Skip to main content

Posts

KALENDER JAWA SESUNGGUHNYA

Tahun Jawa sebelum datangnya agama hindu/budha tidak menyebutkan urutan angka untuk menunjukan tahun ,yang dikenal hanya ganti tahun setiap 12 Bulan/mangsa.yang disebut pranata mangsa.dan terdiri 5 hari yang disebut pasaran yaitu paing,pon,wage,kliwon dan legi. Baru pada pada tahun 1855 masehi ,oleh Mangkunegoro IV tahun jawa dikembalikan lagi untuk mulai berdiri sendiri,karena apa yang di lakukan oleh Sultan agung dengan menggabungkan bulan dan pasaran hari jawa dengan tahun Hijriyah (tahun Islam) tidak bisa sesuai dengan iklim alam jawa ,Sultan Agung semata mata hanya agar tahun baru jawa dan Islam sama waktunya ,akan tetapi banyak ketidak cocokan iklim yang terjadi sebagai patokan bercocok tanam. oleh karena itu pada hari selasa paing tanggal 23 Juni tahun 1855 masehi Mangkunegoro IV berinisiatif mengembalikan tahun 1 bulan 1 tanggal 1 Jawa memisah dengan tahun Islam dan sering di sebut Pranata mangsa Dengan begitu sesungguhnya tahun baru jawa bukan 1 sura/1 muharam atau juga bu

LAKU JAWA

Kejawen maneges adalah agama perilaku bukan agama upacara namun demikian ,...Dalam masyarakat Jawa sejak dahulu sudah dikenal tentang perhitungan weton angka-angka dan tata cara memulai sesuatu. Pada umumnya aliran maneges tidak berbeda jauh dengan perhitungan yang sudah ada, Pada setiap weton hari dan tanggal kelahiran sendiri maka selalu ada acara samadhi dilanjutkan puasa mutih dari matahari terbenam sampai terbenam kembali dan ditutup dengan samadhi kembali. Puasa mutih adalah puasa yang di dahului dengan makan nasi putih sekepal dan minum air putih segelas, selanjutnya tetap makan nasi putih sekepal pagi siang dan sore menjelang buka dengan tetap membiarkan minum air putih selama puasa. Tata cara samadhi adalah duduk bersila,menutup kedua tangan di dada kurang lebih 15-30 menit atau lebih dan berkonsentrasi terhadap kebaikan, ketenangan dan kebahagiaan apapun keadaan yang sedang kita alami.dan mengingat apa perbuatan kita untuk menghindari perbuatan buruk yang menimbulkan ke

TENTANG ANGKA ANGKA

Tentang angka angka kepercayaan Kejawen Maneges bahwa angka di sesuaikan dengan perputaran hari jawa dalam seminggu yang terdiri dari 5 hari,sehingga keberuntungan angka juga selalu dibagi 5 dengan cara di baca bukan di jumlah dengan urutan angka 1 dibaca sri yaitu keberuntungan angka 2 di baca lungguh yaitu kedudukan,keabadian atau kelanggengan angka 3 di baca dunya yaitu rejeki,menuju kekayaan duniawi angka 4 di baca lara yaitu penderitaan angka 5 di baca pati yaitu kematian,kesialan,menimbulkan ketidak baikan di kemudian hari angka 6 kembali ke atas lagi sampai 10 ,angka 0 di baca sama dengan 10 tidak berlaku untuk angka hasil undian,atau pemberian yang memaksa

Candi Magis Siem Reap

Kompleks candi yang mengelilingi kota kecil Siem Reap kini tak lagi tersembunyi. Sekarang, semua orang punya kenalan yang sudah pernah menaiki menara-menara Angkor Wat. Secara de facto, Angkor Wat menjadi kuil utama Kamboja. Menara-menaranya terlihat di tengah bendera Kamboja dan pada label bir nasional, Angkor Beer. Tapi ada ratusan candi di Siem Reap, baik yang sudah rusak atau yang masih terawat. Kecuali Anda berkunjung selama beberapa minggu, tidak mungkin Anda dapat melihat semua candi-candi itu. Berikut adalah tiga candi terfavorit yang saya sarankan untuk Anda kunjungi. Saya tidak memasukkan Angkor Wat untuk dua alasan: 1) Itu bukan favorit saya dan 2) Itu sebuah kompleks candi besar dengan sejarah yang kompleks dan signifikan, sehingga Anda tidak mungkin melewatkannya. Photo credits - dalbera Bayon Bayon dikenal sebagai Candi Muka (Temple of Faces). Ketika Anda mengunjunginya, akan sangat mudah mengetahui alasan di balik nama itu -- saat mendaki tangga batu curam menuju bagian

Agama Tradisional: Kejawèn

1. Pengantar Kepercayaan dan praktek kebatinan kejawèn sudah lama hidup di Jawa. Tetapi, timbulnya aliran-aliran kebatinan sebagai suatu sistem terorganisasi adalah fenomena yang baru. Di lain pihak, zaman yang menjadi obyek tulisan ini zaman modern, karena itu hal yang disoroti dalam tulisan ini bukanlah kepercayaan kejawèn pada umumnya di Jawa, tetapi aliran-aliran kebatinan atau kepercayaan yang telah terorganisasi [1] . Mengingat adanya hubungan dengan masalah bagaimana menilai sifat Islam dalam masyarakat dan kebudayaan Jawa, Clifford Geertz menitikberatkan sifat non-Islam yaitu sifat Hindu, Budha, dan animisme masyarakat dan kebudayaan Jawa [2] . Tetapi, Geertz dikritik, oleh misalnya Mark Woodward [3] , yang mengatakan bahwa masyarakat dan kebudayaan Jawa, pada dasarnya, adalah masyarakat dan kebudayaan Islam. Para kritikus mengritik bahwa Geertz mempunyai konsep Islam yang picik dari reformis Islam. Aliran-aliran kebatinan cenderung dilihat sebagai Islam yang sesa