Oleh : Cakra Arganata
Sampurasun...Rahayu...
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Animisme / Dinamisme ??
Orang Primitif ??
Klinik / Paranormal ??
Perdukunan / Santet ??
Aliran Sesat ??
Sebutan
itulah yang terlontar ketika orang awam mendengar kata "Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa". Sebagai pemeluk Agama asli
Nusantara, masyarakat penghayat kepercayaan seakan menjadi kelompok
marginal di wilayah teritorialnya sendiri. Diskriminasi, pengucilan,
pengusiran, sindiran, cemoohan, hinaan, dll. seakan - akan menjadi
makanan harian bagi warga penghayat dalam kehidupan bermasyarakat.
Mereka yang dengan mudahnya men-judge seperti apa kami. Kadang saya mencoba untuk berpikir, entah mereka tidak tahu? entah mereka tidak mau tahu? atau entah mereka tahu tapi tidak mau mengerti? Agaknya pertanyaan itu harus dikembalikan pada penilaian pribadi masing - masing personalnya.
Tetapi
terlepas dari itu semua, saya sangat berharap bahwa melalui tulisan dan
suntingan dalam entri kali ini bisa sedikit memberi "pencerahan" bagi
masyarakat luas yang masih awam terhadap kami agar tidak ada lagi
stigma-stigma negatif yang dapat merusak kebhinekaan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di negeri ini. Dan
juga bagi Generasi Muda penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa yang tengah mencari literatur mengenai eksistensi mereka.
Pengertian Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Menurut
Bab I, Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Bersama Menteri No. 43 dan 41 Tahun
2009 pengertian Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
adalah Pernyataan dan Pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang di wujudkan dengan perilaku
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi luhur yang
ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.
Unsur yang terdapat didalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meliputi :
1. Wadah (Organisasi, Paguyuban, Komunitas, dll)
2. Ajaran
3. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sejarah Eksistensi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Aspek Historis
Jauh
sebelum Hindu - Budha masuk ke Nusantara, leuluhur bangsa Indonesia
sudah meimiliki sistem kepercayaan dan menjalankan kehidupan
berketuhanan dengan baik.
Prasa atau istilah AGAMA adalah murni milik leluhur Nusantara (Untuk Penjelasan Agama bisa merujuk ke Entri Agama Milik Siapa). Penghayatan
Leluhur bangsa Nusantara mengenai agama sudah sangat tinggi sehingga
termanifestasi dalam perilaku Budi Luhur. Perilaku Budi Luhur yang
tinggi ini ditunjukan dengan sikap penerimaan kedatangan agama - agama
luar ke nusantara yang disambut dengan baik, bahkan diberi tempat dan
dibantu kebutuhan sarana dan prasarana pengembangannya.
Alam
membentuk karakter bangsa , alam yang subur gemah ripah loh jinawi
membentuk karakter Nenek moyang Nusantara yang tidak menyukai konflik.
Sehingga untuk tujuan harmoni, nilai - nilai kebaikan dari agama yang
datang diserap dan diharmonikan dalam sistem Agama Nusantara
(Akulturasi). salah satunya yaitu semboyan Majapahit "Bhineka Tunggal
Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa" dimana Keharmonisan bermasyarakat majemuk
kala itu tertuang.
Pada
masa Hindu dan Budha masuk ke Nusantara tidak ada konflik agama,
begitupun dengan Islam (seperti yang sekarang dianut NU), Namun ketika
paham agama dibaurkan dengan politik dan kekuasaan, maka muncul dan
berkembang paham ekstrim dan akhirnya ada usaha untuk mendominasi dan
menguasai, sehingga sejak itu mulai ada konflik dan ada
penindasan/penyerangan terhadap penganut agama diluar Islam.
Dalam sejarah tercatat peperangan antar kerajaan di Nusantara :
1. Prabu Brawijaya (Majapahit) diserang dan dihancurkan Demak
2. Galuh-Talaga-Kuningan ditaklukan Cirebon & Demak
3. Pajajaran dihancurkan Banten & Demak
4. Kerajaan Sisingamangaraja diserang PADRI Imam Bonjol.
Peperangan
dan penaklukan itu membuat penganut agama leluhur terusir, sebagian
mengasingkan diri ke tempat - tempat terpencil yang sekarang menjadi
Kampung - kampung adat, seperti Tengger, Baduy/Citorek, Kampung Kuta,
dsb. Dan sebagian lagi bertahan dan berada di wilayah kekuasaan
kesultanan Islam, dengan cara mengaku menganut Islam, tepi tetap
menjalankan ajaran leluhur secara sembunyi - sembunyi.
