Skip to main content

Posts

Showing posts with the label News Kejawen

Constitutional Court: The Right of Believers Equals to 6 Religious Persons

The Constitutional Court granted a petition for judicial review regarding the rules of emptying the religious column on Family Card (KK) and Identity Card (KTP). It is regulated in Article 61 Paragraphs (1) and (2), and Article 64 paragraph (1) and (5) of Law No. 23 of 2006 concerning Population Administration juncto Law No. 24 of 2013 on Law on Adminduk. Test material submitted by Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba and Carlim with case number 97 / PUU-XIV / 2016. In its verdict, the Panel of Judges is of the opinion that the word "religion" in Article 61 paragraph (1) and Article 64 paragraph (1) is contradictory to the 1945 Constitution and has no conditional binding legal force as long as it does not include believers. That is, believers have the same legal status as those of six religions who have been recognized by the government in obtaining rights related to population administration. "The Panel of Judges granted the petition of the Pet

Women's Dialogue "Penghayat Kepercayaan" ---- Ministry of Cultural Education

On 2 - 4 November 2016 held at Harris Hotel Surabaya, Directorate of Belief in God Almighty and Tradition, Directorate General of Culture, Ministry of Education and Culture held the activities of Dialogue of Women Believers of Belief in God Almighty. The event was attended by approximately 200 participants from women who believed in God Almighty God from 12 Provinces in Indonesia, Culture and Tourism Office of East Java Province, Cultural Value Preservation Hall, and Academics. This activity is also enlivened by the exhibition of cultural works resulting from the craft of the believer's trust organization of God Almighty. The dialogue of women who believe in God Almighty aims to improve the role of women in the formation of the character of the nation, increasing the role of women in the management of believer's trust organization, and increasing the participation of women living in the role of regeneration wheel belay organizers. The Opening of Dialogue of Women

Parmalim dan Penghayat Kepercayaan Resmi Masuk KTP dan KK, Ini Dalil MK

TRIBUN-MEDAN.COM - Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa "negara harus menjamin setiap penghayat kepercayaan dapat mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)". "Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua MK Arief Hidayat, dalam sidang di Gedung MK, Selasa (07/11). Melalui putusan tersebut, para penggugat yang terdiri dari Komunitas Marapu di Pulau Sumba, penganut kepercayaan Parmalim di Sumatera Utara, penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak di Sumatera Utara, serta penganut kepercayaan Sapto Darmo di Pulau Jawa, berhak untuk mengisi kolom agama pada KTP dan KK esuai dengan kepercayaan mereka masing-masing. "Di KTP itu kami mohonkan agar dituliskan kepercayaan. Jadi kami mohonkan kesetaraan atau secara umum dari Sabang dan Merauke untuk kepercayaan. Di dalam kepercayaan itu tercakup semua mau Sapto Dharmo dan segala macam. (Dari) Sabang (sampai) Merauke sama," kata Arnol Purba, penga

MK: Penghayat kepercayaan masuk kolom agama di KTP dan KK

Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa "negara harus menjamin setiap penghayat kepercayaan dapat mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)". "Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua MK Arief Hidayat, dalam sidang di Gedung MK, Selasa (07/11). Melalui putusan tersebut, para penggugat yang terdiri dari Komunitas Marapu di Pulau Sumba, penganut kepercayaan Parmalim di Sumatera Utara, penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak di Sumatera Utara, serta penganut kepercayaan Sapto Darmo di Pulau Jawa, berhak untuk mengisi kolom agama pada KTP dan KK sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing. "Di KTP itu kami mohonkan agar dituliskan kepercayaan. Jadi kami mohonkan kesetaraan atau secara umum dari Sabang dan Merauke untuk kepercayaan. Di dalam kepercayaan itu tercakup semua mau Sapto Dharmo dan segala macam. (Dari) Sabang (sampai) Merauke sama," kata Arnol Purba, penganut kepercayaan Ug

Putusan MK Membuat Eksistensi Penghayat Kepercayaan Diakui Negara

JAKARTA, KOMPAS.com — Sosiolog Universitas Indonesia  Thamrin Amal Tomagola mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk. Melalui putusan MK ini, eksistensi penghayat kepercayaan diakui negara. "Bagus itu. Saya senang sekali sama Arief Hidayat  karena kalimatnya bagus sekali. Agama impor kita akui, masa agama leluhur tidak kita akui. Benar itu," kata Thamrin ketika ditemui seusai diskusi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (7/11/2017). Menurut Thamrin, sebenarnya tidak ada kata "pengakuan" dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Tak ada ketentuan dalam UU yang menyatakan bahwa negara mengakui enam agama yang ada di Indonesia. Pengakuan enam agama hanya keterangan yang ada pada salah satu ayat. Baca juga:  MK: Kolom Agama di KTP dan KK Dapat Ditulis Penghayat Kepercayaan "Jadi, kemudian orang membodohi o

