Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Sapta Darma

Sejarah Pangestu Sapta Dharma, Sumarah, SUbud

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dipulau jawa terdapat banyak kebudayaan mulai dari bahasa jawa yang beragam, adat-istiadat yang berbeda, sampai pada aliran-aliran kepercayaan yang dianut masyarakat jawa pada tempo dulu hingga sekarang yang masih dianut oleh masyarakat modern saat ini. Pada daerah-daerah tertentu masih membudidayakan aliran-aliran tersebut karena dianggap kepercayaan tersebut lebih bisa menyatukan dengan Tuhan mereka. Diantara aliran-aliran kepercayaan yaitu Subut, Pangestu, Sapta Dharma, dan Sumarah. Aliran –aliran diatas dipercayai sebagai langkah untuk mendekatkan diri pada Tuhan. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud Pangestu ? 2. Apa yang dimaksud Sapta Darma ? 3. Apa yang dimaksud Subud ? 4. Apa yang dimaksud Sumarah ? C. Tujuan Pembahasan 1. Mengetahui dan mempelajari aliran kepercayaan Pangestu 2. Mengetahui dan mempelajari aliran kepercayaan Sapta Darma 3. Mengetahui dan mempelajari aliran kepercayaan

Penganut Sapto Darmo: “Mati Saja Sulit, Apalagi Hidup”

Dec 05, 2014 Admin Berita 8 [Brebes –elsaonline.com] Penganut Sapto Darmo di Desa Cikandang Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes ada empat kepala keluarga (KK), mereka hidup penuh dengan tekanan dari berbagai lapisan masyarakat. Carlim (45), salah satu penganut Sapto Darmo di Desa yang memiliki dua bahasa, sunda dan jawa, menuturkan, beberapa problem yang kerap dialami penganut Sapto Darmo di daerahnya adalah pendidikan dan pemakaman. “Di sini yang dirasakan benar-benar sulit itu persoalan sekolah dan pemakaman,” terang dia, Kamis (4/12) malam. Lebih jauh orang paruh baya yang kini menjabat sebagai ketua Yayasan Sa

Rahayu bagi PerkawinanPenghayat Kepercayaan

ANGIN para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa paska diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 37 Tahun 2007 tentang Pelaksaan Undang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Para penghayat kepercayaan termasuk yang tinggal di Kebumen sudah bisa mengatur tata cara pencatatan perkawinan dan pemerintah telah mengakui perkawinan mereka. Ya, sebelum ada aturan tersebut perkawinan para penghayat kepercayaan belum bisa disahkan di catatan sipil, sehingga pasangan tersebut dianggap kumpul kebo. Saat itu para penghayat kepercayaan sulit mencatatkan perkawinannya karena tidak diakomodasi oleh instansi cacatan sipil. Seperti dikemukakan Ketua Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) Kebumen Drs Sukiman, diterbitkannya PP No 37 tahun 2007 mengurangi diskriminasi terhadap penganut kepercayaan yang selama ini dikesampingkan hak-hak sipilnya. Padahal saat ini di Indonesia terdapat sekitar 248 organisasi aliran kepercayaan dengan anggota sekitar 9 juta orang. Adapu