Skip to main content

RENUNGAN TENTANG “KELUARGA” Paguyuban Kekadangan Liman Seto

RENUNGAN TENTANG KELUARGA


Oleh : YP. Sukiyanto
(Sesepuh Paguyuban Kekadangan Liman Seto Pusat Blora)


Pembukaan

Makhluk hidup di dunia berkembang semakin banyak setelah mengadakan asimilasi dan reproduksi. Bagi manusia, asimilasi ini pada umumnya diwujudkan dengan symbol pernikahan / perkawinan yang secara sosiologis disahkan oleh hokum yang dibuat oleh manusia sesuai norma yang berlaku dimasyarakat.
Adapun tujuan berkeluarga pada umumnya adalah mencapa rasa BAHAGIA secara bersama-sama, antara ayah, ibu, anak ataupun anggota keluarga lainnya. Namun, dalam masyarakat terjadi berbagai keadaan yang menyebabkan situasi-situasi aneka ragam ; ada yang tenang, tentram, ceria, sukacita ; tetapi adapula keluarga yang cenderung kacau, muram, bermasalah, penuh goncangan, dll, yang menunjukkan keadaan sebaliknya dari apa yang di idamkan anggotanya.
Dengan uraian yang merupakan perenungan dan penelaahan panjang ini, saya mengajak pembaca untuk ber-sharing / bertukar pendapat dengan para pembaca agar menemukan pemecahan masalah yang terjadi dalam keluarga. Terutama untuk para calon keluarga baru agar kiranya mampu mempersiapkan didi berbekal pengalaman yang terpapar dalam tulisan ini.
Uraian tulisan ini saya buat berdasarkan materi-materi komunikasi antara saya dan antara saudara-saudara komunikan, yang telah mengadakan CURHAT selama ini. Akan tetapi, karena kurang mampu menulis /  berbahasa dengan baik (karena saya malas belajar), maka banyak kekurangan tehnik penulisan ataupun kwalitas (mutu) isinya. Untuk itu saya mohon maklum dan maaf sebesar-besarnya; terutama bagi para pembaca yang merasa “terganggu” atas isi tulisan ini, namun bukan maksud saya untuk membuat rasa tidak nyaman, melainkan karena saya kurang mampu mengungkapkan maksud hati saya.
Alangkah senangnya, apabila nanti ada saudara-saudari yang sudi mengkritik, menelaah tulisan ini, syukur apabila ada yang sudi mengurangi, mengubah, menambah, atau menyempurnakan isinya; agar dapat lebih mengena dan menambah kegunaan bagi pembaca lainnya. Untuk itu saya mengucapkan sekali lagi terima kasih. Berkat dan rahmat TUHAN menyertai kita semua.AMIN.


Syaloom,
YP.SUKIYANTO
(Penulis)
Adapun isi buku ini saya rangkum dari :
1.      Buku – buku Antropologi dan Sosiologi di sekolah – sekolah
2.      Beberapa Yen Cin Pan (Sidang Dharma) yang diselenggarakan secara periodik pada kalangan Thien Tao di Bodi Thang Jepon – Blora, Tao Yi Ji Pan di Surabaya, San Thien Hwa Hwe (Sidang Dharma 3 Hari) di Malang dll.
3.      Penelaahan keluarga dalam hidup sehari-hari, melalui komunikasi (CURHAT) para komunikan.

ü Manusia FRAGMATIS
Melandasi Tindakan dengan mengutamakan mana yang dapat di jangkau lebih dulu.

ü Manusia POLITIS
Menitik beratkan tujuan yang perlu dicapai dengan mengabaikan apa yang kurang berguna bagi dirinya.

ü Manusia PROFAN
Menilik kehidupan dari sisi denuniaan yang nyata

ü Manusia RELIGIUS
Memandang kehidupan dari sisi keagamaan pada umumnya terdiri dari 2 jenis, yaitu : Jiwa TEOLOGIS ; yang berpegang dari pengetahuan keagamaan dan Jiwa TEOSOFIS (penghayat) yang berpegang dari APA YANG TERSIRAT dala kehidupan.

ü Dll, Dll, Dll

Adapun jenis-jenis kepribadian manusia tersebut, amat berpengaruh pada keharmonisan dalam keluarga, manakala antara suami dan isteri (bahkan anak-anak) memiliki kepribadian yang berbeda-beda.Bagaimana keadaannya bila setiap hari si anak menyetel lagu-lagu pop, rock, under ground, dll padahal si ayah ahli main music keroncong, sedangkan si isteri adalah seorang penari jawa yang maniak dengan gending – gending tradisional jawa?
Kondisi-kondisi tersebut di atas merupakan penyebab ke tidak harmonisan (DISHARMONIS) secara PSIKHIS (Kejiwaan). Namun ada pula penyebab disharmonis secara fisik.
·         Beberapa penyebab disharmonis secara fisik, antara lain :
1.      Cacat Fisik
Badan atau anggoa badan yang tak sempurna adakalanya menyebabkan rasa malu pada diri seseorang atau pasangannya dan anggota keluarga yang lain. Barangkali kondisi khusus atau suatu kelebihan yang lain atau kemampuan khusus mampu “menyudutkan” perasaan MENERIMA pada diri sendiri atau pasangannya. Mungkin pula pengetahuan / pengertian kejiwaan yang lebih tinggi seperti kerokhanian, ketuhanan (Tentang Karmapala, takdir, kodrat, dll) akan menguatkan penerimaan pasangan atau anggota keluarganya.
                        Beberapa Jenis Cacat FISIk :
§  Cacat ASAL
Merupakan “cacat bawaan”
§  Cacat “BARU” Pra-Nikah
Cacat yang diperoleh sebelum pernikahan terjadi, namun pernikahan tidak dapat dibatalkan.
§  Cacat “BARU” Pasca Nikah
Cacat yang diperoleh setelah pernikahan terjadi.


2.      Kondisi Kesehatan
Penyakit-penyakit tertentu menjadi penyebab keadaan disharmonis, baik penyakit “baru” ataupun penyakit “lama” (kronis) mampu menyita perhatian lebih besar bagi seluruh anggota keluarga, sehingga manyebabkan ke-“tidak nyamanan” situasi jiwa.
Biasanya kesehatan manusia diengaruhi oleh beberapa hal seperti : kebersihan, keteraturan, kebiasaan-kebiasaan pada pola makan, pola istirahat / rekreasi, pola pernafasan, dilengkapi oleh KETENANGAN Jiwa seseorang. Situasi jiwa seseorang berpengaruh atas kesehatan badan manusia.

3.      Cacat Mental
Situasi mental (cipta – rasa – karsa) manusia perlu diseimbangkan, agar tercipta ketenangan jiwa. Ada 3 macam ke-tidak seimbangan mantal kejiwaan :
a.      CIPTA terlalu besar
Cipta manusia merupakan sumber lahirnya ide, inspirasi, agan-angan, lamunan, dll secara awal. Seluruh cita-cita manusia berawal dari CIPTA dalam porsi yang terlalu besar. CIPTA membuat seseorang menjadi IDEALIS, PELAMUN, PEMIMPI, tanpa mampu berbuat apapun. Analisa rasa dan kekuatan KARSA yang kecil membuat situasi FRUSTASI.
b.      RASA terlalu besar
Rasa manusia melahirkan : penasaran (emosi-emosi), pertimbangan /  perhitungan – perhitungan (analisa-sintesa) yang menciptakan keputusan tentang NILAI (penyimpulan tentang yang baik dan yang buruk). Membesarnya RASA manusia menyebabkan pertimbangan dan perhitungan yang terlalu besar sehingga melahirkan sikap RAGU dan TAKUT MELANGKAH.
Membesarnya penyimpulan Nilai (baik-buruk) menimbulkan RASA SEDIH, SENANG, CINTA-BENCI, PUAS-KECEWA, dll. Yang selalu menggoyang ketenangan jiwa.
c.       KARSA terlalu besar
Karsa manusia adalah suber lahirnya kehindak hasrat, kemampuan, dorongan (drive) dll, yang menyebabkanmanusia bertindak / berbuat.
Membesarnya KARSA menimbulkan sikap aktif berbuat “pemaksaan” diri atau orang lain untuk berbuat sesuai keinginannya.
KESEIMBANGAN :
Yang dimaksud dengan KESEIMBANGAN MENTAL tidak lain adalah keseimbangan CIPTA – RASA – KARSA manusia. Seimbang bermakna SAMA BESAR / SAMA KUAT
            Menseimbangkan CIPTA – RASA – KARSA berarti memadukan PIKIRAN – PERTIMBANGAN dan KEINGINAN sedemikian rupa sehingga tak ada salah satu “yang menang”. “Pertarungan” ketiga unsur kejiwaan ini bila seimbang menimbulkan kondisi DIAM namun AKTIF. Dikarenakan sifat AKTIF dalam DIAM (istilah jawa : Urip sakjroning pati” = KEHIDUPAN DALAM KEMATIAN) inilah emungkinkan HIDUPnya RUAS-CIPTA, RUAS-RASA, RUAS KARSA yang berwujud FEELING, INTUISI, INDRA ke-6, HATI NURANI, SANUBARI atau apapun istilahnya.
            Keheningan jiwa ini membuat batin jernih sehingga tercipta suasana TENANG, DAMAI, TENTRAM dalam jiwa seseorang. Dengan demikian FIRMAN / KEHENDAK TUHAN yang “bersemayam” dalam HATI – NURANI mampu ditangkap dengan jelas oleh indera ke-6 yang akan diuraikan dalam CIPTA – RASA – KARSA manusia kembali. Barangkali inilah yang dimaksudkan dengan KEBAHAGIAAN SEJATI, yaitu kebahagiaan dalam kehendak “Langit” / Tuhan yang Maha Tinggi.
4.      CACAT INTERAKSI INTERPERSONAL
Interaksi artinya “antar hubungan” atau hubungan antara seseorang dengan yang lain. Dalam hal ini antara suami dan isteri, atau orang tua dan anak.
Interpersonal interaction ini dapat terjadi bersifat fisik, psikhis ataupun mental; yang rata-rata di sebabkan oleh PERBEDAAN DASAR, PERBEDAAN STATUS, PERBEDAAN KONSEP, ARGUMENTASI, POTENSI-POTENSI dll.
Beberapa perbedaan yang banyak terjadi di masyarakat, misalnya :
·         BUDAYA KEPERCAYAAN dan ASAL – USUL
Suami – isteri dengan latar belakang budaya yang berbeda merupakan bahan perpecahan hubungan keluarga. Demikian pula kepercayaan / keyakinan seseorang berpengaruh atas perpecahan tersebut misalnya antara :
o   Manusia tradisional VS manusia modern
o   Suami optimis dengan isteri pesimis
o   Suami bodoh VS Isteri CERDIK (dan sebaliknya)
o   Si kaya dengan si miskin
o   Bangsawan dan orang jelata
o   Agamawan dengan orang profanes
o   Antar penganut agama yang berbeda
o   Satu agama tetapi yang satu mendalam yang satu yang satu asal-asalan
o   Si hemat dan si dermawan
o   Dll, dll, dll

