Skip to main content

Makam Ki Ageng Balak, Mertan, Sukoharjo

Makam Ki Ageng Balak



Ki Ageng Balak
Permasalahan hidup tak hanya berkutat dari segi ekonomi saja, berbagai persoalan hidup seringkali mewarnai kehidupan manusia. Dari sulitnya mencari rizki hingga terkena jerat persoalan kasus hukum. Namun di saat segala daya upaya duniawi tak mampu mnyelesaikanya, manusia akan mencari jalan lain dengan cara alternatif memakai bantuan ghaib. Mereka akan mendatangi tempat keramat dan punden pedanyangan sebagai upaya untuk melepaskan diri dari persoalan yang membelitnya..

Tak hanya persoalan hukum pidana biasa seperti merampok, mencuri dan persoalan narkoba. Tetapi persoalan hukum yang menyangkut kasus korupsi pejabat banyak yang terselesaikan setelah mereka mendatangi makam tersebut.. Makam atau punden yang sering menjadi jujugan orang orang yang ingin terlepas dari jerat hukum, sekaligus menginginkan sukses usahanya yaitu makam Ki Ageng Balak. Nama Balak di sematkan karena sebuah whisik ghaib yang mengatakan,  

" Yah mene kok golek uwi, kae lho openono panggonanku ono ngisor uwit serut, openono bleduge, panganen kanggo wong sak eyupen blarak. Aku putro wayah ratu ping rolas isih turun Majapahit.’. Suara tanpa wujud ini di dengar oleh warga, saat  desa mereka tengah di serang musim paceklik. Dalam whisiknya suara tersebut juga menjelaskan, ‘di bawah pohon serut itulah tempatku, rawatlah aku apa adanya maka engkau tidak akan kekurangan’,

Selain whisik yang memiliki arti bahwa siapapun yang bersedia merawat ( memunden ) maka segala kehidupanya tidak akan pernah kekurangan, pernah juga ada versi lain dikalangan para pelaku ritual yang mengatakan ‘ Sebut namaku tiga kali, maka segala persoalanmu akan rampung’. Whisik inilah yang sering dimaknai bahwa siapapun yang terkena persoalan duniawi maka akan terlepas dari jeratnya setelah mereka menjalani laku ritual di makam Kiageng Balak.

Sejak mendengar whisik tersebut, tepat di bawah pohon serut kemudian di bangun gubuk bambu beratapkan ilalang. Namun seiring dengan perkembangan zaman serta banyaknya para pelaku ritual yang memperoleh whisik ghaib secara pribadi maka bangunan gubuk akhirnya direnovasi menjadi sebuah bangunan pesanggrahan. Bahkan beberapa pengusaha lokal yang sukses dengan usahanya akhirnya merubah total kawasan bukit menjadi sebuah pesanggrahan dengan nama Makam Ki Ageng Balak atau Balakan.

Sebutan Balakan memiliki arti nama sebagai penolak bala, oleh karena itu siapapun orangnya yang menjalani ritual di makam Balakan di percaya mampu mendapatkan bantuan ghaib sebagai  penolak bala.
“ Ki ageng Balak  pada jaman dahulu merupakan salah satu trah keturunan Raja Majapahit, yang bernama asli Raden Sujono “ Kata mbah Sidem ( 70th), perempuan yang telah menjadi juru kunci lebih dari setengah abad.
Menurut cerita, Raden Sujono bisa berada di tempat ini sebenarnya dalam pelariannya menghindari perkawinan yang tak di inginkan. Sebagai salah seorang putra raja, Raden Sujono pada waktu itu di jodohkan oleh orang tuanya dengan salah seorang putri yang sangat cantik jelita. Namun keinginan orang tuanya tersebut di tolak, meski secantik apapun tetapi kalau hati dan perasaan tidak saling mencintai untuk apa ?. Karena tak ingin di jodohkan, akhirnya Raden Sujono melarikan diri sampai akhirnya tiba di sebuah bukit kecil di dusun Mertan, Sukoharjo. 
Bertahun tahun Raden Sujono menetap dan bertapa di atas bukit kecil yang di penuhi dengan alang alang. Sampai akhirnya Raden Sujono kedatangan dua orang punggawa kerajaan atas suruhan kedua orang tuanya, yang menginginkan agar dirinya kembali pulang ke kerajaan. Namun ajakan kedua punggawa kerajaan tersebut di tolak, sampai akhirnya kedua punggawa yang bernama Kiai Simbarjoyo dan Kiai Simbarjo tak kuasa menahan tekad bulat Raden Sujono yang ingin bertapa dan menetap di dalam hutan alang alang. Kebulatan tekadnya menjalani kehidupan spiritual dan bertapa di atas punthuk, akhirnya membuat Raden Sujono muksa hilang seluruh raganya.
Sejak muksanya Raden Sujono di atas punthuk hutan alang alang, tempat yang dulu pernah dijadikan tempat bertapa kemudian diberi tetenger atau petilasan oleh kedua punggawa kerajaan yang dulu pernah memintanya untuk pulang, namun akhirnya mengikuti Raden Sujono menetap di atas punthuk bukit.
Berawal dari seseorang yang pernah mendapat wisik di saat musim paceklik itulah,  maka semakin hari makam Ki ageng Balak semakin ramai dikunjungi para pelaku ritual. Selain berkunjung ngalap berkah, mereka juga banyak yang meminta agar segala urusanya bisa cepat rampung.
Tak sedikit orang yang telah terkabulkan doa dan penyuwunanya lantaran makam Balakan, segala persoalan dan segala keinginanya terselesaikan dan terkabul. Bagi para pelaku ritual yang terkabulkan permohonanya biasanya akan menyembelih ayam, kambing atau sapi sebagai wujud rasa syukur dengan menggelar upacara selamatan. Bahkan beberapa pengusaha lokal di kota Solo dan sekitarnya yang pernah sukses berkat makam Balakan merenovasi makam hingga milyaran rupiah
‘Tak hanya pengusaha dan para pelaku ritual dari kalangan umum yang pernah sukses dalam usaha, beberapa pejabat pemerintahan dari bupati, ketua partai, anggota dewan hingga setingkat menteri seringkali menggelar ritual di makam Balakan. Mereka akan meminta kepada juru kunci untuk menyampaikan unek unek persoalan yang tengah di hadapinya agar bisa terselesaikan. Jelas Sidem, juru kunci yang telah dikaruniai 8 orang putra dan 16 orang cucu.
Bahkan beberapa diantaranya pejabat yang datang dari jakarta lantaran kasus korupsi yang tengah membelit pimpinanya,. Tegas mbah Sidem.
Mbah Sidem menambahkan ceritanya,  sudah dua kali ini pejabat jakarta tersebut datang ke makam Balakan menggelar upacara ritual selamatan dengan menyembelih kambing. Upaya ini dilakukan agar proses hukum yang tengah di jalani bisa terselesaikan tanpa harus menjalani hukuman

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t