Bertahannya
ajaran leluhur, tidak lepas dari peranan keraton - keraton di Nusantara
yang walaupun sudah menjadi kesultanan Islam, namun tetap
mempertahankan tradisi dan spiritual Nusantara yang bersumber dari
ajaran agama leluhur (PRIYAYI).
Pada
jaman Indonesia Merdeka kemudian diistilahkan sebagai kelompok
aliran-aliran kebatinan/kejiwaan/kerokhanian, dan kini disebut sebagai
aliran kepercayaan atau komunitas Kepercayaan terhadap Tuhan YME, yang
pada masa-masa awal kemerdekaan oleh masing-masing sesepuh/penggali
ajarannya dibentuk semacam paguyuban atau organisasi dan diberi nama,
seperti: Saptodarmo, Kapribaden, Ngudi Utomo, Purnomosidhi, Sedulur
Sikep, Sumarah, Kawruh Sedulur Sejati, Ngudi Utomo, Ajisaka, Sari
budaya, Perjalanan, Budi Daya, Parmalim...dan ratusan nama paguyuban
lainnya.
- Aspek Regulasi
Pada
masa perjuangan kemerdekaan, mayoritas tokoh-tokoh dan penganut
kepercayaan ikut andil dalam perjuangan kemerdekaan lepas dari
penjajahan Belanda, baik di medan pertempuran maupun dalam gerakan
politik kemerdekaan. Beberapa orang tokoh duduk dalam BPU-PKI dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan iIndonesia, diantaranya Mr. Wongsonagoro
dan Dr. Rajiman Wedyodiningrat .
"Founding father-mother”
paham betul atas sejarah dan eksistensi masyarakat kepercayaan. Oleh
karena itu, di dalam konstitusi UUD 1945 tercantum Pasal 29 yang
dimaksudkan untuk memayungi keberadaan kepercayaan terhadap Tuhan YME.
Pada
era Orde Baru peraturan perundang - undangan memayungi & mengakui
resmi keberadaan kepercayaan terhadap Tuhan YME & mendapat tempat
yang setara --> setiap pasal yang mengatur tentang agama, selalu
diikuti dengan prasa kepercayaan mengikuti bunyi dalam konstitusi,
misalnya:TAP-MPR, GBHN, Repelita, UU Perkawinan, UU Keormasan dan
Peraturan lainnya seperti KEPPRES, INPRES dsb., Dalam pelaksanaannya
sering tidak konsisten dan ada pelemahan-pelemahan dalam
implementasinya.
Institusi
Negara yang mengelola/mengurusi keberadaan serta
pemenuhan hak-hak penghayat pun dibentuk, melalui Satuan Kerja Khusus.
•Tahun
1975: memasukan urusan
Kepercayaan kedalam
Kantor Wilayah Departemen Agama pada salah satu bagian pada Sekretariat Kantor Wilayah
Departemen Agama di beberapa Propinsi. Selanjutnya berdasarkan Instruksi
Menteri Agama nomor 13 tahun 1975, pembinaannya dialihkan pada Sub bagian Umum
Tata Usaha.
•Tahun
1978: dialihkan kedalam Depdikbud (Direktorat Bina
Hayat Kepercayaan) berdasarkan Keppres 40/1978. Kepercayaan adalah salah satu unsur
dan wujud budaya bangsa
•Tahun 1980: Keputusan Mendikbud
nomor 0222e/01/1980, Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME melaksanakan sebagian
tugas Ditjen Kebudayaan di bidang
pembinaan perikehidupan masyarakat penghayat kepercayaan berdasarkan kebijakan
teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan.
•Tahun
1999: pembinaan dilaksanakan oleh Dit. Nilai Budaya, Ditjen
Kebudayaan, Depdikbud
•Tahun
2001: dilaksanakan oleh
Direktorat Tradisi dan Kepercayaan Direkturat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan
Film. Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
•Tahun 2002: dilaksanakan oleh
Direktorat Tradisi dan Kepercayaan, Badan Pengembangan Pariwisata. Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata yang bertugas merumuskan kebijakan, sedangkan untuk operasionalnya
diserahkan pada Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
•Tahun
2003: Pembinaan diserahkan
pada ASDEP Urusan Kepercayaan
terhadap Tuhan YME, Deputi Pelestarian dan
Pengembangan Kebudayaan, KEMBUDPAR
•Tahun
2006 : dirubah menjadi
Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Ditjen NBSF, Kembudpar.