·         LIBIDO SEKSUALITAS
Pemenuhan libido seksualitas merupakan salah satu tujuan dasar berumah tangga. Naluri seks merupakan KODRAT makhluk hidup : tumbuhan, hewan dan manusia. Namun karena tumbuhan dan hewan tak memiliki Cipta – Rasa – dan Karsa, maka berproses secara naluriah belaka. Sedangkan karena manusia memiliki Cipta – Rasa – Karsa; naluri seks di-“campuri” oleh nafsu (kehendak) /  hasrat. Apabila pertimbangan CIPTA RASAnya terkalahkan oleh KARSAnya, hilanglah sifat Hati Sanubari / Nurani. Maka muncullah sifat binatang di dalam diri seseorang. Inilah sebabnya deperlukan adanya HUKUM NORMA, ETIKA untuk mengatur manusia dlam kehidupannya.
            Adapun kemelut rumah tangga yang berhubungan dengan masalah seks dapat diamati pada masyarakat yang biasanya berkisar pada:
Ø  Perbedaan potensi seksualitas antara suami-isteri (Suami super atau isteri hyper) menyebabkan tidak adanya kepuasan salah satu pasangan, maka apabila rambu-rambu NORMA dan NILAI pribadi kurang kuat akan terjadi “perburuan” kepuasan di luar rumah-tangga.
Ø  DISFUNGSI SEX karena peristiwa fisik dan mental penyakit-penyakit tertentu, kecelakaan, tekaan mental (sedih, takut, malu, dll) menyebabkan hilang atau menurunnya potensi dan aktivitas hubungan suami isteri.
Ø  KEBOSANAN
Manusia memiliki tasa Jenuh / Bosan pada suatu hal yang bersifat sama dan berulang-ulang. Hal ini meliputi: pekerjaan, cara makan / menu, cara tidur, sampai dengan hubungan seks antara suami-isteri. Dengan demikian ada kemungkinan seseorang memperoleh variasi dan pergantian kondisi. Apabila dalam satu keluarga tak mampu menciptakan “perubahan” / pembaharuan, maka ada kemungkinan seseorang mencari variasi tersebut ke-“Luar Rumah”. Dan manakala hal ini berhubungan dengan hubungan seks suami-isteri, maka akan terjadilah “kenakalan bapak” atau “kenakalan ibu” (perselingkuhan).
Ø  PERUBAHAN FISIK
Mnusia memiliki DAYA NILAI terhadap sesuatu di luar dirinya. Disinilah muncul kriteria yang baik, yang buruk, yang agak baik, dan agak buruk, yang indah, yang jelek, dll. Tidak dapat disangkal bahwa seseorang memiliki sesuatu hal selalu di dasari oeh rasa SIMPATI ini. Termasuk dalam pernikahan suami atau isteri, kriteria ini selalu merupakan acuan sebagai tolok ukur.
            Dalam proses rumah tangga, terkadang suami atau isteri tidak mampu mempertahankan kondisi fisik seperti semula. Utunglah jika perubahan fisik ini mengarah pada idealisasi ang menuju perbaikan, misalnya :
o   Semula terlalu gemuk / kurus berubah ideal
o   Semula lemah sakit – sakitan berubah menjadi kuat / sehat
Ababila terjadi kebalikannya, besar kemungkinan akan merupakan bibit ke”tidak senang”an dalam keluarga.
            Masih banyak peristiwa dalam proses kehidupan keluarga yang mengarah pada terjadinya PERUBAHAN situasi, kondisi fisik maupun kejiwaan Suami-isteri atau anggota keluarga yang dapat memicu keretakan hubungan intim suami isteri sehingga menuju pada perpecahan keluarga.
            SOLUSI :
Secara umum keretakan sebuah keluarga terjadi karena PERBEDAAN-PERBEDAAN seperti terurai terdahulu. Oleh Karena itu perlulah diadakan antisipasi pada pemecahan masalahnya; misalnya :
o   SALING MEMBUKA HATI, MEMBUKA DIRI :
Dengan kesiapan menerima KELEMAHAN dan KEKURANGAN pasangannya, berdasarkan pengertian bahwa TIDAK ADA manusia yang sempurna.
o   PENYADARAN bahwa pasangan hidup adalah milik TUHAN yang harus disyukuri, dijaga, dihormati, disayangi keberadaannya sebagai TANDA IBADAH kepada TUHAN.
o   MEMBUKA JALUR KOMUNIKASI, agar suami-isteri memiliki SATU VISI – SATU MISI – SATU KONSEP keluarga yang diIkrarkan untuk dilakukan bersama, terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang temporer, yang perlu dipecahkan segera.
o   TIDAK SALING MENYEMBUNYIKAN SESUATU (Ber-Rahasia) kecuali yang memang TIDAK HARUS / TIDAK BOLEH dibuka untuk orang lain (Rahasia Perusahaan, Negara, Corp, Kelompok Kerokhanian, bisnis, dll).
o   SALING MENDUKUNG, MEMBELA, PEDULI, MELINDUNGI, MEMAKLUMI & MENGAMPUNI (Perwujudan kasih-sayang) antara anggota keluarga dalam sifat-sifat yang menuju pada kebaikan, kebenaran.
o   MELETAKKAN TUHAN sebagai KEPALA RUMAH TANGGA sedangkan suami-isteri, anak-anak merupakan anggota keluarga TUHAN. Dengan kata lain memperdalam tentang ketuhanan, melalui agama atau kepercayaan masing-masing (iman).
o   Persoalan seksual perlu dipahami bersama secara variatif dan mandalam, mengingat salah satu fungsi berkeluarga adalah sebagai pemenuhan libido seksualitas. Walaupun tujuan berkeluarga secara ETIKA adalah untuk memperoleh keturunan, namun dalam realita di masyarakat, banyak keluarga yang tak memiliki keturunan tetap merasakan ketenangan hidupdengan “enjoy saja”. Ada pula yang memungut anak orang lain (adopsi), dan semuanya baik adanya.
Akan tetapi ketimpangan dalam masalah seks seringkali menyebabkan kegoncangan keluarga, tak jarang yang sampai mencapai perpecahan / perpisahan. Permasalahan seksual yang “cacad” ini dapat di atasi dengan menggunakan PENGALIHAN PERHATIAN pada hal-hal yang lain, seperti :
Ø  Hidup hanyalah sebuah proses penyelesaian tugas-tugas dunia dari TUHAN, dan bila mental manusia “runtuh” hanya karena maslah yang satu itu manusia akan memperoleh KERUGIAN YANG LEBIH BESAR dihadapan TUHAN.
Ø  Kenikmatan hidup dapat disublimasikan pada hal yang lebih tinggi sifatnya, seperti : kegiatan social, olah raga, kerokhanian, pelayanan, penghiburan, dll yang dapat digunakan sebagai pengumpulan JASA-PAHALA bagi kehidupan di akhirat nanti.
Para bhiksu / bhiksuni, para pastur, burden, suster dapat menikmati kehidupan dan bahagia tanpa melakukan kegiatan seksua, melainkan memusatkan perhatian pada NILAI HIDUP yang lebih tinggi tingkatannya. Banyak para TIEN JUAN SE yang merelakan diri untuk tidak menikah demi perjuangan pelintasan manusia. Sang Sidharta Gautama (Sang Budha) meninggalkan isterinya (Dewi Maya) yang cantik dan kerajaannya, bertapa di hutan-hutan dami mencari kesempurnaan sejati.
            Dengan demikian IKRAR dan TUJUAN HIDUP LUHUR merupakan kunci KEBAHAGIAAN HIDUP SEJATI (kekal). Denga dimikian hidup berkeluargapun merupakan bagian dari SABDA / FIRMAN TUHAN, tidak sekedar untuk pemenuhan libido seksualitas, tidak sekedar untuk mengembangkan keturunan, atau tidak sekedar untuk memancarkan kasih tetapi dengan pengertian yang lebih LUHUR, BERKELUARGA BERTUJUAN UNTUK MELAKSANAKAN KEHENDAK TUHAN (beribadah). Maka BUKAN kehendak manusia yang terjadi melainkan KEHENDAK “LANGIT” yang mesti terjadi.
            Kehendak manusia yang “terbaik”pun seringkali menimbulkan konflik karena adanya perbedaan pendapat pribadi para anggota keluarga. Dan pertikaian dalam satu keluarga, dengan sendirinya menimbulkan keresahan bagi keluarga sekitarnya di masyarakat. Apalagi situasi konflik ini akan terekam dalam alam bawah sadar pada anak-anak yang belum pandai berfikir, sehingga manciptakan berbagai efek kejiwaan bagi mereka sampai di hari tua mereka.
Sedagkan “rekaman salah” yang tersimpan dalam ingatan anak-anak berpengaruh pada karakter mereka kelak. Dan anak-anak inilah yang dalam waktu yang akan datang merupakan para “Pengisi Kehidupan” di masyarakat. Bilamana dalam kesimpulan “rasio kecil” mereka, menyatakan bahwa konflik konflik yang memang sering terjadi adalah SEBUAH KEBENARAN, maka akan merupakan bibit kekeliruan yang FATAL di kelak kemudian hari.
            Jadi dalam benak anak-anak kecil perlu ditanamkan konsep (Contoh) tentang KELEMBUTAN, KASIH SAYANG, KERUKUNAN, PERMUSYAWARAHAN, GOTONG-ROYONG, dll yang membentuk ABDIAN, KEBAKTIAN, PERJUANGAN dll yang membentuk perilaku luhur, demi keluhuran bangsa dan manusia yang akan datang.

