Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2010

Eksistensi Agama Asli Indonesia dan Perkembangannya dari Masa ke Masa

Oleh: K.P. Sena Adiningrat *) Disampaikan dalam Sidang Mahkamah Konstitusi dalam rangka Permohonan Uji Materi Undang-undang Nomor 1/PNPS/ 1965, di Jakarta, 23 Maret 2010. I. Pendahuluan Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan/ Penodaan Agama − terlepas dari maksud untuk menjaga dan melindungi keluhuran nilai-nilai agama − kenyataannya jelas-jelas mengandung diskriminasi terhadap agama-agama tidak resmi, khususnya penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa. Penjelasan Pasal 1 undang-undang ini jelas hanya memprioritaskan 6 agama yang diakui pemerintah, sekaligus mendapat bantuan dan perlindungan, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Kongfusius. Sedangkan agama-agama lain, misalnya Yahudi, Sarazustrian, Shinto, Thaoism, sekalipun tidak dilarang tetapi terkesan dinomor duakan, seperti tampak pada rumusan “…dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundang-undanga

Perkawinan Penganut kepercayaan TYME ?

Salam Rahayu, Menindak-lanjuti Surat Edaran No. 01/SE/NBSF/VIII/07 tanggal 1 Agustus 2007 dari Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film, perihal Penunjukan dan penetapan Pemuka Penghayat Kepercayaan, Kapribaden telah melakukan seleksi dan mengirimkan calon-calon Pemuka Penghayat Kepercayaan ke Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan Surat Keputusan Pengangkatan ( SK ). SK Pengangkatan Pemuka Penghayat Kepercayaan dari Direktorat Kepercayaan saat ini sudah dikirimkan ke Pemuka Penghayat Kepercayaan yang bersangkutan melalui Pengurus Provinsi Paguyuban Penghayat Kapribaden di wilayah masing-masing Pemuka Penghayat Kepercayaan ( Kapribaden ) yang sudah didaftarkan ke Direktorat Kepercayaan dan telah mendapatkan Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Pemuka Penghayat Kapribaden, adalah : 1. Ibu Anugraheni, untuk wilayah Prov. DKI Jakarta (Jabodetabek) 2. Bp. Ir. Kade Suparma, untuk wilayah Prov. Bali 3. Bp. Sarno, untuk wilayah Prov. Jawa Tengah 4. Bp. Daniel Riyanto,

Perkawinan Penganut kepercayaan TYME ?

Salam Rahayu, Menindak-lanjuti Surat Edaran No. 01/SE/NBSF/VIII/07 tanggal 1 Agustus 2007 dari Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film, perihal Penunjukan dan penetapan Pemuka Penghayat Kepercayaan, Kapribaden telah melakukan seleksi dan mengirimkan calon-calon Pemuka Penghayat Kepercayaan ke Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan Surat Keputusan Pengangkatan ( SK ). SK Pengangkatan Pemuka Penghayat Kepercayaan dari Direktorat Kepercayaan saat ini sudah dikirimkan ke Pemuka Penghayat Kepercayaan yang bersangkutan melalui Pengurus Provinsi Paguyuban Penghayat Kapribaden di wilayah masing-masing Pemuka Penghayat Kepercayaan ( Kapribaden ) yang sudah didaftarkan ke Direktorat Kepercayaan dan telah mendapatkan Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Pemuka Penghayat Kapribaden, adalah : 1. Ibu Anugraheni, untuk wilayah Prov. DKI Jakarta (Jabodetabek) 2. Bp. Ir. Kade Suparma, untuk wilayah Prov. Bali 3. Bp. Sarno, untuk wilayah Prov. Jawa Tengah 4. Bp. Daniel Riyanto,

Pemerintah Godok Aturan Perkawinan Penghayat Kepercayaan

[Selasa, 05 June 2007] Undang-Undang Administrasi Kependudukan mewajibkan Pemerintah menerbitkan PP ini paling lambat Juni 2007. Pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Persyaratan dan Tata Cara Perkawinan bagi Para Penghayat Kepercayaan. Jika sudah disahkan, aturan ini akan jadi titik tolak pemenuhan hak para penghayat kepercayaan dalam catatan sipil. Rancangan tersebut mengacu pada pasal 105 Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi dan Kependudukan (UU Adminduk). Semula, ketika masih draf awal, aturan penghayat kepercayaan itu sebenarnya belum masuk. Tetapi DPR mendengar suara lebih kurang sembilan juta penghayat kepercayaan di seluruh Indonesia, ujar Sri Hartini, Kasubdit Kelembagaan Kepercayaan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depudpar). Berdasarkan pasal tersebut, paling lambat enam bulan sejak UU Adminduk disahkan, Pemerintah wajib menerbitkan PP yang mengatur tentang penetapan syarat dan tata cara perkawinan bagi penghayat keperc

