Skip to main content

Ratusan Umat Buddha, Kirab Tumpeng Nusantara di Wonogiri

Tribratanews-polreswonogiri.com — Ratusan umat Buddha, mengikuti prosesi kirab Tumpeng Nusantara, yang digelar dalam rangkaian upacara Oesyiki di Vihara Wimalakirti, Dusun Buling, Desa Bubakan, Kecamatan Girimarto, Kabupaten Wonogiri. Bersamaan dengan upacara Oesyiki, Minggu (15/10/2017), ratusan umat Buddha dari berbagai kota di Jateng dan DI Yogyakarta, menggelar prosesi kirab Tumpeng Nusantara. Upacara keagamaan ini, digelar di Vihara Wimalakirti, Dusun Buling, Desa Bubakan, Kecamatan Girimarto (50 Kilometer arah timur laut Ibukota Kabupaten Wonogiri).
Kasubbag Humas AKP Hariyanto mewakili Kapolres Wonogiri AKBP Mohammad Tora menerangkan, “Jajarannya yakni Kepolisian Sektor Girimarto mengamankan jalannya acara Oesyiki, adalah upacara memperingati keabadian jiwa Buddha Niciren Daisyonin yang moksya di alam semesta terhitung sejak Tanggal 13 Oktober 1282. Terkait ini, pada semua kuil atau vihara yang menyelenggarakan upacara Oesyiki, selalu dihiasi dengan aneka bunga warna-warni, termasuk dengan Bunga Sakura atau Bunga Oesyiki” terangnya.
Pada saat upacara Oesyiki berlangsung, dibacakan aneka doa puja-puji ”Rissyo Ankoku Ron” dan Mosijo-mosijo, sebagai penegasan hati dalam menjalankan Kosenrufu (keinginan Sang Buddha).
Serangkaian ritual Oesyiki, dilakukan sebagai pemantapan terhadap pemahaman dalam hati, bahwa pada saat Upacara Oesyiki, jiwa Buddha Niciren Daisyonin adalah kekal abadi, dan akan terus berlangsung lewat pewarisan yang sempurna, dari tiga hukum rahasia agung. Yakni melalui kepercayaan Ekayana dalam Hukum Buddha, serta selalu ingat keinginan utama Sang Buddha atau Kosenrufu.
Ratusan umat Buddha Niciren Syosyu yang mengikuti upacara Oesyiki di Vihara Wimalakirti Dusun Buling di kaki lereng selatan Gunung Lawu ini, datang dari Semarang, Purwodadi, Salatiga, dari berbagai kabupaten/kota se Solo Raya termasuk di dalamya Kabupaten Wonogiri. Juga datang para umat Buddha dari berbagai kabupaten di Provinsi DI Yogaykarta.
Upacara Oesyiki, dipimpin Bhiksu berkebangsaan Jepang, Yang Arya Reosho Thosawa. Diawali pemanjatan doa puja-puji sembahyangan. Sebelumnya juga dinyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, dan penyampaian laporan dari Sesepuh Vihara setempat, Pandita Parmin.
Dijelaskan oleh Pandita Parmin, prosesi kirab Tumpengan Nusantara, melambangkan keragaman potensi bangsa yang ada di Tanah Air. Kirab Nusantara ini, tandasnya, dilakukan dalam menyampaikan wujud rasa syukur kepada alam semesta, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Yang telah memberikan kehidupan sehari-hari bagi kita semua,” jelas Pandita Parmin.
Semoga, tambahnya, anugerah keberkahan hidup ini, dapat terus diberikan secara lestari kepada semua umat, agar senantiasa bahagia.
Massa yang mengikuti prosesi kirab Tumpeng Nusantara, tampil memakai aneka busana adat. Ada yang berpakaian Kejawen, dan berbusana wayang orang, serta mengenakan pakaian khas dari berbagai daerah.
Tumpeng Nusantara yang dibuat meninggi seperti gunungan dalam format vertikal ini, dihiasi pula dengan aneka hasil bumi, buah-buahan dan sayur mayur panenan petani.
Setelah dipanjatkan doa, Pandita Parmin, mengawali pengambilan salah satu buah di dinding gunungan Tumpeng Nusantara, sebelum kemudian diteruskan acara rebutan yang dilakukan oleh massa peserta kirab.
Selanjutnya dengan kehadiran petugas Kepolisian dalam mengatur parkir dan lalulintas di sekitar lokasi telah memperlancar, khususnya di area upacara tumpeng nusantara tersebut.
(Humas Polres Wonogiri Polda Jateng)
(Polsek Girimarto)

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t