PENUTUP
Dalam Paparan ini saya membatasi perenungan tentang keluarga inti(batin) saja, adapun tentang hubungan antar keluarga atau antara keluarga dengan masyarakat luas akan memerlukan penelaahan lebih meluas. Sedangkan pada setiap keluarga inti pastilah memiliki pondasi-pondasi, pengertian, hokum, dan kedaulatan kehidupan masing-masing, sehingga dalam interaksi sehari-hari terjadi kontak antar keluarga. Dikarenakan heterogenitas kedaulatan inilah, terjadi ke-SETUJUAN dank e-TIDAK SETUJUAN, kecocokan dan ketidakcocokan satu sama lain, yang menimbulkan kesenjangan, persahabatan, pertemanan, permusuhan dan kadangkala bahkan ada konflik diantara mereka.
            Akan tetapi bagaimanapun juga perlu perenungan tentang eksistensi keluargai inti lebih dahulu, sehingga masing-masing mampu menciptakan stabilisasi dan harmonisasi di dalam keluarga inti, Waupun hal ini tidak menjamin harmonisasi antar keluarga. Namun paling tidak ada semacam rem kendali dalam keluarga sendiri untuk meredam konflik dengan keluarga lain yang memiliki kedaulatan pula.
            Sekali lagi saya sangat mengharapkan peran serta saudara-saudara pembaca yang budiman untuk sudi meluruskan kekeliruan saya, mengubah atau menyempurnakan kekurangan tulisan ini, mengingat keterbatasan pengetahuan yang saya miliki. Untuk itu saya ucapkan terima kasih. Berkat TUHAN beserta kita semua.AMIN.

Blora, 6 Januari 2012
Salam Hormat Saya
Penulis


BAGIAN 2MENUJU KELUARGA BAHAGIA
 Prakata Renungan 2
Dalam tulisan pertama (bagian awal) uraian renungan panjang terdahulu, saya memaparkan segenap seluk beluk keluarga kecil (batih), yang merupakan fondasi kehidupan bersama di masyarakat. Bagian kedua tulisan saya ini, saya arahkan pada perenungan tentang kehidupan manusia secara kelompok, entang suasana kehidupan bersama – berdampingan dan pengaruh  pengaruh yang membentuk nuansa kebersamaan di masyarakat.
Namun fokus kehidupan bersama ini saya arahkan pada masyarakat yang bersifat PAGUYUBAN (GEMEINSCAFT) di desa atau kota kecil.
Saya hanya berharap, sekelumit ulasan bodoh ini mampu sedikit meringankan beban keprihatinan saya mengamati masalah-masalah kehidupan pada masyarakat “bukan ilmuan”. Sayang sekali bahwa saya sendiri juga BUKAN ILMUAN! Jika boleh dibilang saya hanyalah seniman kecil, di daerah kecil, di kota kecil yang sedikit peduli pada nasib orang-orang kecil belaka. Namun tak mampu berbuat apa-apa, dan dalam tulisan saya ini pun tak bermaksud apa-apa. Hanya sekedar membuang waktu luang daripada hanya tertegun di ruang hampa.
Oleh karena itu karena kebodohan berbahasa, tentu saja akan ada pembaca-pembaca yang merasa teluka atau tergores perasaannya. Namun bukan tujuan saya untuk menebar duka atau sengaja menebar derita-jiwa para pembaca. Maka dari itu beribu maaf pastilah saya minta, sebab daripada menciptakan lawan lebih baik saya mencari saudara. Tuhan Beserta Kita.AMIN !

Blora, 18 Januari 2012
Syallom,
Penulis








RENUNGAN TENTANG KELUARGA
BAGIAN 2
MENUJU KELUARGA BAHAGIA

I.                    KERUKUNAN ANTAR KELUARGA
Keluarga sebagaimana terurai pada tulisan terdahulu (Renungan Tentang Keluarga), merupakan sekelompok manusia yang terjalin dalam satu ikatan NILAI dan NORMA yang berlaku di masyarakat.
Adapun keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak merupakan KELUARGA INTI ; yaitu bagian terkecil dari KEKERABATAN, yang disebut BATIH.
Dalam kehidupan di masyrakat, satu keluarga inti (batih) memiliki antar – hubungan terhadap kelompok batih yang lain, namun dalam proses interaksi, kedaulatan satu keluarga inti tetap terjaga, sehingga tak ada proses saling mengganggu atau bercampur tangan.
Namun kadangkala ada satu – dua keluarga yang memiliki hubungan khusus (persahabatan, permusuhan, saling membiarkan, dll). Hal ini berhubungan dengan sifat kepribadian dari kelompok keluarganya. Dan hal ini sering targantung dari sikap dan sifat kepala keluarganya. Adapun karena “kepatuhan” anggota keluarga kepada ketentuan kepala keluarga (walaupun tersamar, tidak nyata) menciptakan “sikap/sifat bersama” kelompok batih tersebut. Dan hal inilah yang terkadang membuat perbedaan dengan keluarga inti yang lain.
Kerukunan antar keluarga hanya terjadi apabila :
1.      Adanya sifat / sikap SALING PEDULI antar keluarga, terutama pada saat salah satu keluarga sedng mengalami masalah.
2.      Ada sifat / sikap SALING MENGENDALIKAN DIRI untuk tak mencampuri urusan keluarga lain (keculai di minta oleh keluarga yang bermasalah).
3.      Ada siat / sikap SALING MEMBIARKAN dan MEMAKLUMI “kekurangan” keluarga lain (menjaga HARGA DIRI tetangga).
4.      Ada sifat / sikap MEMEAAFKAN “kesalahan” tentangga.
5.      Mengembangkan sifat / sikap MENYENANGKAN orang lain.
6.      Mengadakan PWNYESUAIAN DIRI terhadap lingkungan.
7.      Mengembangkan sifat / sikap KEBERSAMAAN dalam berfikir dan bertindak.
8.      Mengembangkan sifat / sikap TAK MENGHAKIMI keluarga lain
9.      Mengambangkan sifat / sikap cepat, tanggap / peka, siap merespons sesuatu yang diperlukan secara bersama.
10.  Mengembangkan sikap RAMAH, MURAH SENYUM, BERSAUDARA terhadap anggota keluarga yang lain.

URAIAN :
1.      SIKAP SALING PEDULI
Sikap peduli berasal dari sifat mengamati, mencari tahu, mendengarkan berita; tentang keadaan dan situasi orang lain; dengan KESIAP – SEDIAAN untuk menegur – meyapa – membantu – menjaga – menolong sesama tetangga. Hal ini muncul dari kesadaran pengertian bahwa manusia  kelompok TAK PERNAH MAMPU BERDIRI SENDIRI; disebabkan adanya KELEMAHAN – KELEMAHAN (di samping sisi kelebihannya) manusia dalam pencapaian meraih KEBUTUHAN POKOKnya (sandang – pangan – papan / perumahan – kesehatan – keamanan dan libido seksualitas). Barangkali di antara keluarga yang satu dan keluarga yang lain kelemahannya berbeda-beda; sehingga perlu memperoleh bantuan dari keluarga yang lain. Maka sebagai konsekuensi menciptakan kerukunan antar tetangga perlulah kiranya ada sikap SALING MEMPEDULIKAN dan SALING MENGAMATI.
2.      SIKAP SALING MENGENDALIKAN DIRI
Sikap ini muncul dari kesadarn bahwa setiap keluarga memiliki KEDAULATAN, HARGA DIRI, NORMA / NILAI yang mungkin berbeda dengan keluarga yang lain. Sikap mencapuri urusan keluarga lain mungkin justru menumbulkan LUKA perasaan atau terusiknya harga diri, sehngga menimbulkan GAP antar keluarga. Bahwasanna sebuah TUJUAN / PIKIRAN YANG BAIK terkadang jusru menumbulkan akibat yang kurang berkenan, banyak terjadi di masyarakat, sehingga perlu kiranya kewaspadaan dalam bersikap. Perlu pula memperhitungkan tentang KAPAN WAKTU TERBAIK untuk berbuat sehingga terjadi TEPAT GUNA dan TEPAT SASARAN. Namun sifat PEDULI membuat seseorang SIAP – DIRI untuk berbuat bila dibutuhkan (diminta).
3.      SIKAP SALING MEMBIARKAN dan MEMAKLUMI
Setiap keluarga memiliki CARA, KONSEP, VISI, MISI tertentu guna meraih apa yang diidamkan. Tentu saja ada kesamaan dan perbedaan dengan apa yang dimiliki keluarga yang lain, sesuai dengan sifat kebutuhannya. Sikap membiarkan ini bukan berarti TIDAK MEMPERDULIKAN karena di dalam “diam” ini terkandung sikap MENGAMATI sihingga pada saat diperlukan, ada kesiapan untuk berbuat. Barangkali sifat KONSEP, TUJUAN dan SIKAP keluarga ang satu tak sama bahkan berlawanan dengan keluarga yang lain, namun parlu ada sifat / sikap memaklumi, agar terjadi KETENANGAN antar keluarga. Barangkali KEBENARAN / KEBAIKAN dari keluarga yang satu merupakan KESALAHAN / KEBURUKAN bagi keluarga yang lain; namun kadangkala teguran / peringatan justuru menggoyan dan manjatuhkan HARGA DIRI mereka sehingga menimbulkan rasa tersinggung.
4.      SIKAP SALING MEMAAFKAN
Dikarenakan berlangsungnya INTERAKSI (antar hubungan) yang lama terjadi, seringkali hadir “gesekan-gesekan” secara pribadi ataupun kelompok, karena adanya berbagai kepentingan. Dalam skala kecil ataupun besar (menimbulkan konflik) antara kelompok keluarga seringklai terjadi perbedaan sifat, sehingga menimbulkan kegoncangan dalam jiwa masing-masing anggota masyarakat. Meminjam pepatah TAK ADA GADING YANG TAK RETAK; maka tak selalu ketenangan dapat dijaga. Namun kesadaran KOMUNITAS (senasib, sepenanggungan) harus cepat dibangkitkan, untuk segera diadakan pemakluman akan CACAT – SESAMA, dan AKUPUN memaafkan orang lain / keluarga lain.
5.      SIKAP MENYENANGKAN ORANG LAIN
Seseorang kan merasa senang apabila dia memperoleh sikap menyenangkan, dan merasa tidak senang bila di perlakukan yang tidak menyenangkan.
Dan orang akan BEREAKSI yang sama untuk menanggapi sikap “dari – luar” dirinya. Dari situlah mencul rasa cinta, sayang dan pendekatan.
Seseorang akan menyayangi seekor anjing atau kucing, bahkan ayam (bangkok / kate) yang lucu dan menghibur hati. Sebaliknya seseorang akan merasa takut, benci, muak bila ada seekor anjing ag galak, kucing pencuri ikan atau ayam yang menginggalkan kotorannya dimana-mana.

