Skip to main content

Ada Beragam Agama, Warga Deklarasikan Desa Terbuka untuk Semua Kepercayaan

Minggu, 21 Agustus 2016 | 14:12 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin Perempuan Samin (kiri) bergandeng tangan dengan perempuan muslim di sela deklarasi desa inklusif di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (20/8/2016) malam.
SEMARANG, KOMPAS.com – Warga desa di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang sebagian warganya adalah kaum Sedulur Sikep atau Samin berinisiatif mendeklarasikan desanya sebagai desa yang terbuka terhadap semua agama, keyakinan dan menolak segala bentuk kekerasan atas nama agama.
Desa ini berada Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, atau sekitar 15 kilometer dari pusat kota Kudus.
Deklarasi anti kekerasan pada Sabtu (20/8/2016) malam itu diikuti oleh Kepala Desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga tokoh Samin di Kudus. Desa yang mempunyai luasan 1.100 hektar ini mempunyai penduduk hingga 7.000 jiwa, dengan tiga dukuh, yaitu Kaliyoso, Ngelo dan Krajan.
Di Dukuh Kaliyoso, mayoritas warga Samin hidup di lokasi ini, serta mempunyai nilai kearifan tersendiri.
Menurut Kepala Desa Heri Darwanto, keterbukaan masyarakatnya sudah terbangun sejak lama. Di desanya, ada penganut agama Islam, Kristen, serta penganut aliran kepercayaan.
Penganut agama Islam, misalnya, juga terbagi menjadi beberapa macam kelompok, namun semua warga hidup bersama dalam harmoni yang baik. Tidak ada konflik berarti diantara kehidupan mereka.
“Kami bersyukur semuanya bisa menghargai. Guyub rukun sangat dijunjung tinggi di sini. Desa inklusif ini sangat baik dengan keberagaman masyarakat kami,” kata Heri saat dihubungi, Minggu (21/8/2016).
Deklarasi untuk menjadikan desanya terbuka sebenarnya hanya bentuk penegasan. Ia ingin agar keberagaman hidup warganya yang terbangun selama ini tidak terganggu dengan kekerasan yang mulai terjadi akhir-akhir ini.
Para tokoh dan pemuda Samin terlibat aktif dalam deklarasi desa inklusif ini. Mereka datang, menyanyikan kidung, serta aktif dalam berbagai kegiatan kepemudaan. Mereka ikut berkolabarasi dalam pementasan budaya berpadu dengan paduan suara dari pemuda gereja, dan rebana dari kalangan Islam.
Kepala desa berharap, keragaman dan kerukunan warganya bisa bertahan selama mungkin. Selaku perwujudan pemerintah di desa, dia berjanji tidak akan menomorduakan para pemeluk agama yang berbeda.
“Masyarakat yang merasa mayoritas harus menghargai saudaranya yang berbeda keyakinan. Baik Sedulur Sikep, Kristen, maupun Muslim, semuanya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Tidak boleh ada diskriminasi,” ujar dia.
Teguhkan Pancasila
Deklarasi desa inklusif berisi lima poin utama yang disepakati. Mereka berikrar untuk meneguhkan NKRI, mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 45; menjunjung tinggi toleransi beragama dan kepercayaan tanpa diskriminasi; mengedepankan nilai-nilai budaya lokal; saling menghargai dalam perbedaan dan keragaman agama/kepercayaan; serta berkomitmen untuk saling membantu dalam penyelesaian persoalan di masyarakat.
Penegasan sikap inklusif warga sebenarnya berkat pembinaan intensif dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang dijalankan Lembaga Studi Sosial dan Agama Semarang.
Lembaga itu mendorong agar desanya menjadi desa percontohan keberagaman masyarakat. Atas hal itulah, penegasan menjadi desa terbuka menjadi penting dilakukan.
“Masalah agama dan keyakinan jadi tren. Warga desa mengucilkan saudaranya sendiri yang memiliki keyakinan berbeda. Desa inklusi ini diharapkan semuanya bisa menghargai keberadaan kelompok masyarakat yang berbeda,” imbuh perwakilan lembaga Ubbadul Adzkiya.
Penulis: Kontributor Semarang, NazarNurdin                                                         
Editor : Caroline Damanik           http://regional.kompas.com/read/2016/08/21/14120411/ada.beragam.agama.warga.deklarasikan.desa.terbuka.untuk.semua.kepercayaan                                                                        

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t