Pemerintah Godok Aturan Perkawinan Penghayat Kepercayaan

[Selasa, 05 June 2007] Undang-Undang Administrasi Kependudukan mewajibkan Pemerintah menerbitkan PP ini paling lambat Juni 2007. Pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Persyaratan dan Tata Cara Perkawinan bagi Para Penghayat Kepercayaan. Jika sudah disahkan, aturan ini akan jadi titik tolak pemenuhan hak para penghayat kepercayaan dalam catatan sipil. Rancangan tersebut mengacu pada pasal 105 Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi dan Kependudukan (UU Adminduk). Semula, ketika masih draf awal, aturan penghayat kepercayaan itu sebenarnya belum masuk. Tetapi DPR mendengar suara lebih kurang sembilan juta penghayat kepercayaan di seluruh Indonesia, ujar Sri Hartini, Kasubdit Kelembagaan Kepercayaan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depudpar). Berdasarkan pasal tersebut, paling lambat enam bulan sejak UU Adminduk disahkan, Pemerintah wajib menerbitkan PP yang mengatur tentang penetapan syarat dan tata cara perkawinan bagi penghayat kepe

salahkah-terlahir-sebagai-penghayat

Perjalanan panjang kami (saya dan seorang rekan kerja) tempuh dari Jakarta menuju Kampung Cilimus, Desa Indragiri, Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Dari mulai kendaraan kereta api, bus sepantaran kopaja, ojek sampai dengan becak kami manfaatkan agar bisa sampai di Kampung Cilimus. Sebuah kampung yang terletak di sebelah utara kabupaten Ciamis, kurang lebih memakan waktu 9 jam perjalanan jika menggunakan kendaraan umum. Kampung Cilimus terletak di sebuah bukit, dengan kontur tanah berbatu, dikelilingi hutan, dan penduduknya belum begitu padat. Di kampung ini tinggal 4 Keluarga yang memeluk keyakinan pada ajaran yang diturunkan oleh leluhur mereka, selama ini mereka menamakan diri mereka sebagai penghayat. Sistem religi yang dulunya disebut Agama Djawa Sunda (ADS) yang sempat beberapa kali berganti nama ini mendasarkan ajaranya pada tradisi lokal masyarakat Sunda. Ajaran ini sempat beberapa kali dibubarkan oleh rezim dari mulai penjajahan jepang sampai dengan masa sebelum G 30 S. Sebuah rum

salahkah-terlahir-sebagai-penghayat

Perjalanan panjang kami (saya dan seorang rekan kerja) tempuh dari Jakarta menuju Kampung Cilimus, Desa Indragiri, Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Dari mulai kendaraan kereta api, bus sepantaran kopaja, ojek sampai dengan becak kami manfaatkan agar bisa sampai di Kampung Cilimus. Sebuah kampung yang terletak di sebelah utara kabupaten Ciamis, kurang lebih memakan waktu 9 jam perjalanan jika menggunakan kendaraan umum. Kampung Cilimus terletak di sebuah bukit, dengan kontur tanah berbatu, dikelilingi hutan, dan penduduknya belum begitu padat. Di kampung ini tinggal 4 Keluarga yang memeluk keyakinan pada ajaran yang diturunkan oleh leluhur mereka, selama ini mereka menamakan diri mereka sebagai penghayat. Sistem religi yang dulunya disebut Agama Djawa Sunda (ADS) yang sempat beberapa kali berganti nama ini mendasarkan ajaranya pada tradisi lokal masyarakat Sunda. Ajaran ini sempat beberapa kali dibubarkan oleh rezim dari mulai penjajahan jepang sampai dengan masa sebelum G 30 S. Sebuah rum

Gerakan Kebatinan Dalam Masyarakat Jawa: Sebuah Budaya atau Sebuah Agama Baru

By admin | October 3, 2008 Para ahli Antropologi dan Sosiologi meyakini bahwa masyarakat Jawa terbagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kepercayaan dan amal agamanya. Beberapa ahli mencoba merumuskan pembagian keompok itu, yang paling terkenal adalah kategorisasi yang dibuat Geertz. Ia mengelompokkan masyarakat Jawa ke dalam kategori sebagai berikut: 1. Santri, yakni golongan masyarakat Jawa yang beragama Islam dan memegang teguh syariat Islam. Mengerjakan segala kewajiban, semacam Shalat, Zakat, Puasa, dan meninggalkan segala keharaman, tidak makan babi, tidak membuat sesajen, dan sebagainya. 2. Abangan, yakni golongan masyarakat Jawa yang beragama Islam namu kurang memegang teguh syariat Islam. Mereka yang tergolong dalam kategori ini tidak shalat, puasa, dan sebagainya. Masih mengerjakan amalan-amalan berbau Hindu semacam sesajen, grebegan, dan lainnya. 3. Priyayi, yakni golongan masyarakat Jawa yang tergolong sebagai darah biru, atau bangsawan. Mereka menempati posisi yang dim