Kesadaran AKSI – REAKSI inilah yang melahirkan sikap :
-          Lebih dahulu mencintai (walaupun nantinya tak mesti dicintai)
-          Lebih dahulu menghormati (walaupun belum tentu akan dihormati)
-          Lebih dahulu memberi (walaupun belum pasti akan diberi)
Maka sikap “mendahului” berbuat, ini merupakan kriteria sikap yang LUHUR dari pada sifat INGIN DICINTAI, MENGHARAP PENGHORMATAN, ataupun mendambakan untuk DIBERI.



Sikap – sikap PRAKTIS yang menyenangkan antara lain :
Ø  TERSENYUM
Ibarat pepatah : “SUKSES ITU TERLETAK DI UJUNG SEULAS SENYUM”. Yang dimaksudkan disini adalah senyuman yang tulus, sambil berkata dalam hati : “aku adalah temanmu, saudaramu, sahabatmu”. Dan senyuman tulus memancarkan ekspresi jiwa tulus – ikhlas dan beriwa KASIH pada sesama.
Memang ada senyuman lain seperti :
o   SENYUM SINIS bersifat merendahkan, mengejek.
o   SENYUM KECUT / senyum EWA, dilakukan oleh orang yang berusaha menenangkan hati yang mengalami kesedihan / kekecewaan.
o   SENYUM YAKIN, seseorang yang memperoleh tugas / masalah tertentu, namun dia yakin mampu mengatasinya.
o   Ada pula SENYUM TEGUR yang mengisyaratkan suatu terguran atas kekeliruan seseorang, namun tak sampai hati untuk mengungkapkan kata-kata.
Ø  KESERIUSAN
Adakalanya seseorang mengadakan komunikasi / dialog dengan teman / kenalan. Di pihak lain si komunikan (si teman) menanggapi dalam berbaagai sikap dan ekspresi yang tak menyenangkan misalnya :
o   Acuh tak acuh
Artinya si teman dialog menanggapi dengan sampil lalu sehingga ada kesan meremehkan. Padahal si teman sedang mempunai masalah yang barangkali lebih menyita perhatian.
o   Memalingkan muka ke arah lain
Sikap ini menunjukkan bahwa perhatian si teman tak sepenuhnya tertuju pada materi percakapannya.
o   Selalu memotong kalimat
Jenis – jenis interupsi ini seringkali membuat ungkapan seseorang menjadi terpotong. Ada baiknya interupsi di sampaikan dengan permintaan maaf sebelumnya.
o   Berbicara sambil menggoyangkan kaki atau anggoata badan seolah-olah mengikuti irama musik.
o   Berbicara sambil memperhatikan bagian tubuh tertentu seperti ; bagian tubuh yang menarik, bagian yang cacat dan lain-lain ; sehingga teman bicara merasa risih.
o   Sering membicarakan keburukan orang lain; karena yang diajak bicara merasa bahwa SUATU SAAT KELAK dia pun akan berbalik dibicarakan olehnya.
o   Sering meludah di dekat orang yang diajak berbicara, menimbulkan kesan si pembicara merasa JIJIK atau TIDAK SUKA dengannya.
o   Naik sepeda motor dengan knalpot dikeraskan, sering di blayer / digas dll, yang mengganggu orang lain.
o   Sering MENYURUH / MEMERINTAH /  MENGATUR orang lain seolah-olah seorang atasan member instruksi bawahannya. Ada baiknya ada kata-kata MINTA TOLONG; dan ucapkan TERIMA – KASIH setelah itu.
o   Masih banyak sikap / kata-kata yang TIDAK ETIS yang sering dilakukan oleh orangorang yang BELUM MENGERTI tentang etika dan norma secara umum yang dapat menimbulkan rasa tidak tenang dan tidak senang.
Adapun yang dimaksudkan dengan KESERIUSAN tersebut di atas adalah cara menanggapi ungkpan orang lain SESUAI DENGAN PORSI, TUJUAN dan MISInya, berdasarkan kewaspadaan akan RUANG (dimana dia berada) dan WAKTU (kapan waktu bersikap). Hal ini berkenaan dengan situasi jiwa orang banyak pada saat itu. Apabila keseriusan ini diterapkan pada situasi santai, riang dan ringan keseriusan ini justru tak tepat tempatnya.
6.      PENYESUAIAN
Ada peptah mengatakan : “DI KANDANG KAMBING MENGEMBIK”. Kesadaran bahwa seseorang tak dapat hidup sendiri, menciptakan naluri INGIN DIAKUI dan INGIN DITERIMA oleh kelompok masyarakt. Dan agar diterima oleh kelompok, seseorang harus mengadakan ADAPTASI (penyesuaian diri pada NORMA dan NILAI yang ada pada kelompok). Perbedaan sikap merupakan indikasi halus bahwa “dia bukan teman kita”, dan mulailah muncul penilaian kelompok terhadap diri dan pribadinya. Hal ini akan memperngaruhi penerimaan dan pengakuan kelompok terhadap dirinya. Namun, adaptasi ini tidak perlu mengubah jati diri. Prinsip tetap perlu ditegakkan, sehingga pribadi tak terombang ambing oleh lingkungan.
Kodrat ikan laut yang TAK PERNAH terasa asin, walaupun beradi di air laut yang asin. Namun ikan yang tak asin itu tetap mampu bertahan dan berkembang di air yang asin.
Mengingat peribadi anggota masyarakat yang beraneka ragam,maka perlu di adakan pendaya-gunaan atas keanekaan tersebut, sehingga tercipta harmonisasi. Ibarat jarai tangan yang berjumlah lima; yang masing-masing tak mungkin disamakan, namun dapat dipersatukan untuk tujuan tertentu (memegang, menunjuk, memuji, dll).
7.      KEBERSAMAAN
Kebersamaan dapat diartikan sebagai KEGIATAN BERSAMA PENGALAMAN BERSAMA, KENIKMATAN BERSAMA, dll. Akan tetapi sifat kebersamaan yang SEJATI adalah kebersamaan yang dilakukan secara IKHLAS menurut kemampuan dan situasi yang memungkinkan.
Kegiaan kebersamaan di masyarakat dapat dilihat di masyarakt sebagai :
-          Kerja bakti bersama
-          Kegiatan social bersama : meninjau orang sakit, kunjungan, pengajian, kelompok doa, dll.
-          Piknik / pariwisata, dharmawisata, dll dengan berbagai tujuan.
Adapun kegiatan-kegiatan ini biasanya diawali dengan perundingan / rapat guna persiapan pelaksanaannya. Kegiatan ini dapat digunakan untuk memupuk keakraban antar keluarga / anggota keluarga.
8.      TAK MENGHAKIMI
Di dalam pelaksanaan kebersamaan di masyarakat seringkali terjadi ke TIDAK IKUT SERTAAN anggota masyarakat. Hal ini menyangkut pada persoalan / masalah tertentu yang sedang dialami oleh anggota masyarakat. Ada berbagai penilaian yang terkadang muncul untuk mendiskriditkan sikap tersebut, antara lain :
·         Orang tersebut TAK SETIA KAWAN
Mungkin dalam berbagai event kebersamaan orang ini tak hadir dalam kegiatan-kegiatan tersebut, sehingga muncullah secara periodic PERUBAHAN SIKAP kelompok terhadap dirinya.
Masyarakt madani tak ingin repot-repot untuk mengusut tentang seluk-beluk kesulitan anggota masyarakat satu-persatu, namun secara dengan sendirinya ketidak-ikutsertaan ini menjadi sebuah cap untuk menganggap orang itu “buruk” nilainya.
Penghakiman ini berlangsung terus selama si anggota kelompok tak “mengubah sikap” dan cara berfikirnya. Adapun si anggota yang “buruk” mungkin memiliki KONSEP-KONSEP tertentu yang mendasari sikapnya seperti :
o   TAK INGIN TERGANGGU KEDAULATANNYA
Ada keluarga yang tak aman berkunjung pada keluarga lain / tetangga dengan kiat ; “AKU TAK PERLU BERBAIK DENGAN TETANGGA; YANG PENTING KELUARGAKU BAHAGIA!”.
Barangkali keluarga yang demikian ini melandasi kehidupannya dengan kondisi SUKSES DALAM USAHA; KAYA dalam bidang harta-benda atau Stratifikasi sosialnya tinggi (berpangkat / derajat tertentu). Atau mungkin pula merasa bahwa hubungannya dengan kelompok lain hanya AKAN MEREPOTKAN saja.
o   Dalam acara-acara yang berisi pendidikan masyarakat sering kali untuk menularkan suatu pengetahuan, pengertian, motivasi, dll. Serinkali orang merasa disibukkan oleh : pekerjaan, mengasuh anak.
Pada acara pertama, tak hadir karena ada acara lain yang lebih mendesak. Pada acara kedua, anaknya sakit, pada acara ketiga pergi ke luar kota, dll, dll, dll. Dan pada acara ke seratus sekian, cucunya lahir atau besan punya kerja, dll, dll, dll. Lalu kapankah orang ini sempat bersilahturahmi, kapn sempat bersosialisasi dan kapan dapat menimba pangetahuan?
Namun sikap “mau mengurusi diri sendiri” ini belu tentu keliru. Sikap ini banyak berlaku pada masyarakat kota-kota besar yang bersifat masyarakat PATEMBAYAN (gesselschat), yang dala kehidupan sehari-hari disibukkan oleh urusan bisnis dan pekerjaan yang amat menyita waktu dan perhatian.
Hal ini amat berbeda dengan masyarakat pedesaan atau nelayan (pesisir) yan bersifat paguyuban (gemeinscaft) yang memiliki banyak waktu luang untuk saling berkunjung, sehingga sifat persaudaraan antar warga lebih mudah diciptakan.
Dalam sikap KEBERSAMAAN, pada masyarakat desa (paguyuban) lebih Nampak nyata, seperti sika saling menolong, saling kunjung, pertemuan-pertemuan familier, dll. Sedangkan pada masyarakat patembayan (perkotaan) kepedulian diwujudkan melalui suatu lebaga. Adanya koperasi-koperasi, yayasan pension, lembaga swadaya masyarakat, kelompok kematian, dll. Merupakan kegiatan social yang dari luar tak begitu tampak nyata, tetapi secara tersamar inilah bukti keterlibatan masyarakat kota.
Dua fenomena yang “berlawanan” bentuk ini sebenarnya fungsinya sama yaitu akifitas social yang berbenuk kepedulian bagi sesama. Namun masyarakat patembayan memandang system paguyuban adalah tidak tepat laogi, ketinggalan jaman dan “merepotkan”.
Perbedaan norma terdapat pada etika-etika berjalan, berbicara (komunikasi dan dialog), makan dll yang berbeda tempat dan waktu, berbeda pola pikir dan bentuknya. Lalu lintas di Negara Barat bergerak disebelah kanan (di jalan), di Indonesia di sebelah kiri. Masyarakt jawa menganggap tangan adalah tangan “manis” (baik / sopan), diluar jawa belum pasti demikian; orang barat menganggap tanggan kiri dan kanan sama nilainya. Memang orang dengan mudah menyimpulkan bahwa yang benar adalah yang diakui oleh umum (orang banyak). Bagaimanakah bagi orang yang ada di tengah-tengah keduanya?
Orang daerah khatulistiwa dapat menentukan mana timur, mana barat. Bagaimana dengan orang yang berada di kutub utara atau kutub selatan? Inilah intisari pembelajaran ADAPTASI, agar tercapa keharmonisan antar manusia atau antar kelompok manusia, yaitu salaing menenggang KEbEnArAN MASING-MASING dan saling MENERIMA “KESALAHAN” sesama.