UU Adminduk Akan Direvisi Pasca-Putusan MK soal Penghayat Kepercayaan

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali menuturkan, diperlukan perubahan regulasi menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Regulasi tersebut adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. "Harus ada panduan undang-undangnya, undang-undang sekarang kan tidak memungkinkan," ujar Amali saat dihubungi, Rabu (8/11/2017). Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/7/2017). (KOMPAS.com/Nabilla Tashandra) (baca: MK: Kolom Agama di KTP dan KK Dapat Ditulis "Penghayat Kepercayaan" ) Usai masa reses pada 14 November 2017, Komisi II akan melaksanakan rapat dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk menindaklanjuti putusan MK itu. Terutama untuk membicarakan teknis pelaksanaannya. Hal yang terpenting, kata dia, putusan MK yang bersifat final dan mengikat harus dilaksanakan. "Nah tekni

Tok! MK Putuskan Penghayat Kepercayaan Masuk Kolom Agama di KTP

Foto: Ketua MK Arief Hidayat (Foto: Ari Saputra/detikcom) Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan angin segar kepada warga Penghayat Kepercayaan. Mulai saat ini, para Penghayat Kepercayaan diakui dan bisa ditulis di kolom agama yang terdapat di KTP. "Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," putus Ketua MK Arief Hidayat, di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11/2017). Arief berpendapat pasal 61 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 UU Administrasi bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut juga dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. "Menyatakan kata 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 24/2013 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indones

Perjuangan Panjang Warga Penghayat Kepercayaan atas Pengakuan Negara

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga penghayat kepercayaan bersukacita setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Mereka mengajukan uji materi Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-Undang Nomor Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Mereka saling bersalaman dan mengucapkan selamat usai Ketua MK Arief Hidayat membacakan putusannya. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) didampingi Hakim MK memimpin sidang dengan agenda pembacaan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (10/10). Dalam sidang tersebut Mahkamah Konstitusi memutus lima perkara yakni Pengujian UU tentang Narkotika, pengujian UU No.8 Tahun 1981 Pasal 83 ayat (1) dan Pasal 197 aya

Sarasehan Munaslub Himpunan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Malang, 12 November 2013 – Sarasehan Musyawarah Luar Biasa Himpunan Penghayat Kepercayaan yang berlangsung di Gedung Gelombang Samudra Pangkalan TNI-AL, Jalan Tanimbar, Malang dengan pembicara Kamaluddin, SH dan Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan, serta moderator Ir. Hadi Prajoko, SH, MH. Abdon Nababan yang mendapat kesempatan pertama menyampaikan pandangannya mengatakan. “Kalau untuk mencintai negeri ini kita mesti membenci pemerintah memangnya kenapa? Karena pemerintah bisa berganti. Pemerintah hari ini adalah pemerintah yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Jika kita tidak suka satu rezim pemerintah karena tidak menjalankan amanat konstitusi, kan boleh? Saya hanya mau meyakinkan bahwa kita tidak sedang di luar jalur konstitusi. Kita mau menegakkan hak-hak konstitusional rakyat Indonesia.” Abdon menjelaskan bahwa ada empat hak dasar masyarakat adat, yaitu hak atas identitas budaya, hak atas sistem pengetahuan sistem nilai norma, hak atas

Sesembahan

Konsep tentang Tuhan/Gusti mencakup konsep tentang siapa yang disembah (sesembahan) dan tentang siapa yang menyembah dan caranya (panembah). Sebelum datangnya Hindu & Budha banyak yang mengira Jawa menganut faham animisme & dinamisme bahkan ada yang menyebut sebagai polytheisme. Karena memang lain dari konsep yang ada kalau sekarang konsep Jawa ini lebih bisa diartikan ke arah “new age” atau malah agnostik yaitu dengan ber”tuhan” namun tidak mempercayai atau mengadopsi cerita nabi/malaikat. Karena memang mengedepankan “laku” pribadi dan menolak adanya konsep “malaikat”. Seperti yang ditelusuri oleh Prof, Purbacaraka dan juga dalam kitab tamtu panggelaran, dimana konsep awal Tuhan Jawa adalah tunggal/esa yaitu Sang Hyang Tunggal/ Sang Hyang Wenang yang merupakan konsep transendent dan Immanent dan Esa. Setelah Hindu Budha masuk konsep tadi tersingkir dengan adanya Sang Hyang Mahadewa (Bathrara Guru) dilanjutkan dengan jaman Islam dengan masuknya Sang Hyang Adhama