•Tahun
2012: Direktorat Pembinaan
Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Kemdikbud.
1.
Kepercayaan terhadap Tuhan YME dianggap bukan agama (hanya budaya),
sehingga penghayat dipandang lebih rendah dari penganut agama.
2. Hak-hak yang diatur dalam peraturan & per-UU-an dianggap tidak berlaku bagi penghayat kepercayaan. Contoh :
- Hak atas pendidikan agama di sekolah
- Hak untuk menjadi TNI/POLRI
- Hak untuk berpartisipasi dalam lembaga bentukan pemerintah ( Forum Kerukunan Umat Beragama)
3. Tidak berada dalam pembinaan Kementerian Agama, tapi dalam pembinaan lembaga yang mengurusi kebudayaan, dsb.
4.
Kepercayaan terhadap Tuhan YME dianggap sebagai aliran dari agama yang
menyimpang, sehingga sering dikatagorikan aliran sesat, dan harus
dikembalikan pada induk agamanya, serta harus dibina pada pemahaman
agama yang benar (contoh bunyi pernyataan dalam UU No.1/PNPS/1965, dan
keberadaan PAKEM).
5.
Pemerintah dan legislatif masih belum memiliki komitmen yang kuat untuk
benar-benar memberdayakan penghayat, sehingga terkesan penghayat dijamin
keberadaannya, tapi tidak boleh besar/berkembang, terbukti dari
kecilnya anggaran negara yang benar-benar diperuntukkan bagi
pengembangan dan pembinaan penghayat kepercayaan, dan seringnya
perombakan nomenklatur maupun penggabungan direktorat kepercayaan dengan
direktorat lainnya.
6. Masih adanya pengucilan oleh masyarakat umum
7.
Mayoritas penghayat kepercayaan, masih belum berani terbuka menyatakan
identitasnya sebagai penghayat, dan lebih nyaman mengaku sebagai
penganut agama tertentu.
8. Terhambatnya Regenerasi / Kaderisasi yang terjadi di dalam tubuh
Organisasi / Paguyuban Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
9. Manajemen Organisasi Penghayat Kepercayaan umumnya belum tertata dengan baik.
10. Tidak
memiliki akses ke media publik khususnya media televisi, untuk mensosialisasikan diri tentang kepercayaan
terhadap Tuhan YME.
11. Identitas
dikosongkan (-) pada kolom agama bagi penghayat masih merugikan
penghayat. karena menurut pendapat umum dianggap tidak memiliki agama.
Data Inventaris Organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Data Organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang tercatat di Direktorat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi (data Tahun 2015) sebagai berikut :
Tingkat Pusat --------------------> 182 Organisasi
Tingkat Cabang ------------------> 937 Organisasi
Organisasi Aktif ------------------> 156 Organisasi
Organisasi tidak Aktif------------> 26 Organisasi
Data di atas merupakan hasil inventarisasi tahun 2000 s/d 2015 dan secara kuantitatif bersifat fluktuatif |
Payung Hukum bagi masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
1. Universal Declaration of Human Rights (Pasal 18)
Isi : Everyone
has the right to freedom of thought, conscience and religion; this
right includes freedom to change his religion or belief, and freedom,
either alone or in community with others and in public or private, to
manifest his religion or belief in teaching, practice, worship and
observance.
Terjemahan : Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan
dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya
dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di
muka umum maupun sendiri.
2. Konstitusi Undang - undang Dasar 1945
- Pasal 28C :
(1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) ...
- Pasal 28E :
(1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang .....
- Pasal 29 :
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap - tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing - masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
3. Undang - Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAK ASASI MANUSIA
- Pasal 2 :
Negara
Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada
dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati
dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,
kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
- Pasal 3 :
(1) ....
(2) Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil
serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.
- Pasal 12 :
Setiap
orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk
memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas
hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, bertanggungjawab,
berahlak mulia, bahagia dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.
- Pasal 22 :
(1) Setiap orang bebas untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
- Pasal 55 :
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.
- Pasal 60 ayat (1) :
Setiap
anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya.
------------> Download Salinan Dokumen UU No.39 Thn 1999 <-------------- span="">-------------->
4. Undang - Undang No. 11 Tahun 2005 Tentang PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
- Pasal 13 :
(2) .....