9.      MENGEMBANGKAN KEPEKAAN
Kepekaan merupakan kemampuan menangkap, menanggapi, menganalisa dengan cepat, sehingga timbul kecermatan yang menghasilkan kesimpulan cepat serta pengambilan keputusan setepatnya. Orang yang kurang peka akan Nampak sebagai kurang cerdas berfikir, ayal bertindak, kebingungan dan sulit mengambil keputusan.
·         HAL-HAL YANG BERPENGARUH PADA KEPEKAAN
o   Tingkat kecerdasan, yaitu ketinggian KECERDASAN FIKIR (IQ); KECERDASAN / ANALISA – SINTESA ini akan meningkat sehubungan dengan banyak / seringnya seseorang menerima problem, semenjak kanak-kanak. Bahkan dipengaruhi oleh gizi makanan saat masih ada dalam kandungan.
o   Tingkat perasaan, yaitu ketinggian aktifitas EMOSIONAL (EQ), yaitu aktifitas RASA / PERASAAN yang berpola pada NILAI KEINDAHAN, CEKAMAN PERASAAN; yang kelak melahirkan kekuatan pengungkapan EMOSI dala bentuk SENI.
o   Tingkat TRANSEDENTAL, yaitu ketajaman SPIRITUAL (SQ) yang mangacu pada getaran lembut dari dalam jiwa yang berbentuk INTUISI, FEELING INDERA KE 6 dan daya-daya SUPRA NATURAL.
·         KEPEKAAN jiwa seseorang (baik IQ = Intelejensi Quotient; EQ = Emotional Quotient maupun SQ = Spiritual Quotient) amat menunjang aktivitas manusia, sehingga memudahkan sistem aktifitas kerja, tehnis berkarya maupun kegiatan INTERAKSI antar manusia ataupun kelompok.
Seringkali masalah-masalah yang pelik terpecahkan menggunakan IQ, EQ, maupun SQ (sistem TEKHNOLOGI, sistem SENI-BUDAYA, maupun sistem MAGi-RELIGI).

II.                  PUSAT PERHATIAN
Pusat perhatian adalah pengarahan perhatian seseorang pada suatu obyek (benda, keadaan, aturan-aturan, dll) secara lebih besar dari pada perhatian pada hal lainnya.
Adapun sesuatu hal yang merupakan pusat perhatian yang konkret dapat dilihat / didengar panca indra; seperti keindahan benda-benda teknik, benda-benda seni budaya, alam semesta atau fenomena alam yang aneh-aneh, dll.
Sedangkan pusat perhatian yang ABSTRAK, tak Nampak, tak terdengar, namun dapat ditangkap/dirasakan keberadaannya, seperti : NORMA (Ukuran tentang benar dan salah) serta NILAI (ukuran tentang yang baik dan yang buruk).
Seorang individu memiliki tata NORMA dan NILAI masing-masing yang merupakan PRINSIP PRIBADI. Akan tetapi pada adat terjadi interaksi sosial dalam waktu lama seringkali terjadi PENGORBANAN PRINSIP PRIBADI. Hasilnya dalam penentuan untuk berkeluarga; suami / isteri seringkali harus “menanggalkan” PRINSIP PRIBADI demi keharmonisan keluarga (termasuk hobi-hobi, kebiasaan, dll).
Demikian pula halnya dengan hubungan antar keluarga atau kelompok; serinkali harus terjadi PENANGGALAN PRINSIP KELOMPOK demi tercapai keharmonisan kelompok yang lebih besar. Lihatlah para pahlawan yang gugur di medan laga. Demikian pula seringkali kepentingan keluarga dikorbankan untuk kepentingan yang lebih luhur sifatnya (PRINSIP HIDUP YANG LEBIH TINGGI).
Sebagai contoh :
·         Di Indonesia, PANCASILA diletakkan sebagai LANDASAN HIDUP bangsa. Pancasila merupakan pusat perhatian jiwa bangsa.
·         Tuhan merupakan PUSAT – PERHATIAN seluruh umat beriman beragama apapun; walaupun menggunakan berbagai sebutan
·         Dasa Darma adalah pusat perhatian jiwa PRAMUKA.
Begitu pula dalam kelompok masyarakat tertentu memiliki PUSAT PERHATIAN masing-masing sesuai yang diyakini kebenaran, kebaikan validitasnya secara NORMA, NILAI, FUNGSI / KEGUNAANNYA.
Keberhasialan, ketenangan, keharmonisan, dll dari suatu kelompok tergantung pada berapa kuatnya fokus / konsentrasi manusia pada pusat perhatiannya.
Pada tahun 2010an di Blora diadakan pendidikan OUT BOND dan IN BOND. Salah satu materi pendidikannya adalah berjalan di atas bara / api menyala, yang di ikuti 105 orang (diadakan di WIRESKAT, desa Sendangharjo). Dari 105 orang, ternyata ada 3 orang yang mengalami kasus kaki terluka dan melepuh terkena bara api. Sedangkan yang 102 orang selamat, tak kurang satu apapun. Mengapa demikian?
Ternyata pada saat berjalan di atas bara / api, 3 orang yang “gagal” melihat kebawah, melihat kea rah api yng mengeliat-geliat. Maka alam bawah sadarnya langsung mengungkapkan ingatan bahwa : api itu panas, api itu membakar, dll sehingga dengan seketika kaki mereka tersengat api tersebut.
Adapun yang 102 orang, pada saat menginjak di atas api perhatiannya dipusatkan pada “yel-yel” pembangkit semangat dan pandangan matanya dipusatkan pada komandan regu yang ada di depan sana (yang memberi komando-komando pengikat perhatian). Dan akibatnya ke 102 orang selamat, tak kurang suatu apa. Mereka merasakan hanya bagai menginjak ke tanah, ada yang hanya merasa hangat saja.
Dalam ceritera wayang (MAHA BHARATA) saat para ksatria PANDAWA berguru memanah pada pandita DRONA, yang berhasil hanya ARJUNA (penengah Pandawa) karena saat memanah arca burung, yang ada dalam perhatiannya hanyalah kepala arca burung tersebut.
Kaum Nasrani mengenal ceritera / riwayat petrus yang mampu berjalan di atas air danau Galilea, karena melihat Yesus ada / berdiri di tengah danau. Namun tatkala perus ada di tengah-tengah dia sadar bahwa dia ada di antara air bergelombang. Dan seketika itu pula Petrus tenggelam di air; namun Yesus cepat menolong Petrus.
Beberapa contoh / gambaran ini member indikasi bahwa KETEGUHAN “PANDANGAN” pada pusat perhatian merupakan kunci utama Kesuksesan.
Alangkah indahnya bila seluruh bangsa Indonesia memusatkan perhatian pada laku kehidupan dengan jiwa PANCASILA. Dan alangkah indahnya bila kehidupan pribadi manusia melakukan konsentrasi yang berpusat perhatian pada Tuhan Yang Maha Suci.
Dan alangkah mulianya apabila kelompok-kelompok masyarakat memusatkan perhatian pada dasar kehidupan bersama dalam HARMONI yang leagukan kedamaian dan ketentraman umat manusia, bukan untuk kepentingan pribadi individu atau kelompoknya sendiri.

III.                SUGESTI
Secara harafiah sugesti berarti SARAN untuk melakukan sesuatu. Padahal seharusnya melakukan suatu hal berdasarkan pengertian yang dimiliki, yang berasal dari pengetahuan yang ditemui dalam kehidupan.
Agak berbeda halnya dengan SARAN yang berkaitan dengan sugesti; karena DAYA SUGESTI berjalan secara demikian saja (automatisme), bahakan tanpa reserve pengamatan indera atau rasionalisasai lebih dahulu. Bahkan untuk memperoleh daya sugesti secara maksimal seseorang harus “membungkus” aktifitas CIPTA – RASA – KARSAnya, sehingga dengan demikian ketiga unsure jiwa ini menjadi NON-AKTIF. Sedangkan yang aktif tinggal NALURI/INSTING dan PERCAYA yang bersifat ADI – KODRATI.