Sesembahan

Sesembahan Konsep tentang Tuhan/Gusti mencakup konsep tentang siapa yang disembah (sesembahan) dan tentang siapa yang menyembah dan caranya (panembah). Sebelum datangnya Hindu & Budha banyak yang mengira Jawa menganut faham animisme & dinamisme bahkan ada yang menyebut sebagai polytheisme. Karena memang lain dari konsep yang ada kalau sekarang konsep Jawa ini lebih bisa diartikan ke arah “new age” atau malah agnostik yaitu dengan ber”tuhan” namun tidak mempercayai atau mengadopsi cerita nabi/malaikat. Karena memang mengedepankan “laku” pribadi dan menolak adanya konsep “malaikat”. Seperti yang ditelusuri oleh Prof, Purbacaraka dan juga dalam kitab tamtu panggelaran, dimana konsep awal Tuhan Jawa adalah tunggal/esa yaitu Sang Hyang Tunggal/ Sang Hyang Wenang yang merupakan konsep transendent dan Immanent dan Esa. Setelah Hindu Budha masuk konsep tadi tersingkir dengan adanya Sang Hyang Mahadewa (Bathrara Guru) dilanjutkan dengan jaman Islam dengan masuknya Sang H

Kawruh Kejawen(kejawaan)

Kawruh Kejawen(kejawaan) adalah suatu konsep falsafah hidup yang digali terus menerus sepanjang masa. Dimana konsep dasar kawruh (pengetahuan) Jawa adalah “laku” yaitu pengalaman pribadi sang pencari. Namun kenyataan sekarang opini public mengatakan bahwa Kejawen identik dengan “aliran kepercayaan” atau ada yang menganggap Kejawen adalah “agama”. Karena sebenarnya kawruh kejawen adalah filosophy hidup yang menyangkut berbagai aspek ide dasar (falsafah) yangterdiri dari 6 falsafah dalam postingan awal saya dulu. Yaitu konsep dasar tentang hidup itu sendiri sebagai tuntunan hidup di dunia.. Disamping itu dalam kesempatan ini akan saya coba sedikit uraikan tentang konsep filoshopi hidup Kejawen dalam ranah ide dasar tentang filsafat hidup yang selain tuntunan hidup di dunia juga ngancik/masuk ke ranah filsafat kehidupan lain yaitu tentang iman dan peradaban. Memang kalau dilihat agak memper dengan konsep dasar agama yaitu faith. Namun yang membedakan adalah Kejawen tidak pu

Kawruh Kejawen(kejawaan)

Kawruh Kejawen(kejawaan) adalah suatu konsep falsafah hidup yang digali terus menerus sepanjang masa. Dimana konsep dasar kawruh (pengetahuan) Jawa adalah “laku” yaitu pengalaman pribadi sang pencari. Namun kenyataan sekarang opini public mengatakan bahwa Kejawen identik dengan “aliran kepercayaan” atau ada yang menganggap Kejawen adalah “agama”. Karena sebenarnya kawruh kejawen adalah filosophy hidup yang menyangkut berbagai aspek ide dasar (falsafah) yangterdiri dari 6 falsafah dalam postingan awal saya dulu. Yaitu konsep dasar tentang hidup itu sendiri sebagai tuntunan hidup di dunia.. Disamping itu dalam kesempatan ini akan saya coba sedikit uraikan tentang konsep filoshopi hidup Kejawen dalam ranah ide dasar tentang filsafat hidup yang selain tuntunan hidup di dunia juga ngancik/masuk ke ranah filsafat kehidupan lain yaitu tentang iman dan peradaban. Memang kalau dilihat agak memper dengan konsep dasar agama yaitu faith. Namun yang membedakan adalah Kejawen tidak pu

Agama Tradisional: Kejawèn

1. Pengantar Kepercayaan dan praktek kebatinan kejawèn sudah lama hidup di Jawa. Tetapi, timbulnya aliran-aliran kebatinan sebagai suatu sistem terorganisasi adalah fenomena yang baru. Di lain pihak, zaman yang menjadi obyek tulisan ini zaman modern, karena itu hal yang disoroti dalam tulisan ini bukanlah kepercayaan kejawèn pada umumnya di Jawa, tetapi aliran-aliran kebatinan atau kepercayaan yang telah terorganisasi[1]. Mengingat adanya hubungan dengan masalah bagaimana menilai sifat Islam dalam masyarakat dan kebudayaan Jawa, Clifford Geertz menitikberatkan sifat non-Islam yaitu sifat Hindu, Budha, dan animisme masyarakat dan kebudayaan Jawa[2]. Tetapi, Geertz dikritik, oleh misalnya Mark Woodward[3], yang mengatakan bahwa masyarakat dan kebudayaan Jawa, pada dasarnya, adalah masyarakat dan kebudayaan Islam. Para kritikus mengritik bahwa Geertz mempunyai konsep Islam yang picik dari reformis Islam. Aliran-aliran kebatinan cenderung dilihat sebagai Islam yang sesat, dan