Skip to main content

Bencana Alam dalam Tatanan Filsafat Kejawen

Bencana Alam dalam Tatanan Filsafat Kejawen
Radio Nederland Wereldomroep
14-09-2007
Dengarkan wawancara dengan pakar kejawen
Gempa, tsunami dan berbagai bencana alam lain secara beruntun melanda Indonesia. Bagaimana mengartikannya? Filsafat Jawa kejawen memberi sudut pandang lain dari gejala alam ini, bukan saja dari segi rasional namun juga secara spiritual. Radio Nederland Wereldomroep menjumpai dua pakar kejawen Dr. Budya Pradipta serta Dr. Singgih Wibisono.
Tidak meluhurkan ajaran ketuhananGempa adalah dampak pergeseran lempengan bumi, demikian pakar kejawen Budya Pradipta menjelaskan. Manusia yang sering berbuat tidak baik itu buminya kurang kuat. Lalu bagaimana dengan posisi pemerintah dan pemimpin nasional di tengah terjadinya pelbagai gempa dan berbagai bencana alam di Nusantara?Pakar kejawen Singgih Wibisono: Tugas seorang pemimpin adalah mengurangi kesengsaraan rakyatnya. Dalam kaitan ini presiden SBY tidak menanggung masalah ini sendiri. Ia juga didukung oleh kekuatan-kekuatan lain.
Dalam kaitan ini mencolok juga bahwa rentetan bencana alam ini terjadi semasa pemerintahan presiden SBY mulai, apa komentar Budya Pradipta? Pertanyaan yang peka, demikian Budya Pradipta, setiap orang memiliki kekuataan dan kelemahan, misalnya kelemahan yang mendorong orang melakukan huru-hara. Dampaknya juga terasa dalam alam, alam akan lemah kalau banyak orang tidak berbuat baik. Dalam periode SBY ini banyak orang yang tidak meluhurkan ajaran-ajaran ketuhanan.
Yang penting adalah mengerti bagaimana gempa itu dilihat dari sudut pandang spiritual, demikian Budya Pradipta. Secara rasional orang bisa mengatakan apa itu gempa, itu adalah alam dan tidak perlu dikait-kaitkan dengan spiritual. Kalau dikaitkan secara spiritual maka pertanyaannya: ada apa gerangan dengan kita. Kita kurang teguh memainkan aturan-aturan ketuhanan.
RuwatanLalu bagaimana dengan pemecahan masalah ini menurut filsafat kejawen? Singgih Wibisono menyatakan yang perlu adalah kerjasama bukannya perpecahan seperti sekarang. Kalau ini terjadi maka ada keadilan dan kedamaian.
Jalan akhir adalah pengadaan ruwatan, demikian Singgih Wibisosno melanjutkan. Siapapun pemimpinnya kalau tidak mendapat dukungan maka masyarakat akan tetap kacau. Dan sebagai peringatan, lewat bencana alam diberberkan peringai orang belum baik. Tanda-tanda jaman.
KesadaranHikmah yang bisa dipetik dari rentetan bencana alam ini adalah kesadaran, demikian Budya Pradipta. Tuhan berbicara lewat alam, dan kita harus membaca artinya: ini mau apa Tuhan dengan kita?
Demikian penjelasan dua pakar kejawen Dr. Budya Pradipta dan dr. Singgih Wibisono sekitar rentetan bencana alam di Indonesia sejak pemerintahan SBY.Dengarkan wawancara selengkapnya melalui MP3
Kata Kunci: bencana alam, filsafat kejawen, gempa, ruwatan, Tuhan

http://www.ranesi.nl/arsipaktua/indonesia060905/bencana_alam_kejawen070914

Comments

Popular posts from this blog

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu? Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji. (Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari

PRIMBON JAWA LENGKAP

Sistim Penanggalan Jawa Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut : 1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian : 1. Kliwon/ Kasih 2. Legi / Manis 3. Pahing / Jenar 4. Pon / Palguna 5. Wage / Kresna/ Langking 2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian 1. Tungle / Daun 2. Aryang / Manusia 3. Wurukung/ Hewan 4. Paningron / Mina/Ikan 5. Uwas / Peksi/Burung 6. Mawulu / Taru/Benih. 3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian : 1. Minggu / Radite 2. Senen / Soma 3. Selasa / Anggara 4. Rebo / Budha 5. Kemis / Respati 6. Jemuwah / Sukra 7. Setu / Tumpak/Sa

Agama asli jawa Indonesia

HONG WILAHENG NGIGENO MESTUTI, LUPUTO SARIK LAWAN SANDI, LUPUTO DENDANING TAWANG TOWANG, DJAGAD DEWO BATORO HJANG DJAGAD PRAMUDITO BUWONO LANGGENG AGOMO BUDDODJAWI-WISNU hing TANAH DJOWO ( INDONESIA ) ---oooOooo--- Lambang Cokro Umbul - Umbul Klaras            Wiwitipun ngadeg Agami Buddodjawi-Wisnu wonten ing Suroboyo, nudju dinten Tumpak cemengan (Saptu Wage), tanggal kaping 11 Palguno 1856. (Djumadilawal) utawi tanggal 25 November 1925 mongso kanem, windu sengsoro, Tinengeran condro sangkolo. Ojaging Pandowo Angesti Buddo 1856. Utawi tahun Ismoyo 8756.            Tujuan Agami Buddodjawi-Wisnu anenangi soho angemuti dumateng Agami soho Kabudayan kita ing Indonesia ingkang asli soho murni, kados dene wontenipun negari Modjopait sapanginggil sederengipun wonten Agami penjajahan. Agami Buddodjawi-wisnu puniko mengku punjering Kabudayan Nasional ingkang asli soho murni ing Indonesia. Dene Punjering Kabudayan wau ingkan ngawontenaken adat t