BEBERAPA HAL YANG BERPENGARUH PADA JALANNYA SUGESTI
1.      PEMBERI SUGESTI
Pemberi sugesti adalah orang yang berjiwa KOKOH, TENANG, TAK MUDAH TERGUNCANG jiwanya, sehingga secara dengan sendirinya memancar DAYA GAIB (yang dimilik semua manusia !) yang “masuk” pada orang yang disugesti. Adapun penggabungan kedua daya gaib ini (dari pensugesti dan yang diberi sugesti) membuat aktifitas daya jiwa (kracht, chi, ki dan sebutan yang lain) membentuk “kekuatan bawah sadar” menuju pada sasaran sebagaimana yang di SARANkan.
Adapun daya gaib dari pensugesti dapat berwujud kebijaksanaan, kewibawaan, rasa kasih, daya lindung, dll sesuai ARAH SUGESTInya.
2.   ORANG YANG DISUGESTI
Seseorang yang disugesti memiliki kemampuan pengubahan diri dan pribadi seperti yang dimaksudkan dalam isi suesti, yaitu setelah DAYA GAIBnya menyatu dengan si pensugesti.
Beberapa sifat dan sikap batin yang berpengaruh pada orang yang disugesti antara lain :
o   PERCAYA bahwa isi sugesti akan berlaku seperti DOA kepada Tuhan (berdasarkan teori kesadaran persatuan antara Tuhan dengan si pensugesti dan yang di sugesti).
o   TAK ADA PENOLAKAN secara rasional maupun emosional pada isi sugesti maupun pensugesti.
KEGAGALAN SUGESTI Nampak dari tidak tercapainya isi sugesti seperti yang diharapkan.
Adapun kegagalan sugesti dipengaruhi oleh berbagai hal, misalnya :
o   Ada penolakan sugesti secara rasional dan emosional (karena terasa tak masuk akal; karena ada rasa tak senang pada pensugesti, dll).
o   Orang yang disugesti telah memliki daya sugesti lebih dulu, sehingga secara automatis alam bawah sadarnya me-“mentah”kan dan memuntahkan kembali saran yang masuk.
o   Saran yang masuk teras SEPERTI BIASA dalam keseharin; tanpa tekanan / stressing, sehingga ada kesan bahwa saran ini hanya hal YANG BIASA SAJA.
o   Si pensugesti berkesan TIDAK SERIUS, tak berwibawa, hanya berkesan “guyonan” (senda gurau).
o   Orang yang disugesti TIDAK SUGESTEBLE, memandang sesuatu dengan tak serius, sehingga sugesti hanya “numpang – lewat” dalam penglihatan atau pendengaran beberapa saat, untuk segera lepas lagi.

3.      BENTUK SUGESTI
Sebenarnya sugesti tak lain adalah bentuk dari SARAN PERINTAH, ANJURAN, LARANGAN yang telah merasuk dalam alam bawah sadar seseorang, sehingga telah menjadi saran, perintah, anjuran, larangan dari DIRI SENDIRI disertai konsekuensi logis ataupun irasional untuk terwujudnya isi sugesti tersebut.
Terkadang demi penguat isi sugesti, si pensugesti menyertai dengan sarana sarana atau proses pengiring seperti BAHASA, BENDA, ISYARAT, GERAKAN “tak berarti” dll. Sebagai PENGUAT SARAN.
Berbagai bentuk sugesti antara lain :
1).        Seorang dokter member advis pada pasien. Sang dokter HARUS YAKIN atas advis yang diberikan sehingga pasien PERCAYA bahwa obat dari dokter A ini mujarab baginya. Terkadang dengan obat yang sa, namun dokter yang lian (bukan dokter A) yang memberikan, terasa berbeda hasil penyembuhannya kecuali bila orang yang disugesti PPERCAYA bahwa dokter A, B, C, atau Z toh pengetahuannya sama saja.
2).        Dalam dunia supranatural. Seorang paranormal mampu menyembuhkan suatu penyakit hanya dengan penggunaan segelas air putih saja. Padahal secara nalar (rasio) air putih tidak memiliki zat penyembuh penyakit.
Semakin banyak paranormal (atau dokter) berpraktek; disamping melipatgandakan kemampuannya dalam menangani pasien / klien, akan menambah rasa PERCAYA pada diri pasien, dan semakin kuat DAYA SUGESTI yang memancar dari dokter/paranormal itu. Bagaikan talenta yang makin berkembang demikianlah perkembangan DAYA SUGESTI itu semakin kuat pengaruhnya.
3).        SUATU TEMPAT dianggap keramat menimbulkan sugesti pada banyak orang. Hal ini disebabkan adanya KEPERCAYAAN yang bertambah-tambah dari sekian ratus orang selama sekian puuh / ratus tahun. Maka tempat ini menimblkan ARUS SUGESTI (karena berkumpulnya kepercayaan sekumpulan manusia).
Hal ini berlaku pula bagi BENDA-BENDA KERAMAT, UPACARA-UPACARA SAKRAL/SUCI, dll. Timbulnya ke-keramatan dan kesucian tempat tertentu atau benda atau upacara, adalah karena DIKERAMATKAN, DISUCIKAN oleh manusia. Dengan kata lain DIANGGAP dan DIPERCAYA sebagai mempunyai DAYA GAIB.
Dalam teori LAHIRNYA SENI di dunia bersangkutan pula dengan sugesti ini.
Ada 3 teori lahirnya seni budaya di dunia, yaitu :
§  THE THEORY OF PLAY (seni lahir dari permainan)
§  THE THEORY OF UTILITY (kelahiran seni dari kegunaan tertentu), dan
§  THE THEORY OF MAGIE AND RELIGI (seni lahir dari kegiatan yang berhubungan dengan kekuatan gaib dan jiwa keagamaan).
Tak pelak lagi aktifitas apapun di dunia termasuk seni budaya dan agama tak pernah lepas dari SUGESTI. Seseorang boleh hafal seribu doa, mantram dan ilmu-ilmu gaib atau ILMIAHPUN, bila tak ada PERCAYA semuanya menjadi PERCUMA dan BOHONG BELAKA.
4).        HAL YANG TAK NAMPAK
Manusia memiliki suatu kepercayaan bahwa di sekeliling tempat beradaya terdapat faktor X yang tak kelihatan tetapi terasakan keberadaannya.
§  Angin adalah udara yang bergerak. Seseorang dapa menangkap keberadaan angain melalui penglihatan adanya daun-daun, pepohonan, awan ang bergerak atau berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Angin itu sendiri TAK TERLIHAT, tetapi kulit manusia dapat merasakan angin malam yang dingain atau sejuknya angin gunung di malam hari.
§  Arus listrik mampu memvuat ball-lamp menyala, sehingga orang mengetahui bila dalam seutas kabel listrik tersembunyi arus yang dapat menghidupkan lampu neon dan mampu mematikan manusia.
Ada fenomena yang terjadi di dunia ini, sehubungan dengan MAKHLUK YANG TAK TAMPAK pada penglihatan mata. Keterbatasan pengetahuan ILMIAH mengklaim bahwa hal itu TIDAK-ADA, dan dengan ringan hati menyebutnya sebagai TAHAYUL. Adapun malaikat, Jin, Setan, itu hanyalah bualan cerita penghantar tidur atau buatan otak manusia. Nah !! padahal makhluk – makhluk itu adalah ciptaan TUHAN !
Lalu apakah berarti TUHAN juga tidak ada? Bagaimana dengan fenomena orang kerasukan setan yang sudah ada sejak zaman para nabi? Bagaimana pula dengan peristiwa kesurupan masal di akhir-akhir ini? Mampukah pengetahuan ilmiah menjawabnya? Hal iniadalah disebabkan ruang lingkup kajian ilmiah dibatasi pada hal yang KASAT MATA dan rasional belaka.
Seperti halnya dalam dunia THIEN TAO (jalan ketuhanan) yang menyatakan bahwa pada saat diadakan SAN TIEN HWA HWE (siding dharma 3 hari) para arwah leluhur peserta ikut hadir, berlutut di bagain belakang peserta. Para Roh suci pun hadir dalam acara sacral itu. Orang awam akan mengatakan “Ah.. itu bohong/ mengada-ada !” tetapi beberapa orang yang dianugerahi Tuhan kondisi TERANG MATA BATIN tahu persis tentang keberadaan beliau-beliau.
Inilah bentuk SUGESTI ADI KODRATI supranatural. Sama halnya denga peristiwa KOMUNI SUCI / EKARISTI pada kalangan Khatolik, upacara SIDHI pada kalangan Kristen Protestan, prefasi orang kudus saat upacara misa kudus yang memanggil para malaikat dan para kudus. Apakah ini hanya bentuk sandiwara para pendeta / pastor?
Disini tenyatalah bagi manusia tentang adanya hal yang tak terlihat / terdengar oleh 5 indera manusia ternyata dapat ditangkap oleh indera ke enam.
5).        KEBIASAAN – KEBIASAAN
Semenjak kanakkanak manusia telah disituasikan oleh aktivitas PEMBIASAAN agar terjadi KEMAPANAN. Dengan demikian kemapanan yang lama dilakukan merupakan sebuah KEBENARAN yang nyaris tak terbantah keadaannya. Sedangkan hal-hal yang TIDAK SAMA dengan kemapanan itu termasuk dalam KESALHAN. Secara hakekat, “kesalahan” tersebut, belumlah pasti suatu KESEJATIAN yang tad dapat dibubah, sebagai contoh :
a.      Orang jawa terbiasakan makan nasi sejak kecil, maka bila belum akan nasi, terasa seakan belum makan, dan rasanya ada sesuatu yang “salah” bila orang tidak makan nasi.
Hal ini berbeda dengan orang barat yang makanan pokoknya adalah roti atau kentang, atau orang irian yang menggunakan sagu sebagai makanan pokoknya.
Dengan demikian bila seorang jawa diajak makan oleh temnnya, dalam imaji/ilusinya, yang akan dimakan nanti adalah nasi dan lauk pauk yang ini, yang itu, yang begini, yang begitu. Dan bila dalam kenyataannya nanti tidak demikian maka dianggap ada “kesalahan” yang berlaku.
b.      Para orang tua menganggp musik-musik pop, rock, underground adalah mengandung “kesalahan” dalam peneriamaan, karena belia-beliau pada waktu itu akrab dengan karawitan, gending jawa , wayang kulit, dll. Budaya jawa termasuk falsafah KEJAWEN amat terbiasa dalam kehidupan mereka sehingga kedapatan “orang-asing” terasa mengganggu kedaulatan mereka. Hanya sifat TOLERANSI yang tinggi membuat orang-jawa menerima hal-hal yang ASING.
Budaya jawa melahirkan sugesti umum untuk dapat menerima budaya asing, tekhnologi asing, agama asing masuk ke jiwa orang jawa.
Pada saat agama hindhu masuk ke jawa, diterima dengan tangan terbuka, terjadi pembaruan antara orang jawa dan india. Sebagaimana fakta pada jaman kerajaan lama; Kutai misalnya; Raja pertamanya: Kudungga, merupakan nama asli Indonesia (Kalimantan) tetapi anaknya: Mulawarman dan Aswawarman (Mulawarmadewa dan Aswawarmadewa) adalah nama-nama bernuansa Hindu. Begitu pula Purnawarman raja kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Mantram “HONG WILAHENG SEKARANG BAWONO…..”, HONG AWIGNAM ASTU PURNOMO SIDHAM (AUM AWIFNAM MASTU NAMAS SIDHAM) jelas merupakan perpaduan budaya jawa dan budaya Hindu.
Saat hadirnya agama Budha, orang jawa yang sudah “merasuk” Hinduisme, menerimanya dan berbaur mehirkan paham SYIWA-BUDHA. Dalam masyarakat Jawa mengenal para Budha seperti : Budha Amogapasha; Budha Mahisasuramardhani; Budha Awalokiteswara, dll.
Pada decade masukna agama Islam, Islam diterima dengan tangan terbuka dan berbaur pula dengan budaya jawa. Seperti misalnya doa : “Allahuma daikatul-maut, badanku gumulung cahyaku jumeneng, Ingsung retune cahya, urube murub ing sakjrone ati terus ing tingal (doa tahan lapar). Jelas terlihat bahwa doa tersebut adalah doa DOA JAWA yang memasukkan unsure bahasa Arab sebagai rasa “kesatutujuan” pada agama islam.
Sistem memuliakan para leluhur dalam upacara tertentu, Nampak perkawinan adat Tiong Hwa, Jawa-Hindu (adanya sesaji) dan Isalam (doa-doa Islam).
4)         SARANA PROSES SUGESTI
Semua hal yang tertulis di atas merupakan SARANA terjadinya sugesti. Adapun inti sari sarana terjadinya proses sugesti di awali adanya RASA KEHARUSAN MENG-IYA-KAN, RASA DIPERINTAH dan KEWAJIBAN MELAKUKAN sesuatu yang disugestikan; sehingga TAK ADA KUASA untuk MENOLAK.
Agar tak terjadi penolakan pada orang yang disugesti, perlu ada “penyanderaan” perhatian yang “semerawut” / amvuradul, dan di arahkan secara mengkhusus pada satu TUJUAN sebagai pusat perhatian. Adapaun sistem “penyanderaan” ini dapat dilakukan dengan berbagai teknis, antara lain :
1.      PERINTAH
Pada kelompok manusia yang telah disituasikan sebagai satu “ORGANISASI”, walaupun secara NON-AKLAMASI, selalu ada satu atau dua orang yang memiliki “wibawa” yang terasa lebih menarik, lebih menonjol, lebih karismatis dari pada lainnya. Dengan sendirinya orang yang demikian akan “lebih di dengar” daripada lainnya. Dalam menggerakkan aktifitas kelompok, si orang “terpilih” ini dapat dimanfaatkan sebaga penggerak awal melalui PERINTAH-PERINTAH untuk dilaksanakan.
2.      PENALARAN
Panalaran adalah usaha”menggali”, “mencermati”, hal-hal yang dianggap sulit dipecahkan. Penyimpulan akhir yang merupakan hasil analisa-sintesa adalah suatu bentuk kebearan walaupun bersifat sementara, namun sebagai penggerak awal hal ini perlu dilakukan sebagai contoh ; out bond yang tertulis terdahulu, pada even berjalan di atas api, sebelum aktivitas dilakukan pasti dan perlu diadakan panalaran lebih dahulu tentang MENGAPA KITA HARUS MELAKUKAN HAL ITU; beserta alasan Tujuannya. Hal inipun belum pasti sugesti itu diterima. Barulah tatkala diperlihatkan foto/ideo tentang kegiatan yangteah dilakukan oleh kelompok out bond yang lain, dan ternyata Nampak aman-aman saja, maka kelompok berani MENCOBA-COBA (dengan agak was-was tentunya).
3.      PERCONTOHAN
Adapun metode percontohan dapat merupakan sarana penggerak apabila tokoh yang menjadi contoh merupakan orang yang DICINTAI, DIKAGUMI, DIHORMATI oleh orang yang menerima sugesti.
Tokoh-tokoh dunia banyak dianut oleh orang umum (umat manusia) karena KETELADANANNYA, PENGORBANANNYA, dan SIFAT LUHUR ang dimilikinya. Sebagai contoh: para nabi, para suci, pahlawan-pahlawan dan pejuang bangsa.
Ada pun sugesti yg mempengaruhi jiwa dalam diri seseorang bersatu dengan idealisme masing-masing menyangkut tokoh idola teladannya.
Tokoh-tokoh fable(cerita binatang) seringkali menjadi tokoh idola anak-anak kecil, sehingga tetap  memiliki validitas untuk membentuk dan mengubah karakter anak menjadi lebih baik.
Tokoh-tokoh dalam ceritera silat dan petualangan mampu member sugesti pada pembaca dalam taraf masa pubertas ,karena pembaca membuat similarisasi(persaaan dirinya dengan tokoh tersebut.
Keuletan tokoh  Old Shaterhand dalam ceritera ciptaan Dr.Karl May. Tokoh (pemeran utama) dalam serial Rilogi silat Tiongkok karangan China yang :
-Kwee Ceng dan Oey Yong dalam ceritera SIA TIAUWENG HIONG (Kisah memanah burung rajawali) ;
-Yoko dan Siauw Liong Lie dalam SIN TIAUW HIAP LU (Rajawali Sakti dan Pasangan Pendekar) ; dan
-Thio Bu Kid an Tio Beng dalam I THIANTO LIONG atau TO LIONG TO (Kisah Membunuh Naga)
Ketiga pasangan mesra dan tantangan hidup ini mampu meberi sugesti para pembaca ; sehingga ada kesimpulan (tanpa sudan) bahwa pasangan hidup seperti itulah yang MESTINYA terjadi dalam keluarga.
4.      KOMUNIKATIF
Mengapa ceritera-ceritera tsb mampu menyedot perhatian pembaca? Hal ini disebabkan adanya sistem bahasa dan alur cerita yg KOMUNIKATIF , yg diolah oleh pengarang sedemi kian rupa sehingga seakan terasa bahwa peran utama dalam cerita tsb adalah si pembaca sendiri, seolah olah pembaca adalah PERAN UTAMA yang sedang mengalami ini dan mengalami itu. Pembaca tak sadar bahwa dirinya TERSUGESTI oleh pengaran yang sedang BERANDAI-ANDAI tentang tokoh dan lelakon hidupnya.
Dr. Karl May tak mungkin benar-benar bertualang ke seluruh duni, mengalami seluk-beluk dan detail kehidupan WINNETOU sang pemimpin suku Indian (Apache_ dan lain waktu sudah berada di daerah Timur Tengah (di dalam ceritera DISUDUT-SUDUT BALKAN).
Cin Yung tak mungkin hidup di tiga jaman (3 dinasti) yang lalu. Sedangkan ceritera tentang To Liong To itu diperkirakan di Indonesia sedang ada dalam jaman kerajaan Singasari (Kartanegara) dan awal-awal jaman kerajaan Majapahit di tahun 1275 atau 1300-an, dan Yo Koa tau Kwee Ceng (andaikata benar-benar ada) pasti terjadi di jaman kerajaan mataram Hindu; jaman raja Empu Sindok atau Darmawangsa Teguh sebelum kehadiran Ken Angrok Sang Amurwa Bhumi.
Maka alangkah besar pengaruh ceritera daam pembentukan watak manusia melalui sugesti tokoh-tokoh utama dengan seluh beluk kehidupannya.
Bagaimanakah degan isi ceritera di jaman sekarang; dengan adanya sinetron-sinetron modern di layar kaca sugesti apakah yang dapat dipetik? Apakah sudah ada andil para pengarang terkini, dalam membentuk karakter manusia unggulan?