(3) Negara-negara peserta kovenan ini berusaha untuk menghormati kebebasan orangtua dan para wali yang sah, bila ada, untuk memilih sekolah bagi anak-anak mereka selain sekolah yang didirikan oleh lembaga pemerintah, yang memenuhi standar minimal pendidikan sebagaimana ditetapkan atau disahkan oleh Negara, dan untuk menjamin agama dan moral anak-anak mereka sesuai keyakinan mereka”.
------------> Download Salinan Dokumen UU No. 11 Tahun 2005 <-------------- span="">-------------->
- Pasal 18 :
(1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan
dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan
agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan baik
secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat
umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam
kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran.
(2) Tidak seorangpun dapat dipaksa sehingga mengurangi kebebasannya
untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan
pilihannya.
(3) Kebebasan untuk mejalankan agama atau kepercayaan seseorang
hanya dapat dibatasi oleh ketentuan hukum yang diperlukan untuk
melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat atau
hak mendasar dan kebebasan oran lain.
(4) Negara Peserta Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan
orang tua atau wali yang sah, jika ada, untuk memastikan bahwa
pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan
mereka sendiri.
- Pasal 26 :
Semua orang berkedudukan sama di depan hukum dan berhak tanpa diskriminasi apapun atas perlindungan hukum yang sama.
Dalam hal ini hukum harus melarang diskriminasi apapun , dan menjamin
perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi
atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama,
politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, harta
benda, kelahiran atau status lain.
- Pasal 27 :
Di negara-negara dimana terdapat golongan minoritas berdasarkan etnis, agama atau bahasa, orang-orang yang tergabung dalam kelompok-kelompok minoritas tersebut tidak dapat ditolak haknya, dalam masyarakat bersama anggota-anggota kelompoknya yang lain, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri, atau menggunakan bahasa mereka sendiri.
------------> Download Salinan Dokumen UU No. 12 Tahun 2005 <-------------- span="">-------------->
6. Undang - Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang diubah menjadi Undang - Undang No.24 Tahun 2013
- Pasal 8
(1) Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewajiban yang meliputi:
a. mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting;
b. memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap Penduduk atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting;
c. menerbitkan Dokumen Kependudukan;
d. mendokumentasikan hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
e. rnenjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; dan
f. melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh Penduduk dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
(2) ...
(3)...
(4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk persyaratan dan
tata cara Pencatatan Peristiwa Penting bagi Penduduk yang agamanya belum
diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
atau bagi penghayat kepercayaan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.
- Pasal 58
(1) ...
(2) Data perseorangan meliputi :
a. ....
b. ...
c. ...
d. ...
e. ...
f. ...
g. ....
h. agama/kepercayaan;
i. ...
j. ...
...
...
- Pasal 61
(1) KK
memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga
dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal
Iahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan
dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.
(2)
Keterangan rnengenal kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan.
- Pasal 64
7. Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Keseluruhan
----------> Download Salinan Dokumen PP No.37 Tahun 2007 <-------------- span="">-------------->
8.
Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata No. 43 dan 41 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Keseluruhan
----------> Download PBM No 43 dan 42 Tahun 2009 <-------------- span="">-------------->
9.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 77 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Pembinaan Lembaga Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
Lembaga Adat.
Keseluruhan
----------> Download PerMenDikBud No 77 Tahun 2013 <-------------- span="">-------------->
Sekian
Tulisan dan Suntingan yang saya buat, besar harapan saya agar
masyarakat luas bisa lebih mengapresiasi keberadaan Kaum Penghayat di
Indonesia. sehingga tidak ada lagi stigma - stigma, pengucilan, cemohan,
yang jelas - jelas bisa mengikis makna Ke-Bhineka-an di negara kita.
Kepada
Generasi Muda, Pemuda,dan Kadang Penghayat Kepercayaan. Ayo kita
junjung tinggi 4 Konsensus Dasar negara (Pancasila, UUD 1945, Bhineka
Tunggal Ika dan NKRI).
Berhenti
bersembunyi, menutup diri, malu untuk tampil ke permukaan. Tunjukan
siapa Penghayat Kepercayaan itu sebenarnya, satukan jiwa ke-Nusantaraan
kita. Dan yakinlah kita pasti kuat jika bersatu.
RAHAYU, MERDEKA !!!
Narasumber :
1. Tulisan dan Literatur karya Engkus Ruswana.
2. Slide Pembinaan Generasi Muda Penghayat Kepercayaan thdp Tuhan YME - Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Comments