Skip to main content

JILBAB MERUSAK ORIGINALITAS TARI TRADISI

Prof. Dr. Sri Rochana W, S.Kar., M.Hum (paling kanan)
Meski sudah berusia tidak muda lagi, namun gerak dan aura seorang penari tradisional terlihat memancar dari Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Prof. Dr. Sri Rochana Widyastutieningrum, S.Kar., M.hum. 
Prof Anna, panggilan akrab beliau, membawakan sebuah tari tradisi yaitu tari Bedhaya Tolu. Bersama 6 penari lainnya, yang juga para dosen di ISI Surakarta menari bersama pada Gelar Karya Empu yang dilaksanakan pada hari Senin, 15 Pebruari 2016 pukul 19.30 di Pendapa ISI Surakarta. Gelar budaya ini dihadiri sejumlah tamu undangan dan dibuka untuk umum, sehingga dipadati banyak penonton baik dari akademisi ISI Surakarta, warga kota Solo, hingga turis mancanegara.
Malam itu, Prof Anna yang seorang muslimah dan kesehariannya mengenakan busana berjilbab, membawakan tari Bedhaya Tolu dengan kostum tari asli tanpa mengenakan jilbab. Hal ini sungguh menunjukkan sebuah keteladanan akan profesonalisme seorang Rektor ISI Surakarta yang mampu menjaga originalitas sebuah tari tradisi. Ditengah pro kontra pemakaian jilbab dalam sebuah tarian tradisi, beliau mampu menjaga karakter sebagai seorang wanita yang religius namun tetap menjaga budaya warisan leluhur nusantara, khususnya dalam membawakan sebuah tari tradisional khas Surakarta itu.
"Jarang sekali kami melihat beliau menari, apalagi beliau menari tanpa memakai jilbab, sungguh indah dan berkarakter" kata Nurul seorang penonton yang juga mahasiswi ISI Surakarta.
Hal senada juga disampaikan M.Taufik, pengamat budaya asal Jogja itu menambahkan bahwa membawakan sebuah tari tradisi dari jaman dulu tidak ada tambahan busana jilbab, jadi jika ditambahkan akan merusak tatanan dan originalitas sebuah tari tradisi. 
Kehadiran sebuah ajaran agama/keyakinan memang sering diikuti masuknya budaya asal dari agama tersebut. Terkadang salah mengartikan ajaran atau akidah mengakibatkan terjadinya pemaksaan pada sistem akulturasi budaya setempat. Kenyamanan seseroang meyakini suatu agama tidak ditentukan dengan kakunya sebuah ajaran yang dogmatis, tetapi menyesuaikan dengan tempat dan wilayah masing-masing, dimana setiap tempat mempunyai adat dan budaya masing-masing.
Selain Tari Bedhaya Tolu Karya: Agus Tasman Rono Atmojo, S.Kar; ditmpilkan pula beberapa tari yang lain diantaranya Tari Mahesa Jenar Karya: (Alm.) S. Maridi; Tari Bedhaya Welasih Karya: Agus Tasman Rono Atmojo S.Kar; Tari Fragmen Pandji Sekartaji Karya: S. Ngaliman; Konser Karawitan Karya: Wakidjo Warsapangrawit, Suyadi Tejopangrawit, dan Suwitoradya; dan Pagelaran Wayang Kulit Lakon: Bedhah’e Lokapala Dalang: Ki H. Manteb Soedharsono
Prof. Anna mengatakan, “karya para empu kita bisa belajar banyak, bagaimana karya-karya itu merupakan yang sangat bernilai dan harus dipelajari oleh kita semua khususnya mahasiswa ISI Surakarta.  Semoga para mahasiswa terinspirasi untuk membuat karya yang tetap berakhlak kepada budaya. Kami ingin melestarikan budaya nusantara terutama kesenian Tari Gaya Surakarta, karena kami yakin Tarian Gaya Surakarta terkandung nilai-nilai luhur yang memang harus dilestarikan sampai saat ini". 

http://www.7jiwanusantara.com/2016/02/jilbab-merusak-originalitas-tari-tradisi.html

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t