IV.               SUGESTI PRIBADI
Secara tersamar sugesti merupakan aktivitas jiwa untuk “MENJADI DIRI”, mengubah diri, membentuk diri sebagaimana YANG TERCIPTA DALAM ALAM PIKIRAN DAN PERASAAN.
Sugesti yang diberikan bagi orang lain sebetulnya BUKAN SEKEDAR SARAN / PERINTAH seorang ke seorang atau ke sekelompok orang; melainkan MENANAMKAN dalam JIWA / ALAM BAWAH SADAR agar tercipta PERINTAH BAGI DIRI SENDIRI untuk “menjadi” / “terjadi” hal-hal yang terkandung dalam isi sugesti.
Sebagai contoh :
·         SESEORANG YANG INGIN SEMBUH DARI PENYAKIT
Ingin sembuh dari penyakit identik dengan kalimat TIDAK INGIN SAKIT ATAU TERBEBAS DARI KEADAAN SAKIT.
a.      SUGESTI MEDIS
Pasien HARUS PERCAYA bahwa OBAT yang di minum menyembuhkan karena “KATA ILMIAH” obat adalah penyembuh penyakit.
b.      SUGESTI DOKTER
Mungkin pasien ragu-ragu akan obat yang “asing” itu maka dokter HARUS MENANAMKAN KEYAKINAN tentang obat tersebut yang menyembuhkan, sehingga pasien PERCAYA AKAN “KEAJAIBAN” PENGETAHUAN DOKTER.
c.       SUGESTI IMAN
TUHAN manganugerahkan DAYA GAIB PENYEMBUHAN dengan perantaraan dokter dan obat.
Sugesti ketuhanan dan magi / mistis sering digunakan para penyembuh GAIB (pendeta, pastor, ustatz, paranormal, dukun, dll) yang mengacu dan “menebeng” HIKMAT / KAROMAH orang –orang terdahulu yang dekat dengan Tuhannya (para Nabi, Wali, Santo-Santa, Aulia, dll).
d.      SUGESTI PENDIDIKAN
Seorang guru dapat menanam SUGESTI PERCAYA DIRI terhadap muridnya dengan pernyataan keberhasilan dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Seorang guru seni rupa akan mengatakan “gambarmu bagus sekali !” kepada murid yang beru belajar melukis; padahal semua orang tahu gambar si murid memang jelek. Adapun tujuan pujian ini digunakan untuk menanam kapercayaan agar si murid PERCAYA BAHWA dia mmpu. Kritikan perubahan yang bijaksana akan berbunyi: “sayang sebelah sini kurang begini; kalau gambar orang yang ini hidungnya agak begini / begitu, alangkah sempurnanya gambarmu ini !”.
Dan dengan modal percaya diri inilah si murid melaih diri lebih gia setelah dia sadar bahwa dirinya “ternyata mampu”.
e.      SUGESTI SUPRANATURAL
Di masyarakat banyak kejadian irasional ang terjadi; dalam kesuksesan, penyembuhan; keselamatan, dll.
Dunia supranatural (diakui atau tidak) adalah dunia gaib bernuansa kedekatan pada Tuhan. Dan dikarenakan Tuhan adalah ROH yang tak Nampak, tak terdengar, hanya dapat dirasakan oleh rasa terhalus atau rasio supra (intuisi, feeling, dll). Maka aktifitas supranatural tak jauh-jauh dari area tersebut.
Tentulah aktifitas ini perlu kepercayaan 3 LIPAT yaitu PERCAYA PADA TUHAN, PERCAYA PADA PERANTARA TUHAN (manusia, benda, malaikat, simbol-simbol,dll) dan PERCAYA PADA DIRI – SENDIRI. Dengan demikian “logika dan emosi KASAR” harus dihentikan kegiatannya; antara lain menghilangkan RASA BERTANYA: Mengapa begitu; lho kok bisa; apa alasannya; dari mana anda tahu?” dll, dll. Yang ada hanyalah : “Ya” (SIAP! AMIN!)
Dalam pewayangan, dalam kisah DEWARUCI; sang Bhima / Bratasena ditipu oleh gurunya (Pandita Drova) untuk mencari air kehidupan (banyu suci perwita sari) di tengah samodra MIJANG KALBU. Tetapi karena kepatuhan dan kesetiaan pada guru; Bhima justru bertemu dengan Sang DEWA-RUCI; Sang Penuntun Sejati.
Adapun yang dimaksud dengan SUGESTI PRIBADI, sebenarnya adalah suatu SIMPUL KESATUAN CIPTA-RASA-KARSA yang terpadu SAMA KUAT, sehingga ketiga unsur jiwa tersebut “mati-suri” (non aktif). Padahal dalam kematian itu HIDUP tetap berlangsung! Lalu siapakah yang menjalankan roda kehidupan sementara (sesaat) itu?
Disinilah INNER – SIGHT / INNER – POWER manusia secara aktif menyatukan diri. Maka “SARAN”, KALIMAT, JERITAN JIWA non cipta-rasa-karsa beraksi dengan cepat dan akurat. Kini SUGESTI mulai menjalankan perannya dengan TANPA PENGHALANG.
Kegagalan terjadinya proses SUGESTI adalah karena keikut-serta an CIPTA – RASA – KARSA.
Dalam bahasa iman, SUGESTI menggerakkan ROH (daya gaib) manusia; sedangkan CIPTA – RASA – KARSA merupakan DAYA PENGGANGGU kedaulatan ROH Tuhan, sehingga imajinasi / angan-angan murni gagal menemukan sasarannya.
Mungkin orang tak beranalisa bahwa khayalan seniman seringkali terwujud idenya menjadi kenyataan di kelak kemudian hari tanpa kesadan, dan bahkan si seniman sendiri terkadang tak mengalami sendiri keadaan itu.
Adapun terjadinya “lamunan” yang menjadi kenyataan dapat dilihat dari karya yang dihasilkannya. Dalam ceritera wayang, senimannya di masa silam malamunkan tokoh-tokoh yang kontroersial yang irrasional, seperti manusia terbang: Gathotkaca, Sri Kresna, para dewa dan tokoh sakti lainnya atau Antareja yang mampu masuk kedalam bumi. Tentu si seniman tidak pernah berfikir bahwa kelak di kemudian hari akan benar-benar terjadi manusia terbang atau masuk ke dalam bumi, walau menggunakan alat bantu (pesawat, kapal sela, terowongan dalam tanah, dll).
Dalam teori sugesti, ya LAMUNAN – BEBAS inilah penyebab awal terjadinya kenyataan yang akan datang. Si seniman hanya CUKUP ENJOY menikmati hasil seninya sambil mentertawakan para penonton terheran-heran atas ide konyol tersebut. Bayangkan andaikata si seniman setelah melahirkan ide “gila” itu lalu berusaha mati-matian untuk melaksanakan kenyataan agar manusia benar-benar terbang di saat itu! Mungkin si seniiman dapat-benar-benar gila karena KEGAGALANnya. Memang dalam iman berbunyi : APA YANG BAGI MANUSIA TIDAK MUNGKIN, BAGI TUHAN TAK ADA YANG TAK MUNGKIN.
BEBERAPA BENTUK SUGESTI PRIBADI (contoh) :
*AKU PERCAYA BAHWA :
Ø  Aku tak hanya seperti ini!
Ø  Aku mampu memecahkan masalah sulit ini!
Ø  Tuhan tak mungkin membiarkan aku begini!
Ø  Tuhan membuat aku mampu!
Ø  Sejak sekarang aku tak kan kekurangan !
Ø  Dll, dll, dll, dengan syarat : JANGAN DI SANGKAL OTAK, JANGAN DILAWAN OLWH PERASAAN tetapi MATIKAN KEHENDAK, artinya JANGAN BERUSAHA AGAR SUGESTI INI TERJADI tetapi JANGAN MERAGUKAN terjadinya sugesti itu!
Kala-kala IKRAR adalah sugesti pribadi yang kokoh bagaikan jangkar kapal yang menentukan kemana perjalanan kapal itu berhenti.
Nah, kini betapa pentingnya sugesti untuk menentukan arah bentuk sasaran yang dituju, bagi manusia, bagi keluarga, bagi kelompok, masyarakat bahkan bagi dunia umumnya.
BENTUK – BENTUK NYATA ADANYA SUGESTI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA (khususnya pada masyarakat madani).
o   PAMALI  - PAMALI (TABU – INCEST)
Ada kelompok manusia yang membuat batasan-batasan, rambu-rambu kehidupan;  sebaiknya begini, sebaiknya jangan begitu; jangan kesana karena ada begini, jangan kesitu karea ada akibat begini.
Bentuk nyata tentang hal ini dapat ditemukan dalam agama apapun, hukum adat dan tradisi, tempat yang disakralkan, hari-hari keramat dan sebagainya yang disugestikan BILA TIDAK MELANGGAR AKAN BAIK-BAIK SAJA, BILA MELANGGAR AKAN MEMPEROLEH SANKSI TERTENTU.
o   DOA – DOA, MANTRAM, PUJIAN
Bagi orang YANG PERCAYA, doa, mantram, pujian menjadi sarana terlaksananya sugesti, seperti yang dikehendaki. Namun bagi yang tidak percaya berdikir semalamanpun hanya menyebabkan kantuk dan lapar.
o   Benda KERAMAT dan TEMPAT SUCI
Benda keramat / tempat suci adalah merupakan PROSES PENGIRING peristiwa  penting yang menimbulkan sugesti. Berbagai bentuk benda keramat seperti : Keris Pusaka, Cincin bertuah, Salib yang diberkati, Hosti-suci, Tasbih, Kitab Suci, dll yang semua merupakan simbol PROSES PENGIRING tentang hubungan manusia Terhadap Sang Junjungan.
Begitupula tempat yang dikeramatkan seperti : pertapaan, permandian kuno, makam raja-raja dan orang suci (atau petilasannya), gua-gua, Mekah Al Mukaromah, Medinah, Lourdes, Yerusalem, Benarez di India, dan banyak lagi lokasi-lokasi suci (lebih tepat : DISUCIKAN) yang merupakan “alat bantu” hubungan dekat antara Tuhan dan Manusia.
Matram merupakan kalimat suci yang mengandung daya magis yang disugestikan bagi manusia yang berkepentingan; namun bagi orang yang tidak percaya semua ini TAK ADA ARTINYA!
Namun setiap manusia memiliki kadar “KECOCOKAN” YANG TAK SAMA; sehingga matram yang bagi si A sangat berdaya – guna, bagi si B sama sekali tak ada gunanya.
Doa banyak dikembangkan oleh para pengamat agama/faham kerokhanian apapun di dunia. Namun, dari 10 orang dalam satu agamapun memiliki kepekaan yang berbeda atas doa-doanya. Semua tergantung dari PENGALAMAN PRIBADI yang MEMBENTUK SUGESTInya.
Si A yang beragama Islam misalnya; meyakini doa Basmallah sebagai “andalan”nya, sedangkan si B lebih yakin pada Al Fatihah, si C yakin pada Ayat Kursi.
Si D yang Katholikan “senang” dengan tanda salibnya, si E yakin akan doa PATER-NOSTER.
Sedang si F yang berfaham ketuhanan universal tak meyakini doa apapun; tetapi sepenuh iman hanya percaya pada Tuhan yang Maha Tinggi.
Inilah gambaran HITEROGENITAS umat manusia ciptaan Tuhan. Keseluruhannya memiliki kebenaran masing-masing; atau _ _ _ _ menganggap yang lain SALAH – SEMUA kecuali yang diyakininya. Dan inipun wujud dari produk adanya sugesti yang menggerakkan perikehidupan manusia.














