara ke Pangkuan Ibu Pertiwi

Kembalinya Agama Nusantara ke Pangkuan Ibu Pertiwi Alfonso Giostanov 11 Jan 2015 | 11:27 Kalau aturan main dalam kontestasi penyebaran agama di Indonesia diatur secara adil dengan yang adil juga, kemudian dibiarkan agama lokal untuk mengekpresikan keagamaannya sesuai dengan jaminan konstiusi, menurut saya jumlah Muslim di Indonesia tidak 87,18 % lagi (berdasarkan sensus penduduk tahun 2010) melainkan berkisar 50-65 % saja... analogi itungan saya paling paling tinggal 35 % saja. justru karena itu lah ada usaha untuk menghalangi agar kolom agama boleh dikosongkan atau diisi dengan kepercayaan diluar 6 agama yang sudah diakui. contoh di Sumut ada Parmalim, di Jawa Barat ada Sunda wiwitan yang jumlahnya puluhan juta, Kaharinga

Puasa-Poso

Puasa Apapun nama dan pelaksanaannya, bila dilakukan dengan niat yang tulus, maka tak mungkin akan membuat manusia yang melakoninya akan celaka. Intinya adalah, ketika seseorang berpuasa dengan ikhlas, maka orang tersebut akan terbersihkan tubuh fisik dan eteriknya dari segala macam kotoran. Bahkan medis mampu membuktikan, betapa puasa memberikan efek yang baik bagi tubuh, terutama untuk mengistirahatkan organ-organ pencernaan. Berbagai Macam Puasa bagi seorang Kejawen 1. Mutih Dalam puasa mutih ini, kita tidak boleh makan apa-apa kecuali hanya nasi putih dan air putih saja. Nasi putihnya pun tidak boleh ditambah apa-apa lagi (seperti gula, garam dll.) jadi betul-betul hanya nasi putih dan air putih saja. Sebelum melakukan puasa mutih ini, biasanya seorang pelaku puasa harus mandi keramas dulu sebelumnya, dan membaca doa : “niat ingsun mutih, mutihaken awak kang reged, putih kaya bocah mentas lahirdipun semua karena Gusti.” 2. Ngeruh Dalam melakoni puasa ini, kita

Aku Seorang Kejawen Sejati

Pengalaman Spiritualku Dari kecil, saya memang orang yang tidak mudah percaya dengan hal-hal diluar logika, apalagi yang menentang logika. Iman dan dogma, jelas-jelas bagi saya adalah sebuah pembodohan. Dimana untuk memudahkan pemuka agama, agar dapat berlindung di balik ketidak sanggupannya untuk menjelaskan hal-hal yang memang tidak ada. Dari kecil pula, saya adalah orang yang sangat tidak senang dengan standar ganda. Sementara di beberapa agama (tidak semua), melakukan standar ganda. Juga hal yang saya paling benci adalah, orang-orang yang berpenampilan agamis, tetapi amoralis. Keluarga saya sebenarnya, mayoritas memeluk agama Islam (abad ke-7), dan sebagian memeluk Kristen Katolik (abad ke-1). Tetapi spiritual saya mencoba untuk mengikuti dan mempelajari agama Hindu (40 abad sebelum Masehi) yang artinya Kebenaran Abadi, agama yang diyakini sebagai agama pertama di dunia, dan baru mempelajari agama-agama Rasul. Dari perjalanan spriritual saya tersebut, saya terus terpanggi