Skip to main content

Siswa Sapto Dharmo Dipaksa Ikuti Pelajaran Agama


[Semarang, elsaonline.com] – Siswa penganut kepercayaan Sapto Dharmo di Kabupaten Brebes mendapat perlakuan tak adil di sekolah umum. Anak-anak keturunan penganut Sapto Dharmo dipaksa untuk mengikuti mata pelajaran agama Islam berikut dengan praktiknya.
“Hal paling penting adalah hak pendidikan. Namun anak-anak kami, yang mengenyam pendidikan dipaksa mengikuti pelajaran agama resmi negara. Langsung saja, agama Islam,” tutur Ketua Yayasan Sapto Dharmo Brebes, Charlim, disela acara “Haul Gus Dur dan Evaluasi Keberagamaan di Jateng 2014,” Selasa (30/12/14) di Hotel Siliwangi Semarang.
Ketua Yayasan Sapto Dharmo Brebes, Charlim, memaparkan kasus yang mereka alami disela acara “Haul Gus Dur dan Evaluasi Keberagamaan di Jateng 2014, Selasa (30/12/14) di Hotel Siliwangi Semarang. Foto: Ceprudin
Ketua Yayasan Sapto Dharmo Brebes, Charlim, memaparkan kasus yang mereka alami disela acara “Haul Gus Dur dan Evaluasi Keberagamaan di Jateng 2014, Selasa (30/12/14) di Hotel Siliwangi Semarang. Foto: Ceprudin
Paksaan untuk mengikuti mata pelajaran agama kepada anak-anak Sapto Dharmo di sekolah hampir merata terjadi di Brebes. Anaka-anak Sapto Dharmo yang melanjutkan sekolah di sekolah umum, mereka rata-rata mendapat perlakuan yang sama. Perlakuan itu datang dari pihak sekolah baik guru agama atau pun kepala sekolah. Mereka memaksakan pelajaran agama Islam kepada siswa Sapto Dharmi dengan dalih pelajaran tentang keyakinan penghayat tak ada dalam kurikulum. Karena itu, sebagai syarat kelulusan harus mengikuti pelajaran salah satu agama resmi.
”Setelah mengikuti pelajaran agama Islam, kemudian anak-anak kami dipaksa untuk mengikuti praktik pelajaran agama Islam. Ya semua tata cara ritual Islam seperti wudlu, sholat, dan lainya. Ini kami merasa diperlakukan tidak adil. Hak kami tidak diberikan,” sesalnya, di hadapan hadirin berbagai unsur pemerintahan.
Terancam Tak Lulus
Charlim mengungkapkan, sejatinya siswa Sapto Dharmo engggan mengikuti pelajaran agama Islam. Itu karena berbeda dengan keyakinan yang mereka dapatkan dari orang tua dan tetua adanya. Namun apalah daya, meskipun tak ingin mengikuti pelajaran agama, demi lulus mereka mengikutinya.
”Anak-anak akhirnya mengikuti pelajaran agama Islam. Ya ikut praktik sholat dan lainnya. Namun itu karena mereka takut tidak lulus. Karena jika tidak mengikuti mata pelajaran itu mereka diancam tidak lulus ketika ujian. Ini dimana letak keadilan bagi kami yang minoritas,” keluh Charlim.
Seperti diketahui diketahui, kasus paling baru menimpa penganut Sapto Dharmo adalah penolakan pemakaman. Jenazah Jaodah (55) warga Sapto Dharmo di desa Siandong, Kecamatan Larangan ditolak dimakamkan di pemakaman umum oleh perangkat desa setempat.
Selain persoalan pemakaman, penganut Sapto Dharmo juga mengalami persoalan ketika hendak membangun tempat ibadah. Mereka mengalami kendala ketika membangunan sanggar. Penolakan itu datang dari warga, bahkan sempat mengalami pembakaran.
”Kami rindu dengan pemimpin seperti Gus Dur. Dalam pandangan saya Islam yang dikembangkan oleh Gus Dur sangat Indonesia banget. Itu sangat sesuai dengan apa yang di amanatkan undang-undang,” pungkasnya. [elsa-ol/Ceprudin-@Ceprudin]
 http://elsaonline.com/?p=3992

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t