KESIMPULAN – KESIMPULAN
1.      Kerukunan antar keluarga dapat dicapai dengan landasan : KASIH, KOMUNIKASI, MEMAKLUMI, PENGENDALIAN DIRI, SALING PEDULI, dan TAK MENGHAKIMI.
2.      KESUKSESAN ADA DIUJUNG SEUTAS SENYUM
3.      SIKAP MEMAKSAKAN KEHENDAK menyebabkan penolakan pada diri / pribadi seseorang.
4.      PENYESUAIAN DIRI, DAN KEPEKAAN adalah sarana diterimanya pribadi seseorang
5.      PUSAT PERHATIAN merupakan SASARAN UTAMA konsentrasi.
6.      SUGESTI merupakan alat penentu kehidupan.
7.      RASIONALISASI (LOGIKA) bukan ALAT UTAMA dalam menentukan kehidupan, tetapi dapat di manfaatkan sebagai ALAT PEMBANTU kesimpulan.
8.      PERCONTOHAN adalah “kalimat tanpa ucapan” yang menciptakan perubahan jiwa.
9.      SUGESTI PRIBADI mampu mencetak masa depan manusia sesuai dengan yang diangankan.
10.  Landasan SUGESTI PRIBADI adalah kata hati “AKU PERCAYA BAHWA _ _ _ _!”

**        ______________________________                        **

SUGESTI DAN DOA
KIRANYA PEMBACA YANG MERENUNGKAN ISI TULISAN INI DIANUGERAHI KEBAHAGIAAN HIDUP, DIAYOMI, DIBIMBING, TERBUKA JALAN REJEKI DAN KESUKSESANNYA, MEMANCAR PADA TEMAN-KAWAN-SANAK SAUDARA DAN KELOMPOK ANDA APAPUN BENTUKNYA. TUHAN MENYERTAI ! AMIIIIN !

Syaloom,
Penulis




Terima Kasih atas bantuan dari saudara-saudara :
1.      _____________________________________di ________________________
2.      _____________________________________di ________________________
3.      _____________________________________di ________________________
4.      _____________________________________di ________________________
5.      _____________________________________di ________________________
6.      _____________________________________di ________________________
7.      _____________________________________di ________________________
8.      Dll.

Yang telah menggandakan tulisan ini, Kasih Tuhan Menyertai.
 

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t